Kabupaten Wakatobi, tentu memiliki pendekatan yang berbeda. Alih-alih meniru industrialisasi pelabuhan seperti Singapura, Wakatobi tentu relevan jika diarahkan sebagai eco-maritime center—yakni pusat ekonomi kelautan yang dibangun atas dasar konservasi, riset, pemberdayaan masyarakat, dan pariwisata bahari berkelanjutan. Keunggulan ekologis Wakatobi, sebagai bagian dari segitiga terumbu karang dunia, adalah modal yang tak dimiliki wilayah lain.
Tak hanya itu, jejaring transportasi laut antarpulau di Wakatobi telah lama tersedia dan siap dikembangkan. Konektivitas antara pulau-pulau besar seperti Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, serta akses reguler ke pelabuhan Baubau dan Kendari bahkan antarProvinsi, membentuk fondasi logistik laut yang sangat potensial. Yang dibutuhkan saat ini adalah optimalisasi: perbaikan atau peningkatan layanan pelabuhan, digitalisasi pelayaran, serta penyusunan sistem logistik laut berbasis kebutuhan lokal dan pariwisata.
Kemajuan lainnya adalah implementasi teknologi Automatic Identification System (AIS) yang telah dimanfaatkan oleh sejumlah nelayan lokal dengan branding WakatobiAIS, yang dikendalikan operasionalisasinya oleh Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK). Selain itu, ada Taman Nasional Wakatobi, Bidang Litbang Bappeda, Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Wakatobi (ITBMW), AKKP Wakatobi yang merupakan stakeholders lokal yang bisa memberikan dukungan dalam mendukung sistem kerja yang disiapkan dan dilakukan oleh Maritime Center. Apatah lagi lembaga-lembaga tersebut telah memiliki jejaring kemitraan baik nasional maupun internasional—suatu langkah penting menuju penguatan kapasitas daerah sebagai simpul teknologi dan inovasi kelautan.