Technoscience

Asal Buaya Wakatobi

Sejak sore, 25 Juni 2022 warga Waha Raya (sebutan untuk wilayah pemekaran Desa Waha: Sombu, Wapia-pia, Waha, dan Koroe Onowa) dihebohkan oleh kabar perjumpaan warga dengan buaya di area perairan laut setempat. Setidaknya ada 2 orang warga yang menyatakan melihat langsung, dan 1 orang warga terindikasi melihatnya secara sepintas.

Saya tidak sempat mendapatkan informasi dari 2 warga yang kabarnya melihat langsung. Satu di antaranya saya sudah ajak untuk berkabar melalui whatsapp (inisial AJR), namun hingga artikel ini ditulis, yang bersangkutan belum memberikan respon. Hanya saja, ia telah mengabarkan kejadian yang dijumpainya secara terbuka melalui akun facebooknya, lalu diedarkan oleh banyak akun whatsapp melalui pesan screenshoot.

Satu warga yang terindikasi melihatnya (Inisial ASR), menceritakan jika beberapa waktu menjelang matahari terbenam, ia melihat ada obyek yang disangkanya merupakan batang pohon yang lumayan besar. Berhubung waktu tak lama lagi akan masuk waktu Magrib, ia memutuskan untuk mengambilnya. Ketika ia mendekat, tiba-tiba obyek tersebut bergerak membenamkan diri ke dalam laut. Ia kaget bukan kepalang, ia segera pulang dan mendayung sampan secepat-cepatnya, karena ketakutan.

Peristiwa ini terjadi dalam durasi waktu yang hampir bersamaan. Pertama dikabarkan terlihat di Watutowengka Desa Wapia-pia, area tebing pantai yang berdekatan dengan perairan Sombu Dive dan Jokowi Point, suatu area perairan yang menjadi ikon utama untuk diving di Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi. Kedua dikabarkan terlihat di area perairan Ou Ntooge Desa Waha (Inisial LPD). Keduanya menyaksikan ketika sedang beraktivitas memanah ikan.

Apakah ini patut dipercaya: ada buaya di Perairan Wangi-Wangi, khususnya Perairan Waha Raya?

Sejauh pengamatan saya, sebagian warga yang saya konfirmasi cenderung percaya. Para pemberi kabar adalah orang-orang yang cukup dipercaya di tempatnya masing-masing. Dan secara terpisah memberikan kesaksian yang serupa. Apakah spesies buaya yang dijumpai tersebut adalah individu yang berbeda ataukah sama? Ini juga belum terjawab.

Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah. Bisa jadi karena bertepatan dengan hari libur, ataukah tidak ada pihak yang melaporkan secara resmi, dan ataukah peristiwanya terjadi secara spontan dan posisi obyeknya tak terpantau lagi.

Tentu ini perlu kepastian, sehingga selayaknya pihak yang berwenang dapat mengambil inisiatif untuk mengendalikan informasinya, sebelum digiring, ditekel, dan disundul ke sana ke mari oleh opini.

Seberapa pentingkah opini tentang buaya di laut Wakatobi ini untuk direspon?

Sederhananya saja, sejak informasi ini tersebar, di perairan Waha Raya, tak ditemukan ada warga yang berani berenang: dari anak-anak hingga dewasa. Tentu pola serupa akan sama pada para penghobi diving, snorkeling, atau penikmat wisata air laut lainnya. Padahal kekuatan wisata di Wakatobi adalah perairan lautnya. Bahkan muncul seruan (liar) lokal agar aktivitas ‘panah-panah ikan’ dihentikan untuk sementara waktu. Jika ini terjadi, tentu akan ada dampak pendapatan dan suplai pangan, minimal pada skala desa.

Opini ‘liar’ buaya ini seyogyanya perlu ditanggapi. Ini dapat memengaruhi citra wisata laut Wakatobi, terlebih lagi bersinggungan dengan keselamatan jiwa warga. Buaya di laut itu bukanlah obyek estetika, tetapi ia adalah predator. Sehingga perairan Wakatobi harus dipastikan ‘zero buaya’.

Terlepas dari keberadaan buaya ini perlu pembuktian secara resmi atau scientific dalam sudut pandang pemerintah atau tidak, tetapi keberadaannya dalam perspektif sosial, sudah dianggap terbukti. Perjumpaan di Waha ini bukan kasus yang pertama di Wakatobi, sejumlah warga sudah mengafirmasi, jika di beberapa tempat pernah ditemukan: di Tomia, infonya dengan panjang sekitar 2,5-3 m terperangkap dalam jaring warga, di Kapota juga tahun lalu ada warga yang menyaksikan pada saat menyuluh.

Pertanyaan berikutnya: jika benar buaya ada di Wakatobi, apakah ia spesies lokal atau introduksi?

Berdasarkan data historis yang tersimpan dalam ‘arsip’ memori warga, termasuk data hasil survey para pemangku kepentingan sumber daya fauna di Wakatobi, dapat disimpulkan bahwa buaya bukan spesies lokal (native species atau indigenous species.). Beberapa habitat yang relevan dengan kehidupan buaya di Wakatobi, secara jangka panjang tidak pernah ditemukan buaya, misalnya pada ekosistem mangrove di Kaledupa, dsb.

Oleh karena buaya bukan spesies lokal, maka sudah pasti kemungkinannya adalah spesies introduksi. Lalu dari mana ia berasal?

Untuk mengidentifikasi sumbernya, disayangkan tidak ada satupun data dokumentasi terkait spesies buaya yang dijumpai ini. Faktor (dokumentasi) inilah yang membuat sampai saat ini, keberadaan buaya yang dijumpai warga tersebut dianggap kurang meyakinkan bagi sebagian warga.

Salah satu wilayah yang patut diduga menjadi asal muasal buaya di Wakatobi adalah bisa jadi berasal dari muara sungai di sepanjang pesisir bagian Selatan Pulau Buton, yang menghadap ke pulau-pulau di Wakatobi. Spesies buaya yang dilaporkan ada di wilayah tersebut adalah buaya muara (Crocodylus porosus) (https://kumparan.com/kendarinesia/buaya-4-2-meter-yang-ditangkap-di-buton-diduga-pernah-terkam-warga-1rsHNKfCwIa/1).

Spesies tersebut disebut juga buaya air asin sama dengan yang pernah ditemukan di pulau Pasifik Selatan. Apatah lagi beberapa hari ini, terjadi hujan deras berhari-hari, tentu akan menurunkan kadar salinitas air laut yang dapat saja mendukung interaksi buaya dengan air laut, seumpama ketika berada di sungai dan muara.

Spesies Crocodylus porosus dilaporkan dapat mengendarai arus permukaan laut untuk perjalanan jarak jauh, bahkan memungkinkan mereka untuk berlayar dari satu pulau samudera ke pulau lainnya (>48 km). Buaya spesies ini menurut para ilmuwan akan memulai perjalanan jauh terhitung satu jam setelah perubahan pasang yang memungkinkan mereka untuk mengikuti arus (https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/08/180200323/ilmuwan-ungkap-cara-buaya-air-asin-menyebrangi-laut?page=all#page2).

Pertanyaannya: apa penyebab spesies ini meninggalkan habitatnya?

Reptil ini dikenal merupakan pemangsa yang memiliki selera makan yang besar dan kuat. Ketika melakukan migrasi, mereka melakukannya secara kolektif. Apakah mungkin habitat buaya di sungai-sungai dan muara di bagian Selatan Pulau Buton telah mengalami gangguan? Tersebar informasi jika di beberapa tempat di sana terjadi eksploitasi yang terindikasi memengaruhi habitat dan kenyamanan buaya. Sejumlah video beredar di grup-grup whatsapp yang memperlihatkan aktivitas warga melakukan penangkapan buaya. Dalam keterangan video tersebut, tertulis: Malaoge Lasalimu Selatan.

