Community

Ta’āwun: Ketika Kerja Sama Menjadi Ibadah

Kolaborasi atau dalam bahasa Arab dikenal dengan ta’āwun, bukan hanya sekadar kerja sama biasa, tetapi mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan moral yang dalam. Dalam Islam, konsep ini sangat ditekankan, terutama dalam konteks menolong satu sama lain dalam kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (at-taqwā), bukan dalam keburukan atau pelanggaran. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 2 yang menyuruh umat Islam untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan menjauhi kolaborasi dalam dosa.

Dalam tafsir para ulama besar seperti Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir, dijelaskan bahwa kolaborasi yang dianjurkan adalah yang mendukung nilai-nilai yang Allah perintahkan, seperti keadilan, kebaikan, dan ketakwaan. Sedangkan kerja sama dalam keburukan, seperti membantu dalam hal yang haram, dilarang keras. Rasulullah SAW pun menegaskan pentingnya menolong saudara, bahkan saat ia berbuat salah. Namun, menolong dalam konteks ini bukan membiarkan kesalahan, melainkan mencegah dan menasihati agar ia tidak terjerumus lebih jauh. Itulah bentuk tolong-menolong yang sejati.

Ta’āwun: Ketika Kerja Sama Menjadi Ibadah Read More »

Ali bin Abi Thalib, Kepemimpinan yang Mengayomi

Menjadi pemimpin bukan hanya soal memegang kekuasaan dan mengatur orang lain, melainkan tentang kemampuan membimbing dan merawat seperti seorang ayah terhadap anak-anaknya. Seorang pemimpin sejati adalah mereka yang tidak hanya fokus pada hasil, tetapi juga peduli pada proses tumbuh dan berkembangnya orang-orang yang ia pimpin. Dalam dunia kerja, hal ini berarti bahwa atasan sebaiknya hadir sebagai sosok yang mampu memberi perlindungan, keteladanan, dan nasihat dengan penuh kasih, bukan sekadar sebagai pemberi perintah.

Falsafah kepemimpinan seperti ini sebenarnya sudah dicontohkan sejak lama oleh tokoh-tokoh besar, salah satunya Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat umat Islam. Ia pernah menasihati seorang bawahannya yang bernama Malik bin Al-Asytar agar memperlakukan pegawai dan rakyat sebagaimana orang tua memperlakukan anak-anaknya. Menurutnya, seorang pemimpin harus bisa mengajarkan dan membimbing dengan sabar, memberi maaf saat ada kesalahan karena lupa, dan bila perlu memberikan sanksi, maka sanksi itu pun harus bersifat mendidik, bukan menyakitkan.

Pesan ini menegaskan bahwa dalam manajemen, pendekatan yang mengayomi jauh lebih efektif dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Ketika pegawai merasa dihargai dan diperlakukan dengan hormat, mereka akan lebih mudah termotivasi, lebih loyal, dan lebih bertanggung jawab. Sebaliknya, jika kepemimpinan dibangun dengan ketakutan, tekanan, dan jarak, maka yang terjadi adalah kehampaan hubungan kerja, rendahnya kepercayaan, bahkan potensi konflik yang tinggi.

Dalam praktiknya, pemimpin yang mengayomi tidak berarti lemah atau membiarkan segala sesuatu berjalan semaunya. Justru, ia hadir sebagai sosok yang tegas namun penuh pengertian, adil dalam menilai, dan tulus dalam membina. Ia mampu menyeimbangkan antara memberi kepercayaan dan memberi arahan, antara memberi kelonggaran dan memberi tanggung jawab. Dengan cara ini, ia bukan hanya membentuk tim kerja yang sukses, tapi juga membangun manusia-manusia yang kuat, mandiri, dan bijaksana.

