Sejarah Nusantara tidak lahir dalam ruang kosong. Sejarah kita dibentuk oleh banyak interaksi, baik dari dalam maupun luar negeri. Perjalanan dakwah Islam, misalnya, memberi warna besar pada wajah Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajah juga tak lepas dari peran ulama, pesantren, dan santri.
Untuk membaca sejarah dengan benar, dibutuhkan metode yang tepat. Dalam Islam, metode periwayatan sangat diutamakan. Periwayatan ini didukung dengan kajian sanad (jalur periwayatan) dan matan (isi riwayat), serta dilengkapi bukti fisik sejarah. Al-Qur’an dan hadits menjadi contoh sempurna betapa rapinya sejarah Islam disusun dan dijaga.
Pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan memperlihatkan betapa seriusnya umat Islam menjaga kemurnian sejarahnya. Langkah mereka bukan hanya menyusun lembaran-lembaran wahyu, tetapi juga memastikan tidak ada perbedaan bacaan yang merusak keaslian isi.
Begitu juga hadits Nabi Muhammad SAW, sejak masa sahabat hingga tabi’in dan tabi’ut tabi’in, telah melalui saringan yang sangat ketat. Para ulama hadits menempuh perjalanan jauh untuk mengumpulkan, membandingkan, dan menilai keabsahan setiap riwayat. Dari sinilah lahir karya-karya besar yang menjadi rujukan utama dalam memahami sejarah Islam.