Dengan demikian, eksistensi pariwisata laut Wakatobi akan dipengaruhi oleh ekosistem wilayah di sekitarnya. Tidak bisa otonom. Dibutuhkan kepastian membaiknya ekosistem sungai dan muara di wilayah-wilayah di sekitarnya, misalnya Kabupaten-Kabupaten yang berada di bagian Selatan Pulau Buton. Sehingga buaya yang ada di wilayah tersebut dapat tinggal secara alami di sana, tak perlu melakukan migrasi.

Salah satu informasi yang dapat dijadikan contoh adalah inisiatif dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lingga yang mempertimbangkan perlunya tempat penampungan buaya, sehingga tidak mengganggu aktivitas warga (https://soj.umrah.ac.id/index.php/SOJFISIP/article/view/629/545).

Kebutuhan akan pengendalian buaya di wilayah-wilayah bagian Selatan Pulau Buton semakin penting, semisal penangkaran, sehingga buaya yang berkeliaran segera dapat teratasi agar tidak mengganggu warga dan aktivitasnya. Yang tak kalah penting adalah kebutuhan kita akan manajemen pembangunan yang berkualitas dari pemerintah terkait, yang mampu mengendalikan aspirasi-aspirasi kemajuan fisik daerah tanpa merusak tata lingkungan ekosistem kita. Wallahualam bissawab.

Asal Buaya Wakatobi Read More »

Bu Oce dan Wakatobi Sea Bamboo

-In Memoriam Bu Oce Astuti, Ahli Budidaya Perairan Asal Wakatobi-

Seakan tak percaya mendengar kabar kepergiannya. Saat saya sedang mengikuti salah satu acara sosialisasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) via daring, tiba-tiba pesan beruntun di beberapa grup WhatsApp mengabarkan duka cita kepergian beliau, Oce Astuti, S.Pi., M.Si. Saat ini beliau masih tercatat sebagai Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-FPIK Universitas Halu Oleo (UHO) (https://www.uho.ac.id/fakultas/fpik/profil-2/struktur-organisasi/senat/).

Saya kaget mendapatkan kabar duka ini, tak terbayang jika beliau memiliki penyakit berat, ditambah lagi bawaan beliau selalu terkesan ceria. Tapi, begitulah hidup, hari esok adalah ghaib, kita tak bisa menebak apapun dengan pasti.

Beliau dikenal sebagai pribadi yang lincah, ceria, dan sederhana. Beberapa kali tim kami (dari LPTK) difasilitasi untuk berdiskusi dengan Dr. La Sara, M.Sc (Dekan FPIK UHO), ketika mengkonsultasikan kerjasama riset dan perekayasaan.

Beliau lahir di Kaledupa, salah satu pulau utama di Kabupaten Wakatobi pada 15 Mei 1976. Di kampus FPIK UHO, beliau mengampu mata kuliah: Dasar-Dasar Akuakultur, Pengembangan Industri Akuakultur, Manajemen Akuakultur Tawar, Manajemen Akuakultur Payau, dan Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur. Pada 2016, beliau meraih Dosen Berprestasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, melalui SK Rektor UHO No:1090/UN.29/SK/KP/2016 (https://www.uho.ac.id/fakultas/fpik/wp-content/uploads/sites/2/2016/01/CV-Oce-Astuti-Copy.docx).

Saya mengenalnya sepintas di Bogor sejak tahun 2005, saat beliau kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) mengambil Program Magister. Setelah 11 tahun kemudian, tepatnya tahun 2016, saya dan teman-teman di Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK), Wakatobi intens berinteraksi dengan beliau. Beliau melakukan technical assistance pada kegiatan kami, khususnya Rancang Bangun Teknologi Konservasi/Restorasi Sumber Daya Laut pada spesises bambu laut (Isis hippuris sp).

Saat itu, saya menyaksikan langsung kepiawaian beliau merakit wahana riset skala laboratorium dari berbagai peralatan yang disiapkan LPTK yang tidak benar-benar bisa dipasang secara otomatis. Beliau juga yang membuatkan desain (lay out), sehingga nampak lebih sederhana. Bersama rekan beliau (Bu Rahmadani) dan asisten beliau (Bung Fajar), akhirnya wahana riset akuarial skala mini untuk bambu laut dapat dioperasikan.

Seiring dengan perubahan anggaran riset di LPTK pada tahun 2017 yang mengharuskan penyesuaian beberapa kegiatan perekayasaan di LPTK, kami mengintegrasikan beberapa kegiatan riset yang serumpun, hingga lahirnya kegiatan dengan skema terpadu: ex-situ dan in situ untuk desain teknologi budidaya bambu laut.

Pada skala ex-situ, LPTK menyiapkan aquarium yang untuk penumbuhan bambu laut. Hasil perlakuan ex-situ ditindaklanjuti dengan kegiatan in-situ di salah satu area perairan di Pulau Wangi-Wangi. Pada kegiatan ex-situ inilah, beliau banyak memberikan masukan, sejak pemasangan peralatan aquarium hingga desain substrat. Beberapa tenaga teknis LPTK mendapatkan transfer keterampilan beliau, khususnya teknis perakitan dan maintenance akuarium.

Pengembangan skema kegiatan integrasi ex-situ dan in-situ tersebut pada tahun 2018 yang dilakukan LPTK menghasilkan ‘branding’ Wakatobi Sea Bamboo, yang merupakan akronim dari Wahana Perekayasaan Teknologi Konservasi Biota Sea Bamboo.

Tentang Wakatobi Sea Bamboo, dapat dilihat pada beberapa artikel berikut:
https://kkp.go.id/brsdm/lptkwakatobi/artikel/32555-bupati-wakatobi-apresiasi-wakatobiais-dan-wakatobi-sea-bamboo
https://suarapemerintah.id/2022/02/mengenal-teknologi-multilokasi-wakatobi-sea-bamboo/
https://perikanan.sariagri.id/77135/teknologi-wakatobi-sea-bamboo-antarkan-peneliti-kkp-raih-satyalancana-pembangunan
https://kilaskementerian.kompas.com/kemen-kp/read/2022/02/13/13365001/dari-wakatobi-kementerian-kp-hasilkan-riset-dan-inovasi-untuk-kelautan-dan

Beliau juga berkesempatan memberikan masukan pada inovasi wahana kegiatan riset LPTK yang disebut dengan Combbity Garden, Community Based Biodiversity Garden.

Tentang Wakatobi Sea Bamboo, dapat dilihat pada beberapa artikel berikut:
https://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/en/home/2208-penasehat-menkp-apresiasi-wakatobi-sea-bamboo-dan-combbity-garden-lptk-brsdm-kp
https://penasultra.id/kkp-dan-akademisi-uho-bahas-pengembangan-taman-karang/
https://sultra.kabardaerah.com/rektor-umu-buton-dan-akademisi-uho-gagas-kegiatan-bersama-lptk-wakatobi/

Seingat saya, pada tahun 2020, saya sempat berdiskusi by phone dengan beliau terkait teknologi untuk budidaya anemon laut, sayangnya belum sempat tertindaklanjuti.

Kini beliau telah pergi dalam usia 46 tahun, terbilang masih dalam usia muda (lahir: 15 Mei 1976, Wafat: 21 Juni 2022). Masih dalam usia produktif, yang harusnya masih memungkinkan beliau mendapatkan berbagai prestasi. Tapi itulah ketentuan Allah SWT, yang kita harus tunduk atasnya.

