Selain CO₂, gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH₄) juga semakin memperburuk pemanasan global. Di sisi lain, penurunan emisi sulfur dioksida (SO₂) – zat yang sebenarnya dapat sedikit mendinginkan planet – membuat efek pemanasan dari gas rumah kaca semakin terasa. Namun, perlu dicatat bahwa SO₂ berdampak buruk bagi kesehatan manusia, sehingga pengurangannya tetap merupakan langkah positif.
Pemanasan global juga menyebabkan ketidakseimbangan energi di bumi. Panas berlebih yang terperangkap di atmosfer mengakibatkan perubahan pada semua komponen sistem iklim, termasuk pencairan es, mencairnya permafrost, dan pemanasan lautan yang semakin cepat dari waktu ke waktu.
Dr. Karina Von Schuckmann dari Mercator Ocean International menjelaskan bahwa sekitar 91% dari panas berlebih diserap oleh lautan. Akibatnya, suhu laut meningkat, permukaan laut naik, dan cuaca ekstrem seperti badai menjadi lebih intens. Tahun 2024 mencatatkan suhu laut global tertinggi sepanjang sejarah.
Antara tahun 2019 hingga 2024, permukaan laut global naik sekitar 26 milimeter, lebih dari dua kali lipat laju tahunan rata-rata 1,8 mm yang tercatat sejak awal abad ke-20. Hal ini sangat merugikan wilayah pesisir yang rendah karena meningkatkan risiko banjir rob dan abrasi pantai.