Namun badai besar datang pada tahun 1258 Masehi ketika pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan menyerbu dan menghancurkan Baghdad, membunuh Khalifah al-Musta’sim, dan meruntuhkan jantung kekuasaan dunia Islam. Peristiwa ini menjadi tragedi besar, namun bukan akhir dari peradaban Islam. Sebaliknya, titik ini menunjukkan betapa resiliensnya umat Islam. Tak lama setelah itu, para ulama dan pemimpin Muslim berhasil membangkitkan kembali simbol khilafah di Kairo di bawah Dinasti Mamluk. Meski khilafah saat itu hanya bersifat simbolik, keberadaannya tetap menjadi sumber spiritualitas dan legitimasi keagamaan bagi umat Islam di berbagai wilayah.
Ibnu Khaldun, pemikir besar Muslim, menjelaskan bahwa peradaban mengalami siklus yang terdiri dari fase kelahiran melalui solidaritas sosial (ʿasabiyyah), kejayaan melalui institusi, dan kemunduran yang diikuti oleh kebangkitan baru. Pemikiran ini menjelaskan mengapa umat Islam selalu mampu membangun kembali kekuatan mereka bahkan setelah keruntuhan yang besar. Contohnya adalah kebangkitan Kekaisaran Utsmaniyah, yang setelah menaklukkan Mesir pada tahun 1517 M, Sultan Selim I mengambil alih gelar Khalifah dan menjadikan Istanbul sebagai pusat baru kekhilafahan. Utsmaniyah mempertahankan posisi sebagai pusat dunia Islam selama lebih dari empat abad.