Akhirnya, inilah perjalanan hidup. Beliau, kita, dan siapa saja tidak akan pernah tahu bagaimana bumi ini berkisah tentang kita. Yang pasti hari esok akan memaksa kita menjadi kisah. Akan ada manusia yang dikisahkan dengan baik bersama karya-karya mereka, dan tentu juga ada yang sebaliknya.

Semoga kita bisa mengambil ibrah atas kepergiannya. Sebaik-baik ibrah adalah yang bisa mengantar kita mendapatkan kebaikan atas ilmu dan karya kita untuk menghadap Allah SWT.

Ya Allah ampunilah segenap alpa dan khilafnya, jadikanlah ilmu & karyanya menjadi amal jariah yang tak terputus.
Ya Allah berikanlah kekuatan, kesabaran dan keikhlasan pada keluarga yang ditinggalkannya.
Serta masukanlah beliau dalam golongan hamba-hamba-Mu yang mendapatkan pengampunan-Mu Ya Allah.
Allahumma Aamiin…

Bu Oce dan Wakatobi Sea Bamboo Read More »

Dari Katsuwonus pelamis ke Nabi Sulaiman as

Bersama Dekan FIKP Universitas Hasanuddin, Safruddin, S.Pi., MP.,Ph.D

—Saya memulai tulisan ini dengan menyampaikan disclaimer lebih awal: artikel ini tentu tak seheboh judulnya.—

Sebuah kebanggaan mendapatkan kesempatan akademik dari Pak Safruddin (Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin) terkait topik oseanografi perikanan.

Salah satu penjelasan yang cukup menggelitik pada kesempatan tersebut adalah ketika beliau menjelaskan tentang migrasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di beberapa tempat, khususnya di Negara Jepang. Diskusi berlanjut hingga membahas secara singkat mukjizat Nabi Sulaiman as.

Saya mendapatkan beberapa insight dari penjelasannya: perikanan merupakan dunia yang kompleks, bahkan jauh lebih kompleks dari pekerjaan seorang dokter (pada satu sisi). Seorang dokter mendiagnosa penyakit seseorang dengan cara mendapatkan penjelasan langsung dari pasiennya mengenai berbagai keluhannya.

Begitupun pula pada dunia peternakan, seorang dokter hewan bisa mendapatkan petunjuk tentang penyakit ternaknya dari penampakan visual secara spontan, tanpa perlu menyelam atau menggunakan interprestasi instrumen tertentu secara kompleks sebagai pendekatan sebagaimana pada dunia perikanan.

Dunia perikanan tak bisa dipungkiri telah menunjukkan kemajuan yang demikian pesat, namun demikian, dengan beragamnya organisme laut (spesies ikan khususnya), nampak bahwa respon ikan terhadap lingkungan perairan laut tak bisa digeneralisasi. Masing-masing spesies memiliki karakter habitat yang berbeda-beda.

Ilmu penginderaaan jauh telah ramai digunakan untuk membaca karakter masing-masing ikan, khususnya melalui data sea surface temperature (SST), sea surface chlorophyll (SSC), sea surface height anomaly (SSHA), eddy kinetic energy (EKE), dan sebagainya.

Sayangnya riset terkait faktor-faktor dan parameter oseanografi masih sangat terbatas, khususnya di Indonesia. Baik karena persoalan klasik ‘pendanaan’, juga karena skema riset yang manajemennya lemah dan tidak berkesinambungan, sehingga sulit untuk menyuplai kebijakan. Belum lagi kebijakan yang dihasilkan oleh para decision maker masih menafikan karya intelektual sebagai basis kebijakan politik.

Kompleksitas oseanografi perikanan tentu menjadi salah satu faktor pembatas dalam mengupayakan keseimbangan produktif antara relasi dunia industri dan stok sumberdaya perikanan. Andai saja kecakapan Nabi Sulaiman as dapat ditransfer dalam era kekinian, tentu kesulitan yang begitu rupa akan dapat dikontruksi langkah-langkah solusinya.

Nabi Sulaiman as dalam berbagai kitab agama samawi dinarasikan memiliki kemampuan berkomunikasi dengan seluruh makhluk dalam semesta ini mewarisi kecakapan ayahnya, yang juga seorang nabiullah, Nabi Daud as.

Mungkin ini terkesan konyol dalam membincangkannya dalam konteks kekinian, namun ini dapat membantu kita mengimajinasikan solusi atas kondisi sumberdaya kita, yang tengah mendapatkan tekanan yang luar biasa.

Biota ikan sebagai makhluk bertulang belakang memiliki syaraf-syaraf yang dapat merasakan stres dan kesakitan sehingga mereka berupaya migrasi ke lokasi sesuai karakteristik faktor-faktor kondisinya yang relevan.

Saat ini mereka migrasi tak bisa lagi diprediksi berdasarkan musim, bukan lagi migrasi dalam siklus alamiahnya. Siklus musim telah berubah ekstrim setelah keserakahan manusia dengan ‘mesin industrialisasinya’ mempercepat terjadinya perubahan iklim.

Jika saja mereka mengadukan keadaannya (dalam imajinasi kita seumpama kepada Nabi Sulaiman as) sepertinya ikan-ikan tersebut akan meminta perlindungan agar kuasa ‘kekhalifahan’ manusia atas dunia ini ditinjau ulang, karena manusia telah semena-mena kepada alam semesta, sampai-sampai tak ada keadaan yang stabil bagi alam ini untuk mendaur ulang kesiapannya melayani manusia.

Wallahu a’lam bishshowab.

Dari Katsuwonus pelamis ke Nabi Sulaiman as Read More »

4 Menit 1 Kebaikan

Dailymail menyebutkan bahwa setiap tahun, sekitar 300 bencana alam membunuh sekitar 90.000 manusia dan mempengaruhi 160 juta orang di seluruh dunia. Sayangnya kualitas penanganan terhadap dampak bencana masih sangat rendah. Realitas ini telah mendorong para ilmuwan untuk membuat teknologi robotika berorientasi layanan bencana.

Salah satu negara yang memiliki minat yang tinggi untuk menjadi negara unggul di bidang robotika adalah Italia. Tim Istituto Italiano Tecnologia (IIT) telah mengerjakan robotika spesifikasi ini selama kurang lebih 15 tahun.

Tim ini tengah membuat sebuah robot yang mirip seperti tokoh superhero Marvel, Iron Man. Robot ini dirancang guna membantu manusia ketika terjadi bencana alam seperti membersihkan puing-puing serta menggunakannya ransel penggeraknya untuk dapat terbang diatas tempat yang sulit dilewati. Robot masa depan ini diberi nama iCub.

Dalam 50 tahun terakhir, badan meteorologi PBB mencatat, ada lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia yang meninggal dunia akibat bencana alam. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan jumlah bencana alam, seperti banjir dan gelombang panas, yang didorong oleh perubahan iklim telah meningkat lima kali lipat selama 50 tahun terakhir, merugikan manusia hingga US$ 3,64 triliun.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pada 2021, Indonesia menduduki peringkat 38 Indeks Resiko Bencana Dunia (WorldRiskIndex) dari 181 negara, dengan skor 10.67 (kategori tinggi). Sebelumnya pada 2020 dan 2019 menduduki peringkat 40 dan 37, dengan skor 10.39 (tinggi) dan 10.58 (tinggi).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat bahwa, jumlah frekuensi bencana alam di Indonesia sepanjang 2021 lebih rendah dibandingkan 3 tahun terakhir. Bahkan kurun 2010-2020 disebut sebagai dekade penuh bencana bagi Indonesia. Walaupun terjadi penurunan frekuensi bencana, namun dampak kejadian itu meningkat cukup signifikan.

Kita tentu menunggu bagaimana robot ‘iCub’ dapat dioperasikan. Akan tetapi, kita lebih berharap agar intensitas bencana yang justru berkurang, bahkan tak menimbulkan dampak. Namun, kejadian bencana di luar kuasa manusia, sehingga upaya yang paling pantas adalah berinvestasi pada ikhtiar menghindari bencana.

