Jangkar Legitimasi Kepemimpinan Islam di Balik Monarki Herediter

Para ulama seperti al-Mawardi dalam Al-Ahkam al-Sultaniyyah, menerima realitas politik ini dan menyatakan bahwa selama bai’at diberikan, dan pemimpin menjalankan tugas syariat serta menjaga keamanan umat, keabsahan kekhalifahan tetap terjaga, meskipun sistemnya berubah. Bahkan dalam kekhalifahan Turki Utsmani, bai’at tetap dijadikan salah satu prosesi penting dalam peralihan kekuasaan sultan, dengan melibatkan kaum ulama sebagai pihak yang menyatakan legitimasi keagamaan terhadap penguasa baru.

Di sisi lain, bai’at juga berfungsi sebagai kontrak sosial simbolik. Umat Islam menyerahkan loyalitas kepada khalifah, dengan syarat bahwa ia menegakkan keadilan dan syariat. Dalam konteks monarki, kontrak ini menjadi lebih formal, namun tetap berfungsi sebagai legitimasi religius yang membedakan khalifah dari raja biasa. Oleh karena itu, walaupun sistem monarki menyimpang dari mekanisme ideal awal khilafah, gelar khalifah tetap relevan karena ditopang oleh ritual bai’at dan legitimasi keagamaan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *