Scientist

Daniel Bernoulli, Ilmuwan Jenius yang Dicemburui Ayahnya Sendiri

Daniel Bernoulli lahir di kota Groningen, Belanda, pada 8 Februari 1700. Ia berasal dari keluarga Swiss yang sangat terkenal dalam dunia matematika. Ayahnya, Johann Bernoulli, adalah seorang dokter sekaligus ahli matematika ternama yang dijuluki sebagai “Archimedes pada zamannya”. Dari keluarganya inilah bakat matematika Daniel tumbuh subur. Namun ironisnya, meskipun ayahnya sangat jenius, Johann justru tidak ingin Daniel mengikuti jejaknya sebagai ahli matematika karena merasa profesi itu tidak menghasilkan cukup uang. Ia mendorong Daniel untuk belajar bisnis, tapi Daniel menolak. Akhirnya, mereka sepakat Daniel belajar kedokteran, sebagai jalan tengah.

Daniel mematuhi keinginan ayahnya dan belajar kedokteran sejak usia 15 tahun di Heidelberg, Strasbourg, dan Basel. Namun, kecintaannya pada matematika tak pernah padam. Diam-diam ia tetap mempelajari fisika dan matematika, bahkan belajar langsung dari ayahnya. Ia mulai melakukan eksperimen fluida dan menyadari bahwa semakin tinggi air dalam bejana, maka semakin cepat air keluar. Ia menghubungkan temuan ini dengan konsep energi potensial dan energi kinetik.

Daniel Bernoulli, Ilmuwan Jenius yang Dicemburui Ayahnya Sendiri Read More »

Tim Berners-Lee: Sang Penemu Dunia Web yang Mengubah Dunia

Timothy John Berners-Lee, atau yang lebih dikenal dengan Tim Berners-Lee, lahir di London pada 8 Juni 1955. Ia tumbuh di keluarga yang dekat dengan dunia komputer. Kedua orang tuanya, Mary Lee Woods dan Conway Berners-Lee, pernah bekerja dengan komputer komersial pertama di dunia, Ferranti Mark 1. Tim kecil sudah akrab dengan teknologi sejak dini, bahkan ia belajar banyak tentang elektronik melalui hobinya merakit dan memainkan kereta model. Masa kecilnya diisi dengan rasa ingin tahu yang tinggi, termasuk saat bersekolah di Sheen Mount Primary School dan kemudian di Emanuel School, London. Setelah lulus sekolah, ia melanjutkan pendidikan ke Queen’s College, University of Oxford, dan berhasil meraih gelar sarjana fisika dengan predikat terbaik pada tahun 1976.

Setelah lulus kuliah, Berners-Lee bekerja sebagai insinyur di Plessey Telecom di Dorset. Di sana, ia menangani berbagai sistem, mulai dari sistem transaksi terdistribusi, pengiriman pesan, hingga teknologi barcode. Pada 1978, ia pindah ke D.G. Nash, perusahaan milik teman-temannya, tempat ia membuat perangkat lunak penyusun huruf untuk printer dan sistem operasi multitugas. Pada 1980, Berners-Lee bekerja di CERN, organisasi penelitian nuklir Eropa. Di tempat inilah ide besarnya mulai terbentuk. Ia mengusulkan sistem berbasis “hypertext” untuk memudahkan para peneliti dalam berbagi dan memperbarui informasi. Ia membuat prototipe sistem bernama ENQUIRE, yang terinspirasi dari buku tua berjudul Enquire Within Upon Everything.

Tim Berners-Lee: Sang Penemu Dunia Web yang Mengubah Dunia Read More »

Emile Berliner: Sosok Jenius di Balik Gramofon, Piringan Hitam, dan Mesin Pesawat

Emile Berliner, seorang penemu hebat yang lahir di Hannover, Jerman pada 20 Mei 1851, dikenal luas sebagai orang yang menciptakan gramofon dan piringan hitam datar yang menjadi cikal bakal teknologi rekaman suara massal yang murah. Penemuannya ini menggantikan silinder Edison yang lebih rapuh dan sulit digunakan. Berliner juga merancang mesin pembakaran putar ringan yang cocok untuk pesawat terbang, sebuah inovasi penting dalam dunia penerbangan.