Seorang ulama, Ibnul Qayim memiliki pandangan dan penafsiran bahwa sedekah dapat menghindarkan bencana. Dalam Al-Waabilus Shayyib halaman 49, ia menyampaikan,

“Sedekah memiliki pengaruh yang ajaib dalam mencegah berbagai bala’, walaupun sedekah dari seorang fajir (ahli maksiat) atau zalim bahkan dari orang kafir. Karena Allah mencegah dengan sedekah berbagai bala’. Hal ini telah diketahui oleh manusia baik yang awam ataupun tidak. Penduduk bumi mengakui hal ini karena mereka telah membuktikannya”.

Dalam hadits riwayat At-Thabrani, Rasulullah SAW, bersabda,

“Bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah bisa mendahului sedekah. Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah. Obatilah penyakitmu dengan sedekah. Sedekah itu sesuatu yang ajaib. Sedekah menolak 70 macam bala dan bencana, dan yang paling ringan adalah penyakit kusta dan sopak (vitiligo).”

Sedekah (Shodaqoh) memiliki makna yang luas, sedekah dapat bermakna  infak,  zakat  dan  kebaikan  non-materi. 

Dalam  al-Qur‟an,  Allah SWT menggunakan istilah shodaqoh untuk menyebut zakat, misalnya Allah berfirman: Ambillah shodaqoh (zakat)) dari sebagian harta mereka, dengan shodaqoh (zakat) itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.

Sedekah juga bisa bemakna yang lebih luas dari zakat, hal itu misalnya disebutkan dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bersedekah dengan hartanya, beliau bersabda: “Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir shadaqah, setiap tahmid shadaqah, setiap tahlil shadaqah, amar ma‟ruf shadaqah, nahi munkar shadaqah dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shadaqah”.

Adakah jumlah sedekah minimal bagi setiap manusia setiap harinya?

Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap manusia dari anak Adam diciptakan terdiri dari 360 persendian/ruas” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan,

“Masing-masing persendian dari setiap manusia itu harus diberi shadaqah.  Setiap hari dimana pada hari itu terbit matahari kemudian ia berbuat adil terhadap dua orang yang berselisih maka itu adalah shadaqah, membantu seseorang untuk menaikkan atau mengangkatkan barangnya ke atas kendaraannya itu adalah shadaqah, ucapan yang baik adalah shadaqah, setiap langkah untuk berjalan menuju ke tempat shalat itu adalah shadaqah, dan menyingkirkan gangguan dari jalan itu adalah shadaqah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, maka 360 ruas sendi yang ada pada tubuh kita harus diberi sedekah setiap hari.  Sedekahnya itu berupa amal kebaikan.  Jadi, minimal setiap hari kita harus melakukan 360 kebaikan, hanya untuk badan kita.  Dalam 24 jam minimal kita harus berbuat kebaikan 360 kali.  Dengan kata lain, kita harus berbuat kebaikan 360/24 = 15 kebaikan per jam.  Atau setiap 4 menit menghasilkan satu kebaikan (netto). 

Amalan-amalan apa yang bisa bernilai satu kebaikan?

Rasulullah SAW, bersabda,

“Sebaik-baik kalian adalah siapa yang memperlajari Alquran dan mengamalkannya.” (HR. Bukhari)

Membaca Alquran mendatangkan pahala. Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa saja membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.” (HR. At-Tirmidzi).

Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i karya Abu Ya’la Kurnaedi, pahala yang disebutkan oleh Abdullah bin Mas’ud adalah:

“Aku mendengar Nabi SAW bersabda: ‘Barang siapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka dia mendapatkan satu pahala, dan satu pahala itu dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf’”.

Imam Syafi’i mencatat ada 1.027.000 (satu juta dua puluh tujuh ribu) huruf dalam Al-Qur’an. Sementara itu surat Alfatihah terhitung sebanyak 139 huruf (~2.363 kebaikan dalam 17 rakaat). Dengan shalat wajib seorang muslim telah melakukan sedekah, bahkan melebihi kebutuhan jumlah persendiannya.

Oleh karena itu, jika kita tidak mampu memproduksi per 4 menit 1 kebaikan, maka menahan tangan dan lisan dari merusak dan menyakiti, setidaknya akan menjadi sedekah untuk masing-masing diri.

Namun demikian, bencana yang paling besar di dunia bukanlah gempa bumi, tsunami, banjir bandang, kebakaran hutan, dan semacamnya. Namun, bencana terbesar di dunia adalah tidak tegaknya Islam ini di muka bumi, yang akan berakibat bagi munculnya berbagai prahara, serta marabahaya besar di akhirat kelak.

Wallahu a’lam bishshowab. []

4 Menit 1 Kebaikan Read More »

Negeri Pemuasan

Dalam 2 tahun terakhir ini, dunia dihebohkan dengan hasil teknologi yang diproduksi oleh Peneliti Korea Selatan maupun China. Apa gerangan teknologi yang mereka hasilkan, yang telah menghebohkan dunia tersebut? Ternyata mereka membuat teknologi yang disebut sebagai teknologi matahari buatan.

Matahari buatan Korea Selatan tahun lalu menghasilkan plasma bersuhu tinggi, dilaporkan lebih dari 100 juta derajat Celsius, namun hanya berlangsung 20 detik. Sementara itu China bulan lalu mencatatkan rekor, telah berhasil membuat matahari buatan dengan suhu mencapai 70 juta derajat Celsius.

Teknologi matahari buatan tersebut bahkan melebihi suhu inti matahari yang sebenarnya, yakni 15 juta derajat Celsius. Hanya saja teknologi buatan manusia tersebut (misalnya China) sejauh ini hanya menyala selama 17 menit.

Teknologi matahari buatan ini menghasilkan energi nuklir, dibuat dalam rangka mencari solusi mengatasi krisis energi di bumi dan menghasilkan energi bersih untuk menggantikan ketergantungan pada batubara dan minyak bumi.

Upaya tersebut mengafirmasi bahwa sesungguhnya kemajuan teknologi yang berkembang di dunia saat ini, telah berdampak pada rusaknya ekosistem bumi dan kesehatan manusia. Teknologi semakin maju, tetapi lingkungan hidup semakin rusak.

Kegiatan pertambangan semisal batubara, emas, nikel dan semacamnya telah menyebabkan rusaknya hutan dan hilangnya pepohonan, serta lahan-lahan pertanian, sehingga tak mengherankan suhu bumi bertambah panas dan terjadilah pemanasan global.

Selain itu, penambangan minyak bumi, uji coba hulu ledak nuklir dan semacamnya telah menjadi salah satu penyebab terjadinya gempa bumi. Oleh karena itu, sekali lagi kemajuan teknologi yang kita hasilkan hari ini, yang dibuat untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan manusia, sesungguhnya harus kita bayar mahal dengan banyaknya menghasilkan sumber-sumber bencana.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqaroh 11-12,

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan (pembangunan).’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak merasa.”

Dengan demikian, sekuat apapun usaha manusia untuk menciptakan surga di bumi, maka hakekatnya tidak akan merubah ketentuan Allah SWT, bahwa bumi ini dirancang oleh Allah SWT bukan sebagai tempat untuk pemuasan kebutuhan dan keinginan manusia, tetapi bumi ini dibuat sebagai tempat untuk beramal.

Pertanyaannya: Lalu di manakah gerangan tempat manusia untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya? Jawabannya pasti, yakni tempatnya adalah di surga Allah SWT.