Pemahaman seperti ini sangat relevan di tengah dinamika organisasi modern yang menuntut kecepatan dan hasil. Kepemimpinan yang mengayomi menjadi nafas baru dalam manajemen yang berorientasi pada nilai kemanusiaan, bukan sekadar target. Ia menciptakan suasana kerja yang sehat secara mental, emosional, dan sosial. Dalam jangka panjang, model kepemimpinan semacam ini terbukti mampu melahirkan generasi pemimpin baru yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual.[]

Ali bin Abi Thalib, Kepemimpinan yang Mengayomi Read More »

Ali bin Abi Thalib: Menata Ulang Negeri di Tengah Krisis

Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, dunia Islam berada dalam keadaan yang genting. Ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat sebagai pemimpin baru, ia langsung menghadapi situasi politik yang sangat tidak stabil. Banyak wilayah kekuasaan Islam yang terombang-ambing dan tidak lagi mematuhi kepemimpinan pusat. Keadaan ini bukan hanya menyulitkan jalannya pemerintahan, tetapi juga memperkeruh suasana di ibu kota Madinah, tempat pemerintahan Islam berpusat. Kepercayaan terhadap otoritas pusat melemah, dan rakyat menanti kepastian dalam kepemimpinan yang baru.

Ali bin Abi Thalib menyadari betapa berat beban yang harus dipikulnya. Belum tuntas berkabung atas wafatnya Utsman bin Affan, ia sudah harus mengambil keputusan penting untuk menjaga kestabilan kekuasaan. Salah satu langkah krusial yang disarankan oleh para penasehatnya adalah melakukan pengangkatan ulang atau pergantian para gubernur di berbagai wilayah. Langkah ini dipandang sebagai cara untuk menyegarkan kembali struktur pemerintahan dan mengembalikan loyalitas para pemimpin daerah kepada pusat kekhalifahan di Madinah.

Ali bin Abi Thalib: Menata Ulang Negeri di Tengah Krisis Read More »

Pemimpin Agung dan Sahabat Budaknya

Sulaiman al-Qanuni adalah sosok pemimpin besar yang meninggalkan jejak kuat dalam sejarah Kesultanan Utsmani. Meski berasal dari keturunan bangsawan dan merupakan putra mahkota, Sulaiman sejak muda dikenal sangat dekat dengan rakyat. Ia bahkan bersahabat akrab dengan seorang budak bernama Ibrahim yang kelak menjadi penasehat paling dipercayainya. Kedekatan itu tidak sekadar simbol, tetapi menjadi bukti bahwa Sulaiman memiliki cara pandang yang sangat terbuka dan tidak membatasi hubungan hanya berdasarkan status sosial. Pada usia 17 tahun, Sulaiman sudah dipercaya ayahnya untuk menjadi gubernur Provinsi Kaffa. Setelah itu, ia terus mendapat kepercayaan untuk memimpin wilayah strategis seperti Sarukhan dan Edirne sebelum akhirnya naik takhta menggantikan ayahnya, Sultan Salim I, pada tahun 1520 ketika usianya baru menginjak 25 tahun.

Penampilan dan karakter Sulaiman juga menjadi perhatian para utusan asing yang pernah menemuinya. Salah satunya Bartolomeo Contarini dari Venesia, yang menggambarkannya sebagai sosok bertubuh tinggi dan kuat, berkulit lembut, serta berwajah panjang dengan hidung melengkung. Yang lebih mengesankan adalah kebijaksanaannya dan kecintaannya pada ilmu, yang membuat banyak orang meyakini bahwa masa pemerintahannya akan membawa kejayaan. Sulaiman muda juga dikenal mengagumi tokoh besar seperti Aleksander Agung, yang mungkin turut mempengaruhi semangat dan strategi militernya dalam memimpin ekspansi wilayah.

Pemimpin Agung dan Sahabat Budaknya Read More »

Pesan untuk Rakyat dari Pemimpin Bijak Umar bin Abdul Aziz tentang Akhirat

Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berdiri di hadapan orang-orang dan menyampaikan khutbah yang singkat, tetapi sarat makna. Ia tidak berbicara panjang lebar atau membicarakan rencana-rencana besar pemerintahan. Ia justru memusatkan perhatian pada satu hal yang sering dilupakan: akhirat. Dalam khutbahnya, ia mengatakan bahwa ia mengumpulkan mereka bukan untuk sebuah urusan duniawi, melainkan karena ia merenungkan tentang tempat kembali setiap manusia. Menurutnya, orang yang hanya percaya pada kehidupan setelah mati namun tidak mempersiapkan diri sama saja dengan orang bodoh. Sementara orang yang tidak mempercayainya sama sekali adalah orang yang akan binasa.