Berliner merupakan anak dari pasangan Samuel dan Sarah Berliner dan menjadi salah satu dari tiga belas bersaudara. Ayahnya seorang pedagang, sedangkan ibunya dikenal sebagai musisi amatir. Setelah lulus dari Samsonschule di Wolfenbuttel pada usia 14 tahun, ia bekerja serabutan di Hannover untuk membantu keuangan keluarga. Pada tahun 1870, ia hijrah ke Amerika Serikat dan menetap di Washington, D.C. Di sana, ia bekerja sebagai penjaga toko sebelum pindah ke New York untuk belajar fisika di kelas malam di Cooper Union Institute.

Ketertarikan Berliner pada teknologi dimulai saat ia melihat perkembangan telepon karya Alexander Graham Bell. Ia menciptakan mikrofon yang mampu memperbesar suara telepon, kemudian menjual temuannya kepada The Bell Telephone Company dan bekerja di sana sebagai asisten peneliti. Pada 1881, Berliner menjadi warga negara Amerika dan menikahi Cora Adler, dengan siapa ia dikaruniai enam anak.

Emile Berliner: Sosok Jenius di Balik Gramofon, Piringan Hitam, dan Mesin Pesawat Read More »

Alexander Graham Bell: Penemu Telepon yang Terinspirasi dari Kesalahan

Alexander Graham Bell adalah sosok luar biasa yang dikenal sebagai penemu telepon. Menariknya, penemuan ini justru berawal dari kesalahpahaman Bell saat membaca karya ilmiah berbahasa Jerman. Bell salah memahami diagram dalam buku tersebut dan mengira bahwa seluruh suara manusia bisa diubah menjadi sinyal listrik, padahal penulisnya hanya berhasil mengubah bunyi vokal. Namun, justru kesalahan ini membuat Bell semakin yakin bahwa suara manusia bisa dikirim melalui kabel listrik.

Bell lahir pada 3 Maret 1847 di Edinburgh, Skotlandia, dari pasangan Eliza Grace Symonds dan Alexander Melville Bell. Ayahnya adalah seorang profesor di bidang pelafalan dan penulis buku tentang cara berbicara yang banyak digunakan di Inggris dan Amerika Utara. Bell kecil belajar di rumah sampai usia 11 tahun, lalu melanjutkan ke Royal High School di Edinburgh. Ia tidak terlalu berprestasi di sekolah, tetapi selalu penuh ide dan rasa ingin tahu. Saat berusia 12 tahun, ia bahkan menciptakan mesin untuk memisahkan kulit gandum yang kemudian dipakai bertahun-tahun di pabrik milik keluarga temannya.

Alexander Graham Bell: Penemu Telepon yang Terinspirasi dari Kesalahan Read More »

Emil Behring: Di Balik Pengembangan Vaksin yang Menyelamatkan Jutaan Nyawa

Emil Adolf von Behring adalah seorang ilmuwan asal Jerman yang namanya diabadikan dalam sejarah dunia medis. Lahir pada 15 Maret 1854 di Hansdorf, Jerman, Behring dikenal luas berkat penemuannya atas vaksin difteri dan tetanus yang telah menyelamatkan jutaan nyawa, terutama para tentara yang terluka pada masa Perang Dunia Pertama. Atas jasanya, Behring dianugerahi Hadiah Nobel pertama di bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1901.

Behring lahir dalam keluarga besar sebagai anak sulung dari tiga belas bersaudara. Ayahnya seorang guru sekolah, sehingga biaya untuk membiayai kuliah Behring cukup berat bagi keluarganya. Ia pun memutuskan untuk belajar di Sekolah Kedokteran Militer di Berlin agar mendapatkan biaya pendidikan, dengan syarat wajib mengabdi di dinas militer selama sepuluh tahun setelah lulus. Pada tahun 1878, Behring berhasil meraih gelar dokter dan mulai mengabdi sebagai dokter bedah di Polandia.

Selain melaksanakan tugasnya, Behring juga sangat tekun meneliti penyakit menular. Pada awal kariernya, ia meneliti iodoform, zat yang digunakan untuk mengobati luka. Ia menemukan bahwa iodoform tidak membunuh kuman, melainkan menetralkan racun yang dihasilkan kuman tersebut. Temuan ini diterbitkan dalam makalah ilmiah pertamanya pada tahun 1882. Bakat Behring membuat pemerintah militer Jerman mengirimnya untuk belajar lebih dalam tentang metode eksperimen di bawah bimbingan ahli farmakologi terkenal. Pada tahun 1888, Behring kembali ke Berlin dan bekerja bersama Robert Koch di Institut Higiene Universitas Berlin.

Emil Behring: Di Balik Pengembangan Vaksin yang Menyelamatkan Jutaan Nyawa Read More »

Henri Becquerel, Penemu Radioaktivitas yang Mengubah Dunia

 

 

Setiap kali kita membicarakan radioaktivitas, nama Henri Becquerel pasti terlintas di benak. Dialah sosok ilmuwan yang pertama kali menemukan fenomena radioaktivitas, penemuan yang pada akhirnya membuatnya dianugerahi Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1903 bersama Pierre dan Marie Curie. Penemuan ini menjadi tonggak penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang fisika dan kedokteran.

Henri Becquerel lahir di Paris pada 15 Desember 1852. Ia berasal dari keluarga ilmuwan terkemuka. Ayahnya, Alexander Edmond Becquerel, adalah seorang profesor fisika terapan di École Polytechnique di Paris yang meneliti radiasi matahari dan fosforesensi. Sejak muda, Henri menunjukkan minat besar pada ilmu pengetahuan. Ia masuk École Polytechnique pada tahun 1872 dan kelak menjadi profesor fisika terapan di institusi tersebut.

Awalnya, setelah meraih gelar sarjana, Becquerel meniti karier sebagai insinyur. Ia bekerja di Departemen Jembatan dan Jalan Raya hingga akhirnya diangkat sebagai kepala insinyur pada tahun 1894. Meskipun sibuk bekerja, ia tetap melanjutkan pendidikannya dan berhasil meraih gelar doktor di bidang ilmu pengetahuan dari Fakultas Sains Paris pada tahun 1888. Setahun kemudian, ia terpilih menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis. Becquerel menikah dengan Louise Désirée Lorieux pada tahun 1890 dan dikaruniai seorang putra bernama Jean yang juga mengikuti jejaknya sebagai fisikawan.

Minat Becquerel pada radioaktivitas bermula dari keinginannya meneliti hubungan antara sinar-X dan fosforesensi alami. Ia mewarisi persediaan garam uranium dari ayahnya, yang diketahui dapat berpendar jika terkena cahaya. Dalam percobaannya, Becquerel meletakkan garam uranium tersebut di dekat pelat fotografi yang dilapisi kertas buram. Ternyata pelat itu menjadi buram tanpa paparan cahaya matahari. Hal ini menunjukkan bahwa uranium memancarkan sinar secara spontan.

Becquerel kemudian membuktikan bahwa sinar tersebut berasal dari atom uranium itu sendiri, bukan akibat fosforesensi biasa. Ia juga menemukan bahwa sinar ini mampu mengionisasi gas dan dapat dibelokkan oleh medan listrik atau magnet, berbeda dengan sinar-X. Penemuan ini menjadi dasar lahirnya konsep radioaktivitas. Pada tahun 1899, Becquerel memperlihatkan bahwa partikel beta, salah satu bentuk radiasi yang dipancarkan uranium, sejatinya adalah elektron berkecepatan tinggi yang keluar dari inti atom.

Selama meneliti batuan radioaktif, Becquerel sering mengalami luka bakar pada kulitnya. Pengalaman inilah yang kemudian membuka jalan bagi pemanfaatan radioaktivitas dalam dunia medis, khususnya untuk terapi kanker. Untuk menghormati jasanya, satuan radioaktivitas dinamakan becquerel (Bq).