Kenikmatan-kenikmatan di surga kelak, Allah SWT ciptakan dengan sistem efisiensi, bahkan melebihi 100%: manusia, tempat tinggal, dan lingkungannya mengalami pertambahan kebaikan setiap waktu. Tidak ada derita dan keluh kesah. Tidak ada kewajiban untuk bekerja, karena kenikmatan itu akan menghampiri manusia setiap kali dibutuhkan manusia. Tidak ada kotoran yang keluar dari badan manusia. Tidak ada pencemaran yang keluar dari peralatan transportasi yang digunakan manusia. Dan berbagai kenikmatan lainnya.

Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim,

Tatkala telah masuk ahli surga ke dalam surga, maka ada yang menyeru dengan ucapan: Kalian akan hidup selamanya tidak akan mati, kalian akan selalu sehat tidak akan pernah sakit, kalian tetap akan muda tidak akan tua, dan kalian akan selalu merasakan kenikmatan tidak akan putus.

Rasulullah SAW bersabda dalam Riwayat Bukhari dan Muslim,

“Telah berfirman Allah ‘Azza wa Jalla: Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang tak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, tak pernah terkhayal dalam khayal manusia”

Oleh karena itu, mari kita merindukan surga, jauh melebihi rindunya kita kepada kenikmatan dunia, sebuah rindu yang melebihi rindunya kita kepada cinta dan kekasih. Sebuah rindu yang tak boleh hilang dan mati pada jiwa seorang mukmin. Sebuah rindu yang hanya ditebus dengan ketaatan kepada Allah SWT.

Negeri Pemuasan Read More »

Knot Amal

Pada 22 Desember 2021, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Jakarta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) telah menyampaikan potensi terjadinya bibit siklon tropis di Indonesia.

Suspek area potensi yang akan berdampak pada kondisi cuaca dan gelombang signifikan, berada di sekitar perbatasan wilayah laut Timor dan Arafura, atau sekitar perairan selatan Kepulauan Tanimbar (Saumlaki).

Salah satu area yang terdampak adalah wilayah Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi Sulawesi Tenggara. Pada Kamis (24/12/ 2021) terjadi angin ribut disertai hujan lebat pada 06.00 WITA sekitar 1 jam, dengan kecepatan 25 Knot atau setara dengan 46,3 km/jam.

Berdasarkan kelas kecepatan angin (Beaufort), angin kencang yang terjadi di Pulau Wangi-Wangi, masih terkategori sebagai angin ribut, yakni berkisar 45 – 54 km/jam.

Tentu ini masih jauh di bawah badai yang pernah menimpa Pulau Marshall di dekat Filipina pada tahun 1979, berupa badai Topan Tip dengan kecepatan angin 305 km/jam. Kecepatan ini menenggelamkan kapal dan menyebabkan banyak nelayan meninggal dunia.

Badai TopanTip ini disebut sebagai salah satu badai terhebat sepanjang sejarah bumi.

Adapun skala angin menurut Beaufort adalah sebagai berikut:
Skala 0 (0-1 km/jam): angin reda, tiang asap tegak
Skala 1 (2-6 km/jam): angin sepoi-sepoi, tiang asap miring
Skala 2 (7-12 km/jam): angin lemah, daun bergerak
Skala 3 (13-18 km/jam): angin sedang, ranting bergerak
Skala 4 (19-26 km/jam): angin agak keras, dahan bergerak
Skala 5 (27-35 km/jam): angin keras, batang pohon bergerak
Skala 6 (36-44 km/jam): angin sangat keras, batang pohon besar bergerak
Skala 7 (45-54 km/jam): angin ribut, dahan patah
Skala 8 (55-65 km/jam): angin ribut hebat, pohon kecil patah
Skala 9 (66-77 km/jam): angin badai, pohon besar tumbang
Skala 10 (78-90 km/jam): angin badai hebat, rumah roboh
Skala 11 (91-104 km/jam): angin taufan, benda berat berterbangan
Skala 12 (>105 km/jam): angin taufan hebat, benda beterbangan sejauh beberapa km

Skala-skala kecepatan ini, mengingatkan kita pada titian menuju surga, di mana manusia akan menempuhnya dengan skala kecepatan berdasarkan ‘knot’ amalan-amalan mereka di dunia.

Para ulama mengatakan, titian itu amat halus dan amat tajam serta amat licin sekali.

Menurut Al Fudhail bin ‘Iyadh, titian itu panjangnya 16.000 tahun perjalanan, padanya 5.000 pendakian (naik) dan 5.000 lembah (menurun) dan 5.000 tempat yang datar.

Orang-orang yang baik, yang kebajikannya lebih berat dari kejelekannya akan dapat menempuh titian itu dengan selamat dengan berbagai skala kecepatan menurut amal masing-masing.

Ada yang lambat, ada pula yang lebih cepat dari kilat. Mereka lalu berbondong-bondong masuk ke dalam surga.

Sedangkan orang-orang jahat tidak mungkin dapat melalui titian itu. Mereka jatuh tergelincir, akhirnya berbondong-bondong pula masuk ke dalam neraka.

Setidaknya ada sepuluh skala kecepatan saat melalui titian tersebut. Manusia yang pertama kali menginjakkan kakinya di titian (shirath) adalah Nabi Muhammad SAW, dia akan memimpin kumpulan-kumpulan umatnya dalam menyeberangi titian tersebut.

Kumpulan pertama melintas laksana kilat yang memancar. Disusul kumpulan kedua yang melintas seperti hembusan angin yang kencang. Kemudian kumpulan ketiga yang melintas seperti penunggang kuda yang baik/tercepat. Berikutnya kumpulan keempat yang melintas bak burung terbang yang cepat. Dan kumpulan yang kelima laksana orang berlari.

Selain itu, ada kumpulan keenam yang melintas dengan berjalan. Disusul kumpulan ketujuh yang melintas berdiri dan duduk karena dahaga dan penat yang terasa. Dosa-dosa terpikul di atas belakang mereka.

Kemudian kumpulan kedelapan menarik muka-muka mereka dengan rantai karena terlalu banyak kesalahan dan dosa mereka. Kumpulan ini begitu amat bergantungnya pada pertolongan Nabi Muhammad SAW.

Berikutnya kumpulan kesembilan dan kesepuluh tertinggal di atas titian, mereka tidak diizinkan untuk menyeberang.

Terkait dengan angin kencang dari bibit siklon tropis ini, Sebagian orang mungkin membuat kesimpulan bahwa, kejadian tersebut, adalah peristiwa biasa yang alamiah. Namun, bagi seorang muslim pasti meyakini bahwa, semua peristiwa di muka bumi ini, tak ada yang kebetulan terjadi, tetapi kesemuanya dalam izin dan pengetahuan Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam QS. al-An’aam: 59,

“Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Oleh karena itu, jangankan angin kencang yang telah menyebabkan pepohonan bertumbangan, dedaunan dan biji-bijian kering yang jatuh di tengah malam gelap gulita, pasti terjadi atas izin dan pengetahuan Allah SWT.

Maka dari itu, sekecil apapun tanda-tanda alam, termasuk angin kencang yang baru saja terjadi, hendaknya kita dapat mengambil ibrah, bahwasanya sehebat apapun kita manusia, ternyata kita tak memiliki kuasa apapun untuk menghindar dari azab Allah SWT, termasuk kematian, jika tanpa perlindungan dari Allah SWT.

Sesungguhnya di bumi ini terdapat tentara-tentara Allah yang tidak hanya berasal dari golongan malaikat, Nabi dan Rasul serta orang-orang sholeh. Tetapi juga, bala tentara Allah dapat berasal dari berbagai benda di alam raya ini.

Matahari pernah menahan agar tidak terbenam terlebih dahulu untuk membantu salah satu nabi dalam mengalahkan musuh. Dengan demikian, matahari adalah tentara Allah SWT.

