Indonesia menjadi contoh nyata. Pada awal kemerdekaan, Indonesia menolak bantuan dan utang dari Amerika. Namun, melalui berbagai gejolak politik dan tekanan, Indonesia akhirnya tunduk dan terjerat utang sejak 1958. Sejak saat itu, Indonesia tak lagi sepenuhnya bebas menentukan arah kebijakan ekonominya karena selalu terikat dengan syarat-syarat dari negara dan lembaga donor.
Begitu pula di Afrika dan Asia, bantuan yang datang sering kali membawa syarat tersembunyi. Negara penerima diarahkan untuk mengikuti model pembangunan yang menguntungkan negara pemberi. Inilah wajah lain dari benefactorship, di mana bantuan menjadi kedok untuk memperpanjang dominasi ekonomi dan politik negara kuat.
Kini, semakin banyak yang menyadari bahwa tidak semua bantuan datang dengan niat tulus. Bantuan bisa jadi topeng untuk perangkap baru yang membatasi kedaulatan bangsa. Pertanyaannya: sampai kapan negara berkembang mau terus terikat dalam pusaran ini?[]