Ucapan itu begitu kuat karena menyentuh inti dari kehidupan manusia: bahwa semua yang hidup pasti akan mati dan akan dihadapkan pada pertanggungjawaban atas hidupnya. Umar bin Abdul Aziz menekankan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Yang abadi bukanlah harta, jabatan, atau kesenangan duniawi, melainkan tempat kembali kita setelah mati. Ia menggambarkan manusia sebagai makhluk yang diciptakan untuk hidup selamanya, tetapi berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dari dunia ke alam kubur, lalu ke akhirat.

Pesan untuk Rakyat dari Pemimpin Bijak Umar bin Abdul Aziz tentang Akhirat Read More »

Rahasia Umur Panjang Centenarian Acciaroli

 

 

Sebuah desa kecil bernama Acciaroli di wilayah Cilento-Salerno, Italia selatan, telah menjadi perhatian dunia ilmiah karena jumlah penduduknya yang luar biasa banyak yang berusia lebih dari 100 tahun dan tetap sehat secara fisik maupun mental. Studi selama satu dekade yang dinamai Cilento Initiative on Aging Outcomes (CIAO) telah mengungkap sejumlah faktor yang diyakini berperan besar dalam umur panjang para centenarian—sebutan bagi mereka yang berusia lebih dari seabad—yang tinggal di wilayah ini. Penelitian ini dimulai sejak tahun 2015 dan disimpulkan dalam sebuah simposium ilmiah yang berlangsung pada 22-23 Mei 2025. Dalam simposium tersebut, para ilmuwan dari seluruh dunia berkumpul untuk membedah hasil studi ini yang luar biasa.

Hasil studi menunjukkan bahwa pola makan dan gaya hidup merupakan dua faktor utama yang paling konsisten dikaitkan dengan umur panjang. Hampir 90% centenarian di wilayah ini menjalani pola makan Mediterania, yaitu makanan yang kaya akan buah dan sayuran segar, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, minyak zaitun, serta konsumsi daging merah dalam jumlah sangat terbatas. Menurut Dr. Salvatore di Somma, peneliti utama dari Italia dalam studi ini dan pendiri Great Health Science, diet Mediterania bukan sekadar menu makanan, tetapi merupakan cara hidup yang memberikan dampak kesehatan yang nyata dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam salah satu percobaan, hanya dalam enam hari setelah mengganti pola makan Eropa Utara dengan diet Mediterania, peserta studi mengalami peningkatan senyawa metabolit yang terkait dengan penurunan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit jantung, serta penurunan biomarker yang berkaitan dengan konsumsi daging merah.

Selain pola makan, gaya hidup para centenarian ini juga menunjukkan konsistensi luar biasa. Mereka secara rutin aktif secara fisik dan memiliki hubungan sosial yang erat dengan keluarga dan komunitas. Dr. Paola Antonini, kepala medis dan ilmiah di Great Health Science, menjelaskan bahwa banyak dari mereka tetap memiliki fungsi kognitif yang tajam, stabil secara emosional, serta memiliki daya tahan terhadap penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson. Mereka juga cenderung memiliki tingkat optimisme yang tinggi, kepribadian yang stabil, serta tujuan hidup yang jelas.

Penelitian CIAO juga menggali aspek biologis dengan teknologi canggih seperti epigenomik, metabolomik, dan analisis multi-omics. Salah satu temuan penting adalah bahwa sistem kekebalan tubuh para centenarian menunjukkan respons yang terkoordinasi dengan baik terhadap ancaman kesehatan. Peneliti dari UC San Diego, Dr. Allen Wang, menekankan pentingnya membaca tanda-tanda epigenetik untuk memahami bagaimana faktor lingkungan sepanjang hidup, termasuk diet dan gaya hidup, membentuk kesehatan di usia tua. Dalam analisis awal, ditemukan bahwa sel-sel imun seperti T-cell dan makrofag dari para centenarian memiliki regulasi sitokin yang efisien dan komunikasi yang aktif antar sel, sesuatu yang penting dalam mencegah peradangan kronis.