Laut, berubah menjadi daratan kering, menyelamatkan Nabi Musa as dan pengikutnya. Laut adalah tentara Allah SWT.

Demikian pula angin, hujan, dan lain sebagainya, sewaktu-waktu dapat menjadi tentara Allah SWT, untuk menjadi penolong manusia ataupun menjadi azab pada manusia, jika manusia berkubang dalam kemaksiatan kepada Allah SWT.

Setiap kemaksiatan, baik besar ataupun kecil, akan menjadikan rusaknya kehidupan kita, hilangnya keberkahan hidup kita, bahkan ketika kemaksiatan itu menjadi tersebar merata, maka dampak kerusakannya juga merata.

Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan manusia dalam haditsnya, terkait 5 jenis bencana yang mengancam kaum muslimin.

Dalam Riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Saw, bersabda,

“Lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya: tidaklah kekejian/perzinahan menyebar di suatu kaum, hingga mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka, tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim, tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan, tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.”

Knot Amal Read More »

Kinetika Surgawi

Pernahkah kita membayangkan jika suatu ketika perjalanan wisata berkembang menjadikan perjalanan antar planet sebagai destinasi wisata? Tentu ini akan menjadi peristiwa yang langka, yang mungkin hanya diminati oleh segelintir manusia. Ya, khususnya tentu para astronot.

Sementara itu bos SpaceX, Elon Musk sudah sejak lama mengungkapkan idenya untuk manusia bisa pindah ke Mars. Dengan alasan demi kelangsungan peradaban sebab Matahari disebut akan menelan Bumi dan planet ini akan hancur.

Selain mahal, perjalanan semacam itu membutuhkan nyali yang besar, serta waktu tempuh yang lumayan lama.

Jumlah waktu yang dibutuhkan dari Bumi untuk sampai ke planet lain berbeda-beda pada setiap perjalanan. Itu tergantung pada posisi planet pada satu waktu, karena jarak antara planet dan Bumi terus berubah.

Pada tahun 2008, seorang pebinsis asal kelahiran London, Inggris Richard Branson menguraikan visinya di masa depan, yang dinamai Virgin Galactic. Visi itu merupakan keinginan untuk mengembangkan hotel di luar angkasa.

Perjalanan tersebut disimulasikan akan memakan waktu yang bervariasi tergantung wahana transportasi yang digunakan. Ada misi ke Bulan 1 tahun, jika menggunakan teknologi SMART-1 ESA, ada misi 5 hari menggunakan teknologi antariksa China Chang’e-1, ada misi 36 jam menggunakan wahana teknologi dari Uni Soviet, yakni Luna 1, serta ada misi 8 jam menggunakan wahana antariksa milik NASA, New Horizons.

Kemudian perjalanan ke Mars dari Bumi bisa memakan waktu antara enam dan delapan bulan. Itu sedikit lebih lama dari yang dibutuhkan astronot untuk mencapai Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Lama perjalanan ini berhubungan dengan kesiapan wahana transportasi yang sangat terbatas kecepatannya. Kita tahu saat ini, pendekatan kecepatan cahaya telah menjadi salah satu perbandingan dalam menghasilkan berbagai objek luar angkasa.

Kita tahu, cahaya bergerak dengan kecepatan 186.000 mil per detik (300.000 kilometer per detik), sehingga dapat pergi dari Bumi ke Bulan hanya dalam waktu satu detik.

Salah satu objek buatan manusia tercepat saat ini adalah pesawat luar angkasa, dengan menggunakan roket untuk membebaskan diri dari gravitasi bumi, yang membutuhkan kecepatan 25.000 mph (40.000 km/jam).

Adapun pesawat luar angkasa yang dianggap tercepat adalah Parker Solar Probe milik NASA. Telah diluncurkan dari Bumi pada 2018, kemudian menelusuri atmosfer Matahari dan menggunakan gravitasi Matahari untuk mencapai 330.000 mph (535.000 km/jam).

Tentu, itu sangat cepat, namun hanya 0,05% dari kecepatan cahaya. Pertanyaannya: apa yang membuat manusia sulit untuk mencapai 1% dari kecepatan cahaya?

Ternyata jawabannya adalah faktor energi. Bahwasanya semua benda yang bergerak memiliki energi karena gerakannya. Para fisikawan menyebutnya sebagai energi kinetik. Formulanya adalah untuk melaju lebih cepat, maka anda perlu meningkatkan energi kinetik.

Salah satu cara yang diproyeksikan saat ini untuk membuat sesuatu bergerak sangat cepat adalah dengan menggunakan layar surya yang menempel pada pesawat ruang angkasa dan dirancang agar sinar matahari dapat mendorongnya, seperti angin di layar normal.

Dengan pemanfaatan layar surya ini, para ilmuwan memiliki ekspektasi untuk menghasilkan energi kinetik yang dapat mendorong pesawat ruang angkasa hingga 10% dari kecepatan cahaya .

Jika umat manusia masih terbatas pada sebagian kecil dari kecepatan cahaya, maka mimpi berwisata dengan destinasi ke planet-planet dan bintang-bintang sulit bahkan tidak akan terwujud.

Namun, percayakah anda jika perjalanan antar planet dan bintang itu akan enteng dan menjadi tidak mustahil bila anda adalah seorang ahli surga?

Dalam Al-Qur’an, surga digambarkan seluas langit dan bumi (Al-A’raf: 133, Al-Hadid: 21), sehingga dalam hitungan para ahli perbintangan luas surga sekira 13.000.000.000 tahun cahaya.

Dalam suatu riwayat (Imam at-Tirmidzi), “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, Ya Rasulullah, adakah di dalam surga kuda? Rasulullah menjawab: mudah-mudahan Allah memasukkan engkau dalam surga, maka engkau akan mendapat kendaraan berupa kuda yang terbuat dari Yaquut (permata mahal) berwarna merah, engkau dapat terbang dengannya di dalam surga kemana saja engkau kehendaki. Lalu bertanya pula seorang laki-laki lain: Ya Rasulullah, adakah di dalam surga unta? Berkata Rasulullah: mudah-mudahan Allah memasukkan engkau dalam surga, dan di dalamnya engkau akan mendapatkan apa saja yang diinginkan oleh keinginanmu dan apa saja yang disenangi oleh matamu.”

Hadits di atas juga terdapat dalam hadits lainnya yang menyatakan adanya kendaraan dalam surga. Oleh karena bangsa Arab belum mengenal kendaraan lain selain kuda dan unta atau semisalnya, maka Rasulullah menerangkan kendaraan surga dengan sebutan kuda atau unta. Namun dengan spesifikasi yang unik laksana burung, yakni bisa terbang ke destinasi mana saja sesuai keinginan para ahli surga atas izin Allah SWT.

Kendaraan tersebut disebutkan oleh Rasulullah, selain bisa terbang juga terbuat dari desain yang sangat modern, yakni dari permata termahal.

Dalam beberapa hadits lainnya diterangkan bahwa kendaraan yang dimaksud tidak buang air besar dan tidak buang air kecil. Suatu kendaraan yang dapat terbang tanpa bahan bakar seperti yang kita bayangkan saat ini dan tidak memiliki sistem buangan bahan bakar, sehingga kendaraan ini benar-benar ‘zero emission’.

Dengan demikian, pastilah kendaraan surga merupakan pesawat terbang tercanggih yang dijalankan berdasarkan kinetika dari iradah Allah SWT yang tak terbatas, dan diperuntukkan khusus kepada manusia-manusia ahli surga.

Wallahu a’lam.

Kinetika Surgawi Read More »

Kacamata Supraverse

Tentu mencari kacamata dengan spesifikasi atau merek ini “Supraverse”, tidak akan kita temukan di pemilik Ray-Ban Essilor Luxottica. Kenapa? Memang kacamata ini secara fisik belum ada yang produksi, baik lewat perusahaan apalagi perseorangan.

Terus, apa pentingnya ‘kacamata’ supraverse? Ini tentang ‘perspektif’ yang tentu penting bagi siapa saja yang meyakini kehidupan akhirat.

Kacamata ini bukanlah antitesa dari kacamata multiverse, yang saat ini dikembangkan oleh pemilik Facebook, Mark Zuckerberg bekerjasama dengan pemilik Ray-Ban Essilor Luxottica.

Kacamata multiverse bermerek Ray-Ban yang dikembangkan oleh Facebook tersebut merupakan salah satu langkah pertama menciptakan kacamata futuristik yang menambah dunia nyata dengan data atau grafik dari Internet.

Kacamata pintar yang disebut kacamata augmented reality ini, merupakan kacamata virtual di mana pengguna akan dapat ‘berteleportasi’ ke ruang digital menggunakan teknologi AR dan VR.

Tidak hanya Mark Zuckerberg yang kepincut dengan dunia metaverse, founder Microsoft, Bill Gates turut meramalkan bahwa tahun depan akan banyak orang yang mulai melakukan kegiatan kantor melalui metaverse.

Gates melihat bahwa Pandemi COVID-19 telah merevolusi tempat kerja, dengan lebih banyak perusahaan yang menawarkan fleksibilitas bagi karyawan yang ingin bekerja dari jarak jauh (work from home atau work from anywhere).

Dunia metaverse yang diprediksi akan segera terwujud, pertemuan akan berlangsung secara virtual yang dihadiri secara ‘langsung’ oleh karakter pengguna yang berwujud 3D. Pengguna juga bisa saling berinteraksi dengan avatar kolega kerja mereka.

Bahkan dunia metaverse ini, untuk pertama kalinya telah dimanfaatkan jasanya oleh pasangan dari Amerika Serikat, Traci (52) dan Dave Gagnon (60) untuk melangsungkan pernikahan virtual. Upacara pernikahannya pun disiapkan oleh Virbela, perusahaan yang membangun lingkungan virtual untuk bekerja, belajar maupun membuat acara.

Hanya saja, dunia metaverse akan merubah struktur interaksi manusia, bahkan kepribadian manusia.

Manusia dalam kesendirinnya disiapkan fasilitas untuk berselancar bebas secara emosi ‘penuh’ yang menyandera kesadarannya untuk berinteraksi dengan berbagai suasana yang merupakan habitat dan kebiasaannya. Kenapa? Karena mesin Artificial Intelligence (AI) memanjakannya dengan pelayanan sesuai kesukaannya.

Bekerjanya mesin AI tersebut, dampaknya sudah bisa kita bayangkan sejak awal, bahwasanya mesin-mesin kapitalisme yang dimasukan sebagai salah satu karakter dasar dunia metaverse yang dikembangkan saat ini, akan ‘menahan’ manusia, khususnya generasi muda dalam jebakan teknologi mereka.

Efek ‘toksik’ dunia gym akan bertambah konsentransi-nya dalam ‘senyawa’ metaverse ini. Generasi muda muslim kita akan berpotensi kehilangan vitalitasnya sebagai generasi sosial yang berkarakter rabbani. Juga berpotensi akan mengganggu kematangan kepribadian generasi muda kita, jika tangan-tangan kapitalisme menjadi pengendali utamanya.

Oleh karena itu, kita membutuhkan kacamata supraverse, sebuah ‘kacamata’ literasi yang senantiasa menyadarkan manusia akan misi penciptaannya, bahwasanya dunia ini jangan sampai menjadi panggung senda gurau yang melalaikan kita semua akan kehidupan akhirat yang abadi.

Lalu, di mana kacamata supraverse ini bisa dijumpai? kacamata ini adalah perspektif –yang mungkin saja bisa diteknologikan di kemudian hari– menjadi kacamata futuristik yang dapat menjadi piranti dakwah, dan berbagai kompetensi amal sholeh.

Adapun substansi kacamata supraverse ini (sebagai perspektif) bisa diinstal di masjid, majelis-majelis ilmu, dsb.

Wallahu a’lam bish-shawabi.

Kacamata Supraverse Read More »

Ecosystem Restoration

Sumber: www.iucn.org

Sejak 2020, hasil penelitian para ilmuwan menemukan hal yang mengejutkan tentang bumi. Mereka menemukan bahwa bumi mulai berputar lebih cepat, yang mengakibatkan hari-hari menjadi lebih pendek.

Setidaknya, perputaran bumi saat ini lebih cepat dibanding kapan pun dalam 50 tahun terakhir. Menurut catatan selama 50 tahun terakhir, rekor 28 hari tercepat atau terpendek terjadi pada 2020. Ini karena bumi menyelesaikan rotasi di sekitar porosnya lebih cepat sekian milidetik daripada rata-rata.

Sayangnya hingga saat ini, para ilmuwan belum mendapatkan alasan yang meyakinkan terkait mengapa terjadi peningkatan laju rotasi bumi tersebut. Sementara itu, pada tahun 2021 diperkirakan bumi akan berputar lebih cepat dari biasanya.

Hal tersebut membuat waktu seolah terasa lebih singkat, di mana rata-rata hari berlangsung 0,5 detik lebih pendek dari hitungan sempurna 24 jam.

Walaupun demikian, para peneliti meyakini bahwa kondisi ini hanyalah bersifat sementara, yang akan kembali normal di masa-masa mendatang.

Sesungguhnya bagi seorang muslim, sangat meyakini bahwa segala kejadian yang menimpa bumi dan segenap isinya tidak terlepas dari kehendak Allah SWT.

Allah SWT menghubungkan segala kejadian di bumi bersifat sebab akibat. Kerusakan dan kebaikan kehidupan bumi terkait dengan baik buruknya perilaku manusia.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum[30]:41, “telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). “

Jika demikian, apakah mungkin memendeknya putaran waktu berhubungan dengan kelalaian manusia? Jawabannya adalah wallahu a’lam bishshowab.

Namun, yang patut direnungkan adalah tentang fakta ka’bah sebagai Pusat Bumi.

Adalah Prof Hussain Kamel (Peneliti dari Mesir) dan Dr. Abdul Basith Muhammad as-Sayid, salah satu anggota Haiah al-I’jaz al-ilmi lil Quran wa as-Sunah (Majelis Keajaiban Ilmiyah Alquran dan sunah) mengemukakan fakta, bahwa Mekkah merupakan pusat bumi.

Fakta tersebut, menurutnya selaras dengan firman Allah SWT dalam QS. Asy-Syura[42]:7, “Dan demikianlah Kami wahyukan Al-Qur’an kepadamu dalam bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk Ummul Quro dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul (Kiamat) yang tidak diragukan adanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka.”

Kata Ummul Quro pada ayat di atas, yang diartikan sebagai Kota Mekkah, sebagian para penafsir memaknainya relevan dengan makna sebagai Pusat Bumi.

Fakta ini memperkuat pemahaman kita tentang makna thawaf dalam peristiwa haji, yang dilaksanakan setiap tahunnya. Bahwa sesungguhnya gerakan thawaf jamaah haji, mengelilingi ka’bah bukanlah peristiwa biasa. Akan tetapi, gerakan thawaf tersebut, membawa energi yang luar biasa bagi bumi yang kita tempati ini.

Agus Mustofa mengistilahinya dengan sebutan Spiritual Cosmology.

Selain itu lokasi Ka’bah adalah tegak lurus dengan Baitul Makmur, tempat para malaikat melakukan thawaf di langit.