Selain dikenal atas penemuan radioaktivitas, Becquerel juga menulis berbagai penelitian tentang sifat fisik kobalt, nikel, dan ozon. Ia mengkaji cara kristal menyerap cahaya dan meneliti polarisasi cahaya. Karya-karyanya banyak dipublikasikan di Annales de Physique et de Chimie serta Comptes Rendus de l’Académie des Sciences. Becquerel juga dihormati di berbagai lembaga ilmiah bergengsi seperti Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis, Accademia dei Lincei, dan Royal Academy of Berlin. Ia menerima berbagai penghargaan, termasuk gelar Officer of the Legion of Honor.

Henri Becquerel menghembuskan napas terakhir pada 25 Agustus 1908 di Le Croisic, Brittany, Prancis. Warisannya di dunia sains terus hidup hingga kini, membawa manfaat besar bagi kemajuan teknologi dan kesehatan.[]

Henri Becquerel, Penemu Radioaktivitas yang Mengubah Dunia Read More »

Arnold Orville Beckman: Ahli Kimia Jenius di Balik Alat Ukur Modern

Arnold Orville Beckman dikenal sebagai seorang ahli kimia asal Amerika Serikat yang juga seorang musisi, dosen, pengusaha, dan dermawan. Namanya terkenal di dunia karena penemuannya dalam bidang alat-alat ilmiah, salah satunya adalah pH meter elektronik yang digunakan untuk mengukur tingkat keasaman. Alat ini sangat membantu perkembangan ilmu biologi manusia. Beckman juga menciptakan alat dengan resistansi variabel yang disebut Helipot®. Berkat penemuan pH meter tersebut, lahirlah perusahaan Beckman Instruments. Selain itu, Beckman adalah orang yang mendanai perusahaan transistor silikon pertama, yang kemudian menjadi cikal bakal kawasan teknologi dunia yang dikenal sebagai Silicon Valley.

Beckman lahir pada 10 April 1900 di Cullom, Illinois. Ayahnya bekerja sebagai pandai besi. Minat Beckman pada ilmu pengetahuan muncul ketika ia berusia sembilan tahun. Saat itu, ia menemukan buku kimia di loteng rumahnya dan mulai mencoba berbagai percobaan yang ada di dalamnya. Tidak hanya pada sains, Beckman juga mencintai musik sejak kecil. Saat remaja hingga masa kuliahnya, ia sering bermain piano, bahkan membentuk band dansa sendiri. Untuk membantu keuangan keluarga dan biaya kuliahnya, Beckman sering mengiringi film bisu di bioskop lokal dengan permainan pianonya.

Beckman menempuh pendidikan di Universitas Illinois dan lulus pada tahun 1922 dengan gelar teknik kimia. Setahun kemudian, ia meraih gelar master di bidang kimia fisik. Pada 1924, Beckman melanjutkan studi doktoralnya di California Institute of Technology (Caltech), Pasadena. Namun, ia sempat kembali ke New York untuk bersama tunangannya, Mabel Meinzer. Mereka menikah pada 1925 dan bersama-sama kembali ke California dengan mobil Model T milik Beckman. Beckman akhirnya meraih gelar doktor dalam bidang fotokimia di Caltech pada 1928 dan kemudian menjadi dosen kimia di sana mulai tahun 1929 hingga 1940.

Ketertarikan Beckman pada dunia elektronika dan kemampuannya dalam merancang alat ukur membuatnya disegani di lingkungan kampus. Dengan izin presiden Caltech, Robert Millikan, Beckman mulai menerima pekerjaan konsultasi dari luar kampus. Salah satu kliennya, Sunkist, menghadapi masalah dalam mengukur keasaman produk mereka secara tepat. Saat itu, metode seperti kertas lakmus kurang efektif. Untuk menjawab tantangan itu, pada tahun 1935 Beckman berhasil membuat pH meter elektronik pertama yang berhasil secara komersial. Alat ini awalnya disebut acidimeter. Ia lalu mendirikan perusahaan National Technical Laboratories (NTL) untuk memasarkan alat tersebut melalui katalog perlengkapan ilmiah.