Studi ini juga menunjukkan bahwa secara biologis, para centenarian ini lebih muda dari usia kronologis mereka. Dengan menganalisis lebih dari 32.000 metabolit dari darah 128 centenarian dan 50 orang kontrol, para ilmuwan menemukan bahwa secara rata-rata, usia biologis para centenarian delapan tahun lebih muda dari usia mereka yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan kemampuan tubuh mereka dalam menjaga kesehatan sel dan organ lebih baik dibandingkan kebanyakan orang lain seusia mereka. Meski demikian, penelitian juga mencatat bahwa para centenarian ini memiliki kadar penanda peradangan yang tinggi, yang biasanya merupakan faktor risiko penyakit. Namun, tampaknya tubuh mereka juga menghasilkan zat anti-peradangan dalam jumlah tinggi yang menetralkan dampak negatif dari peradangan tersebut.

Aspek penting lainnya adalah sirkulasi darah mikro yang tetap baik pada usia tua. Para centenarian dari Cilento menunjukkan sirkulasi darah yang efisien, setara dengan orang yang usianya 30 tahun lebih muda. Kadar hormon bio-ADM (adrenomedulin) dalam darah mereka juga rendah, suatu indikator kesehatan pembuluh darah yang baik. Penelitian lanjutan bahkan mengindikasikan bahwa enzim PAM (dipeptidyl alpha amidating monooxygenase) bisa digunakan untuk meningkatkan kadar bio-ADM dan memperbaiki fungsi pembuluh darah, termasuk pada otak.

Efek positif dari pola hidup ini juga mulai diuji di tempat lain. Di Australia, seorang dokter bernama Robert Hetzel melakukan studi kecil terhadap 23 pasien berusia 55–79 tahun. Mereka diminta mengikuti lima kebiasaan sehat selama tiga tahun, yaitu mengadopsi diet Mediterania, olahraga setiap hari, tidur cukup, aktivitas kreatif yang menstimulasi otak, dan memperkuat hubungan sosial. Hasilnya memang belum konklusif karena jumlah peserta yang kecil, tetapi banyak dari mereka melaporkan penurunan berat badan, peningkatan kesehatan, dan suasana hati yang lebih baik.

Penelitian CIAO yang dipublikasikan oleh Sanford Burnham Prebys pada tanggal 11 Juni 2025 ini merupakan langkah besar dalam memahami rahasia umur panjang. Para peneliti kini berupaya menyatukan seluruh data biologis dan sosial yang telah dikumpulkan dengan bantuan kecerdasan buatan untuk menemukan formula baru dalam memperpanjang usia sehat manusia. Jika rahasia umur panjang benar-benar tersembunyi di darah, otak, dan minyak zaitun masyarakat Acciaroli, maka dunia punya banyak hal untuk dipelajari dari desa kecil ini.[]

Rahasia Umur Panjang Centenarian Acciaroli Read More »

Pasar Tanpa Muslim: Kegelisahan Umar yang Terlupakan

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau dikenal sebagai pemimpin yang sangat memperhatikan kesejahteraan umat dan keadilan sosial. Suatu hari, ketika ia mengunjungi pasar, Umar mendapati bahwa hampir semua pedagang di sana bukan berasal dari kalangan kaum Muslimin, melainkan dari penduduk daerah-daerah yang baru dibebaskan. Keadaan ini membuatnya sedih dan cemas. Baginya, pasar adalah urat nadi ekonomi masyarakat, dan keterlibatan umat Islam di dalamnya sangat penting, bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi tetapi juga untuk menjaga kemandirian komunitas Muslim.

Melihat kenyataan itu, Umar segera mengumpulkan para pemimpin dan menegur mereka. Ia mengkritik keras sikap sebagian orang yang meninggalkan perdagangan dengan alasan bahwa mereka sudah merasa cukup dengan harta rampasan perang. Dalam pandangan Umar, pemikiran semacam itu sangat berbahaya. Ia menegaskan bahwa jika kaum Muslimin tidak lagi aktif berdagang, maka mereka akan menjadi bergantung pada orang lain, baik laki-laki maupun perempuan. Umar mengingatkan bahwa rezeki dari Allah tidak hanya datang melalui rampasan perang atau bantuan, tetapi juga melalui usaha dan kerja keras seperti berdagang.

Pasar Tanpa Muslim: Kegelisahan Umar yang Terlupakan Read More »

Keteladanan Umar bin Al-Khathab: Tegas pada Diri, Tegas pada Keluarga

Umar bin Al-Khathab adalah sosok pemimpin yang bukan hanya dikenal karena keberanian dan keadilannya, tetapi juga karena komitmen pribadinya terhadap nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab. Dalam setiap langkah kepemimpinannya, Umar selalu menekankan pentingnya konsistensi antara ucapan dan tindakan. Ia menyadari betul bahwa rakyat bukan hanya mendengar, tetapi juga memperhatikan dan mencontoh perilaku pemimpinnya. Karena itu, Umar tidak segan untuk terlebih dahulu menertibkan diri dan keluarganya sebelum menertibkan rakyatnya.

Sebagai Amirul Mukminin, Umar memegang prinsip bahwa siapa pun yang berada di lingkaran keluarganya harus menjadi teladan, bukan beban bagi umat. Ia tidak ingin keluarganya menikmati privilese atau keuntungan dari posisinya sebagai pemimpin. Bahkan, ia bersumpah akan memberikan hukuman dua kali lipat kepada keluarganya jika melanggar peraturan yang ia buat untuk rakyat. Ketegasan ini menunjukkan bahwa Umar tidak ingin ada celah dalam keadilan, bahkan jika itu menyangkut orang-orang yang paling dekat dengannya.

Keteladanan Umar bin Al-Khathab: Tegas pada Diri, Tegas pada Keluarga Read More »

Baktilah Seperti Abu Bakar, Cintai Ayah Sepenuh Hati

Abu Bakar Ash-Shiddiq bukan hanya sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, tapi juga teladan dalam kasih sayang dan bakti kepada orang tua. Kisah hidupnya menyentuh hati, salah satunya terjadi saat ia melaksanakan umrah pada bulan Rajab, tahun ke-12 Hijriah. Ketika sampai di Makkah, Abu Bakar tak langsung menuju tempat suci atau bersantai—ia justru menuju rumahnya, ingin bertemu sang ayah, Abu Qufahah.

Waktu itu, Abu Qufahah sedang duduk di depan rumah bersama beberapa pemuda. Begitu tahu putranya datang, beliau berdiri. Melihat itu, Abu Bakar langsung meloncat turun dari untanya meski hewan itu belum sempat duduk. Ia bergegas, penuh hormat dan cinta, menyambut ayahnya.

Tak hanya dalam pertemuan biasa, dalam urusan harta pun Abu Bakar menunjukkan betapa ia menjunjung tinggi peran seorang ayah. Suatu hari, seseorang mengadukan pada Abu Bakar—yang saat itu menjabat sebagai khalifah—bahwa ayahnya ingin mengambil semua hartanya. Tapi Abu Bakar tak langsung memihak. Ia berkata lembut kepada sang ayah, bahwa ia hanya berhak mengambil secukupnya. Namun sang ayah membalas, “Bukankah Rasulullah bersabda: ‘Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu?'”

Baktilah Seperti Abu Bakar, Cintai Ayah Sepenuh Hati Read More »

Tanpa Kepercayaan Publik, Kebijakan Iklim Tak Akan Pernah Berhasil

Salah satu kesalahan terbesar dalam perumusan kebijakan iklim adalah terlalu fokus pada teknologi dan ekonomi, sementara suara masyarakat justru sering diabaikan. Akibatnya, banyak kebijakan ambisius yang gagal mendapat dukungan publik, dan ini bisa menjadi hambatan serius dalam upaya menghadapi krisis iklim.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Vincent de Gooyert dan timnya dari Radboud University Nijmegen mengungkap bahwa kebijakan iklim di Eropa saat ini lebih menekankan pada solusi teknis seperti teknologi penangkap dan penyimpan karbon (CCS), tanpa mempertimbangkan bahwa masyarakat juga perlu merasa dilibatkan dan dipercaya. Padahal, CCS adalah teknologi penting untuk mencapai target iklim, tetapi perkembangannya terhambat karena tidak ada pihak yang benar-benar mau mengambil langkah pertama. Industri meminta subsidi, pemerintah menunggu dukungan publik, dan masyarakat justru ingin industri menunjukkan komitmen lebih dulu. Alhasil, semua pihak saling menunggu dan kebijakan tidak bergerak.

Tanpa Kepercayaan Publik, Kebijakan Iklim Tak Akan Pernah Berhasil Read More »