Dengan demikian, berkurangnya manusia yang melaksanakan ibadah haji dan umroh di Mekkah setiap tahunnya, tidak hanya mengurangi pencapaian ibadah haji dan umroh bagi kaum muslimin di seluruh dunia, tetapi bisa saja berhubungan dengan kondisi bumi kita.

Tercatat bahwa, sejak 2020, ketika Pandemi Corona terjadi di berbagai belahan bumi, termasuk Arab Saudi, maka jumlah jamaah haji di Mekkah mengalami penurunan yang sangat drastis.

Sebelumnya setiap tahun, jumlah jamaah haji di Mekkah bisa mencapai 2,4 juta orang. Namun, dalam ibadah haji tahun 2020, dengan alasan pandemi Covid-19, pemerintah Saudi memutuskan hanya mengizinkan sebanyak 10.000 orang. Itu pun cuma untuk warga negara Saudi dan warga negara lain yang bermukim di Tanah Suci.

Itu berarti terjadi pengurangan sebanyak 99% jamaah haji yang melakukan thawaf. Dan kita meyakini bahwa keadaan demikian ini tidak baik bagi kaum muslimin, bahkan tidak baik untuk seluruh manusia dan planet bumi yang dihuninya.

Ditambah lagi tahun ini, Kementerian Agama Republik Indonesia memutuskan kembali tidak mengirim jamaah pada ibadah haji 2021 tahun ini. Penundaan ini menjadi yang kedua setelah tahun lalu (tahun 2020), pemerintah juga tak mengirim jamaah haji karena pandemi virus corona.

Tanggal 5 Juni 2021, seluruh dunia memperingati hari lingkungan hidup, dengan mengkampanyekan pentingnya pemulihan bumi. Sayangnya, sepanjang bumi ini diatur dengan hukum-hukum yang tidak bersandar pada hukum-hukum Allah SWT, maka bumi ini akan selalu mengalami ketidakkeseimbangan.

Kenapa demikian? Oleh karena bumi ini diciptakan oleh Allah SWT lengkap dengan aturan-aturan-Nya. Namun, karena kesombongan manusia, tergeserlah hukum-hukum Allah SWT dengan membuat dan menerapkan hukum-hukum kreasi manusia sendiri.

Kita ini menganggap bahwa bumi beserta lautannya, gunung-gunungnya, segenap yang kita lihat dan pijak ini, kita menganggapnya hanyalah benda mati dan abai untuk dipertimbangan, itu tentu saja adalah kesalahan besar.

Padahal kesemuanya itu adalah peralatan-peralatan yang diciptakan oleh Allah SWT, yang dapat menghidupkan sekaligus dapat membinasakan manusia. Kenapa demikian? Karena hakekatnya seluruh benda-benda di bumi ini berzikir kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadits —derajat dha’if, tapi boleh digunakan untuk alasan ‘peringatan’—, dari Imam Ahmad meriwayatkan dalam “Musnad”-nya , dari Umar bin Al-Khathab ra, Rasulullah Saw, bersabda, “Tidak ada satu malam-pun, kecuali di dalamnya lautan mendekat ke bumi tiga kali, meminta ijin kepada Allah untuk membanjiri/menenggelamkan mereka. Maka Allah -Azza wa Jalla- menahannya.

Oleh karena itu, keberlanjutan bumi ini membutuhkan orang-orang shaleh, yang tidak hanya dibutuhkan ibadah dan zikirnya, tetapi pada saat yang sama selaras dengan pikiran dan amalan nyatanya.

Persis seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang ketika ia memimpin, maka seluruh kekuasaannya menghadirkan kemakmuran. Atas kemakmuran dalam kepemimpinannya, sampai-sampai harimau dan kambing dapat bermain bersama.

Hanya dengan indikator sistem seperti inilah, semangat kita untuk melakukan Ecosystem Restoration, sebagaimana Tema hari Lingkungan Hidup Se-Dunia tahun 2021 ini akan dapat diwujudkan.[]

Ecosystem Restoration Read More »

WakatobiAIS dan Tragedi Perairan Batang

Sumber foto: www.liputan6.com

“Kapal nelayan berbobot 30 gross ton milik Hermanto warga Kelirahan Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang mengalami kecelakaan di perairan utara Batang, dua orang dari 14 orang yang berada di kapal Berkah Abadi berhasil ditemukan selamat, sisanya masih dalam belum ketemu”. Demikian www.liputan6.com membuka pewartaaannya terkait tragedi kecelakaan laut di perairan Batang pada 14 Januari 2021 (https://www.liputan6.com/regional/read/4456742/tragedi-tabrakan-kapal-tengah-malam-12-nelayan-hilang-di-perairan-batang).

Kejadian ini mengingatkan kita pada peristiwa kecelakaan laut pada 2 Januari 2019. Peristiwa tersebut menimpa tiga nelayan Banten yang terlibat kecelakaan laut dengan Kapal Baruna Jaya 1 milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang sedang melakukan survey (https://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/en/home/2169-hikmah-tragedi-baruna-jaya-i-saatnya-wakatobiais-selamatkan-nelayan).

Kita juga masih ingat kejadian yang menimpa Aldi, seorang nelayan Minahasa Utara yang 1,5 bulan hanyut terombang-ambing hingga di Perairan Laut Jepang tahun 2018 (https://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/en/component/content/article/36-berita/2056-kenapa-aldi-life-of-pi-bisa-hanyut-ke-guam-ini-penjelasannya).

Tragedi seperti ini merupakan peristiwa nelayan hilang yang berulang, dan terkesan mengalami pembiaran. Pembiaran yang dimaksud berhubungan dengan kelambanan para pihak melakukan upaya mitigasi agar kejadian serupa dapat dikurangi kejadian dan resikonya.

Bukankah sejak 2018, KKP melalui Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK BRSDM KP) bermitra dengan Lab Solusi 247 telah memperkenalkan peralatan mitigasi kecelakaan laut untuk nelayan kecil?

Peralatan mitigasi kecelakaan laut untuk nelayan kecil tersebut disebut dengan WakatobiAIS. WakatobiAIS sendiri merupakan akronim dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan Obyek Berbasis Automatic Identification System.

Penggunaan alat ini akan membantu keberadaan kapal nelayan kecil akan terbaca pada kapal-kapal berdimensi besar. Sehingga resiko kecelakaan laut bisa dihindari dan/atau dapat diminimalisasi.

Padahal regulasi kita sangat mendukung, baik terkait kewajiban kapal-kapal berdimensi besar maupun akses nelayan kecil untuk mendapatkan teknologi tersebut.

Kapal penumpang dan Kapal barang Non Konvensi dengan ukuran paling rendah GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia, serta pada Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, serta (3) pada Kapal penangkap ikan berukuran dengan ukuran paling rendah GT 60 (enam puluh Gross Tonnage) wajib dipasang AIS Klas B.

Sedangkan teknologi AIS untuk nelayan kecil dapat diakses melalui kewajiban pemerintah (pusat) dan daerah untuk merealisasikan jaminan keselamatan Nelayan dalam melakukan Penangkapan Ikan sebagaimana amanat Pasal 40 ayat 1 UU 7/2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Salah satu teknologi yang mendukung keselamatan nelayan kecil tersebut adalah WakatobiAIS.

Lalu, apa kendalanya pengimplementasian WakatobiAIS padahal telah lulus uji sertifikasi di Kementerian Perhubungan? Ya, ditahap hilirisasi membutuhkan political will dari para pengambil kebijakan untuk mendorong pemanfaatannya.

Mengenai informasi WakatobiAIS dapat diakses melalui link ini: https://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/en/home/2145-wakatobiais-perangkat-ais-class-b-buatan-indonesia.

WakatobiAIS dan Tragedi Perairan Batang Read More »