
Saat membicarakan pemimpin ideal, banyak dari kita membayangkan sosok yang adil, sederhana, dan tidak memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Sosok seperti itu bukan hanya impian, tetapi benar-benar pernah ada dalam sejarah Islam. Salah satu contohnya adalah Umar bin Khattab, Khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Umar adalah pemimpin besar yang disegani karena keadilan dan kesederhanaannya. Ketika beliau menjabat sebagai khalifah, beliau tidak langsung mengambil gaji dari Baitul Mal (kas negara). Waktunya tersita untuk urusan umat, sementara kegiatan berdagang — yang dulu menjadi sumber nafkahnya — tidak lagi cukup untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarganya. Pada titik itu, Umar mengajak para sahabat bermusyawarah: “Apa yang boleh saya ambil dari tugas ini?”
Para sahabat menjawab dengan jujur dan tegas: ambillah secukupnya dari Baitul Mal untuk makan dan kebutuhan keluarga. Bahkan Ali bin Abi Thalib berkata, “Ambillah untuk makan siang dan makan malammu.” Akhirnya, Umar pun menerima gaji yang layak, hanya sebatas untuk mencukupi kebutuhan dasar — tidak lebih.