Sidoharjo: Desa Santri di Jantung Lampung Selatan

Salah satu hal pertama yang saya perhatikan adalah nuansa kesantrian yang begitu mencolok di desa ini. salah seorang warga, mengabarkan bahwa terdapat lima pondok pesantren di desa ini. Sejumlah anak muda, remaja, hingga orang dewasa tampak mengenakan sarung dan kopiah dalam aktivitas sehari-hari. Penampilan ini bukan formalitas keagamaan, melainkan bagian dari identitas sosial yang dijalani dengan kesadaran dan kebanggaan. Di sela-sela masjid dan halaman rumah warga, saya melihat anak-anak berjalan berkelompok sambil mengaji atau bercengkerama dalam bahasa yang akrab.

Pada malam pertama di desa ini, saat dini hari saya mendengar azan, lalu segera saya bergegas ke Masjid at Taqwa—nama salah satu masjid di tempat ini. Dalam Masjid saya melihat satu orang jamaah sedang melaksanakan sholat—sepertinya yang mengumandangkan azan. Tidak lama berselang menyusul 2 jamaah berikutnya. Setelah 15 menunggu, tidak ada tanda-tanda akan dilaksanakan sholat Subuh, dan jamaah tidak bertambah jumlahnya sebagaimana sholat Magrib dan Isya. Setelah saling mengonfirmasi ternyata waktu baru menunjukkan pukul 02.45 WIB. Dan azan yang dikumandangkan tadi ternyata adalah azan pertama atau azan fajar awal. Dalam tradisi Islam, khususnya yang mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, azan ini memang disyariatkan untuk membangunkan orang-orang yang ingin shalat malam dan mengingatkan waktu sahur bagi yang berpuasa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *