Jika dibandingkan dengan peradaban besar lainnya seperti Romawi, Tiongkok, atau Barat modern, Islam menampilkan model resiliensi yang khas. Peradaban Romawi, misalnya, mengandalkan kekuatan militer, hukum sipil (jus romanum), dan arsitektur monumental sebagai simbol kekuasaannya. Ketika Romawi Barat runtuh pada abad ke-5 Masehi, warisannya berlanjut dalam bentuk Kekaisaran Byzantium dan kemudian menjadi fondasi bagi Eropa Kristen. Namun, nilai-nilai utamanya melemah seiring waktu dan digantikan oleh sistem feodalisme dan gerejawi. Sementara itu, peradaban Tiongkok berkali-kali mengalami siklus keruntuhan dan kebangkitan. Dinasti berganti, dari Qin hingga Tang, Ming, dan Qing, namun nilai-nilai utama seperti Konfusianisme dan konsep Mandat Langit tetap bertahan dan menjadi dasar resiliensi budaya mereka.
Adapun peradaban Barat modern membangun ketahanan peradabannya melalui pencapaian teknologi, demokrasi, dan ekonomi kapitalis. Namun, peradaban Barat juga menghadapi tantangan serius dalam bentuk krisis spiritual, sekularisasi ekstrem, dan ketimpangan sosial-ekonomi. Tidak seperti peradaban Islam yang memiliki kekuatan spiritual kolektif dan jaringan global berbasis nilai, peradaban Barat saat ini lebih rapuh dari sisi nilai fundamental.