
Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, kekuasaan umat Islam berada di tangan sahabat dekat beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dalam mengelola wilayah kekuasaan Islam yang luas, Abu Bakar menunjukkan kebijakan dan kehati-hatian yang luar biasa. Ia tidak serta merta mengganti para pemimpin daerah yang telah ditunjuk oleh Rasulullah. Justru, ia mempertahankan mereka selama tidak ada masalah atau kebutuhan mendesak untuk dipindah. Bahkan ketika ada perpindahan tugas, Abu Bakar selalu melibatkan diskusi langsung dengan orang yang bersangkutan dan tidak pernah memaksakan kehendaknya. Salah satu contohnya adalah ketika Amr bin Al-‘Ash diminta memimpin Palestina, ia terlebih dahulu dimintai persetujuan.
Dalam menunjuk pemimpin daerah atau panglima pasukan, Abu Bakar selalu bermusyawarah dengan para sahabat terpercaya seperti Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Ia memegang prinsip konsultasi dan persetujuan dalam setiap keputusan penting. Para pemimpin daerah, yang disebut wali, memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan roda pemerintahan. Mereka memimpin shalat Jumat dan shalat harian sebagai simbol kepemimpinan spiritual. Mereka juga memimpin peperangan, menjaga keamanan wilayah, menunjuk hakim dan pejabat lokal, serta mengurus administrasi dan pengelolaan sumber daya.
Yang muncul pertanyaan dalam kepala sya sekarang adalah
1.apakah semua pemimpin akan mampu berperilaku dan bertindak seperti Khalifah Abu Bakar “dalam sistem sekularisme ini” ??
2. Apakah setiap wali yang diutus oleh khalifah itu harus berasal dari madinah yang dekat dgn khalifah, Atau setiap pengangkatan wali itu dipilih salah satu dari setiap negeri untuk mewakili negerinya ???