Islam & Eco-Arsitektural

Di Tiongkok Kuno, taman-taman istana memang dirancang alami dan menarik burung seperti bangau, tetapi tidak ditemukan struktur khusus untuk kenyamanan burung liar. Di Jepang, arsitektur kuil Shinto menghargai harmoni dengan alam, namun tetap tidak ada struktur fisik seperti rumah burung yang dibangun permanen untuk perlindungan atau makanan mereka.

Bandingkan dengan peradaban Islam, khususnya era Utsmaniyah, di mana rumah burung dibangun secara sistematis, berornamen indah, dan diposisikan sebagai bagian dari ibadah melalui wakaf. Di sinilah letak keunggulan peradaban Islam—yaitu mewujudkan kasih sayang sebagai prinsip spiritual dalam bentuk fisik yang nyata dan berkelanjutan.

Tak hanya itu, keberadaan karavanserai di sepanjang Jalur Sutra juga menjadi bukti nyata kepedulian Islam terhadap hewan pengangkut. Karavanserai menyediakan kandang nyaman, tempat makan, ventilasi, serta sistem pembuangan limbah khusus untuk hewan. Semua ini adalah bagian dari desain standar, bukan pelengkap belaka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *