Bandingkan pula dengan negara-negara tetangga dan pesaing regional. Malaysia tercatat sebagai salah satu negara dengan minat baca tinggi di Asia Tenggara, dengan 24 buku dibaca per orang per tahun dan rata-rata waktu membaca mencapai sekitar 487 jam per tahun. Singapura, meskipun lebih kecil secara geografis, memiliki ekosistem literasi digital yang matang. Penduduknya membaca sekitar 6,72 buku setahun, dan menghabiskan waktu sekitar 155 jam untuk membaca, dengan program literasi dimulai sejak pendidikan usia dini. Thailand juga tidak tertinggal jauh, dengan kebiasaan membaca sekitar 6,37 buku per tahun dan berbagai inisiatif nasional seperti Hari Buku dan program “One Tambon One Book” untuk mendorong minat baca di tingkat lokal.
Kesenjangan yang lebar ini menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya tertinggal dari negara maju, tetapi juga dari negara-negara tetangganya sendiri. Literasi yang rendah membuka peluang bagi berbagai risiko sosial: maraknya disinformasi, radikalisme digital, dan kesulitan dalam menghadapi kompleksitas global. Literasi bukan semata kemampuan membaca teks, tetapi membaca konteks dan zaman. Ia menjadi benteng pertama melawan kebodohan, kesesatan berpikir, dan manipulasi informasi.