Selama hampir lima puluh tahun, Beckman terlibat langsung dalam perusahaannya. Ia terus menciptakan berbagai alat ilmiah, seperti Beckman DU ultraviolet spektrofotometer pada 1940 dan Beckman IR-1 spektrofotometer inframerah–kasatmata pada 1942. Perusahaannya berganti nama menjadi Beckman Instruments, Inc. pada tahun 1950. Setelah pensiun pada 1983, Beckman banyak mengabdikan diri dalam kegiatan amal. Ia mendirikan beberapa yayasan dan menyumbangkan dana dalam jumlah besar untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Atas jasanya, Beckman menerima berbagai penghargaan bergengsi. Pada 1987, ia dilantik sebagai anggota National Inventors Hall of Fame yang ke-65 di Akron, Ohio. Pada 2004, ia menerima Lifetime Achievement Award dari lembaga yang sama. Beckman juga memperoleh National Medal of Technology pada 1988 dan National Medal of Science yang diserahkan langsung oleh Presiden Amerika Serikat saat itu, George H. W. Bush pada 1989.

Arnold Orville Beckman meninggal dunia pada 18 Mei 2004 di Scripps Green Hospital, La Jolla, California, dalam usia 104 tahun.[]

Arnold Orville Beckman: Ahli Kimia Jenius di Balik Alat Ukur Modern Read More »

George Beadle: Ilmuwan Hebat di Balik Misteri Gen dan Enzim

George Beadle adalah seorang ahli genetika asal Amerika Serikat yang dikenal luas karena penemuannya mengenai peran gen dalam mengatur proses biokimia di dalam sel. Lahir pada 22 Oktober 1903 di Wahoo, Nebraska, Beadle tumbuh di sebuah peternakan milik keluarganya. Ibunya meninggal saat ia masih berusia empat tahun, dan kemudian kakak laki-lakinya juga meninggal pada 1913. George bersama adik perempuannya dibesarkan oleh sang ayah, Chauncey Elmer Beadle, dengan bantuan para penjaga rumah tangga. Awalnya, sang ayah berharap George akan meneruskan usaha bertani keluarga mereka. Namun, berkat dorongan seorang guru sains di sekolah menengahnya, Bess MacDonald, George memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

George menempuh pendidikan di College of Agriculture di Lincoln, Nebraska, dan lulus dengan gelar Sarjana Sains pada 1926. Ia kemudian meraih gelar Magister Sains setahun berikutnya. Pada tahun 1931, George memperoleh gelar doktor di Cornell University setelah meneliti perilaku kromosom pada jagung. Penelitiannya ini semakin menguatkan minatnya pada genetika.

George Beadle: Ilmuwan Hebat di Balik Misteri Gen dan Enzim Read More »

William Bayliss: Ilmuwan Lembut Penemu Hormon Pertama Dunia

William Maddock Bayliss bukanlah sosok yang banyak dikenal di luar dunia sains, namun jasanya sangat besar bagi dunia medis dan biologi modern. Ia adalah ahli fisiologi asal Inggris yang bersama rekannya, Ernest Starling, menemukan hormon pertama yang dikenal manusia: secretin. Penemuan ini membuka gerbang baru dalam ilmu kedokteran, khususnya dalam memahami bagaimana tubuh manusia bekerja melalui zat-zat kimia alami yang disebut hormon.

Bayliss lahir pada 2 Mei 1860 di Butcroft, Wednesbury, Inggris. Ia adalah anak tunggal dari pasangan Moses Bayliss, seorang pengusaha pabrik baut, dan Jane Maddock. Masa kecilnya dihabiskan di Wolverhampton, di mana ia sempat magang di rumah sakit lokal agar tertarik pada dunia medis. Meskipun ia tidak menyelesaikan masa magangnya, bibit ketertarikannya terhadap ilmu tubuh manusia sudah tumbuh. Ia melanjutkan pendidikan ke University College London pada 1881, lalu ke Wadham College, Oxford, empat tahun kemudian untuk mempelajari ilmu alam, khususnya fisiologi, yang kala itu merupakan bidang yang sedang berkembang pesat.

William Bayliss: Ilmuwan Lembut Penemu Hormon Pertama Dunia Read More »

Ibn Battuta, Penakluk Dunia dengan Pena dan Kaki dari Dunia Muslim

 

 

Nama Ibn Battuta mungkin tidak sepopuler Marco Polo di telinga banyak orang, tetapi kisah perjalanannya yang menakjubkan sebenarnya jauh melampaui apa yang dicapai oleh penjelajah Eropa mana pun di zamannya. Lahir dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibn Battuta di Tangier, Maroko, pada 24 Februari 1304 Masehi (703 Hijriah), ia berasal dari keluarga Muslim Berber yang terpandang dan dikenal sebagai hakim. Pendidikan agamanya dalam bidang hukum Islam berjalan dengan baik, tetapi pada usia 21 tahun, hasratnya akan petualangan membuatnya meninggalkan rumah dengan tujuan awal untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

Siapa sangka, perjalanan haji yang seharusnya hanya berlangsung beberapa bulan justru menjelma menjadi petualangan panjang selama hampir tiga dekade. Ibn Battuta menjelajahi hampir seluruh dunia Islam yang dikenal saat itu, dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan dan Timur, hingga ke Timur Tengah, anak benua India, Asia Tengah, Asia Tenggara, bahkan Tiongkok. Hampir semua perjalanannya ia tempuh lewat darat, dan demi keselamatan, ia sering bergabung dengan rombongan kafilah dagang.

Selama perjalanannya, ia tidak hanya menjadi penonton, tapi juga bagian dari kehidupan masyarakat yang ia kunjungi. Di kota Sfax, Tunisia, ia menikah. Di India, ia dipercaya menjadi seorang hakim oleh Sultan Delhi. Di beberapa tempat, ia mengalami kapal karam, kerusuhan, hingga perang. Meski demikian, semangat menjelajahnya tidak padam. Ia menembus gurun Sahara untuk sampai ke Kerajaan Mali di Afrika dan terkesan dengan peradaban Islam yang telah menyebar ke pelosok benua.

Namun, perjalanan ini juga membawa banyak kejutan budaya bagi Ibn Battuta. Ia sering terkejut dengan kebiasaan lokal yang tidak sesuai dengan latar belakang keislaman ortodoksnya. Di wilayah Turki dan Mongol, ia heran melihat wanita bebas berbicara dan berpendapat. Di Maladewa dan sebagian wilayah Afrika, pakaian masyarakat yang dianggap terlalu terbuka membuatnya merasa tidak nyaman.

Pada tahun 1355, Ibn Battuta akhirnya kembali ke kampung halamannya di Tangier setelah mengelilingi dunia Islam selama lebih dari 29 tahun. Di sana, ia menyampaikan semua kisah perjalanannya kepada seorang penulis bernama Ibn Juzay. Kisah tersebut kemudian dibukukan dalam karya berjudul Rihla (yang berarti “perjalanan”), yang menjadi warisan berharga mengenai kehidupan dan budaya masyarakat dunia pada abad ke-14. Meski ada keraguan apakah ia benar-benar mengunjungi semua tempat yang ia ceritakan, karena beberapa bagian tampaknya diambil dari cerita orang lain atau pengembara sebelumnya, catatannya tetap dianggap sangat penting dalam sejarah.

Setelah menyelesaikan Rihla, Ibn Battuta diangkat menjadi hakim di Maroko dan meninggal dunia sekitar tahun 1368. Meskipun masa tuanya tidak banyak diketahui, warisannya sebagai penjelajah dunia Islam tetap abadi. Kisah hidupnya adalah bukti bahwa semangat belajar dan menjelajah mampu melampaui batas-batas geografis, budaya, dan zaman.[]

Ibn Battuta, Penakluk Dunia dengan Pena dan Kaki dari Dunia Muslim Read More »