Tentu ini perlu kepastian, sehingga selayaknya pihak yang berwenang dapat mengambil inisiatif untuk mengendalikan informasinya, sebelum digiring, ditekel, dan disundul ke sana ke mari oleh opini.
Seberapa pentingkah opini tentang buaya di laut Wakatobi ini untuk direspon?
Sederhananya saja, sejak informasi ini tersebar, di perairan Waha Raya, tak ditemukan ada warga yang berani berenang: dari anak-anak hingga dewasa. Tentu pola serupa akan sama pada para penghobi diving, snorkeling, atau penikmat wisata air laut lainnya. Padahal kekuatan wisata di Wakatobi adalah perairan lautnya. Bahkan muncul seruan (liar) lokal agar aktivitas ‘panah-panah ikan’ dihentikan untuk sementara waktu. Jika ini terjadi, tentu akan ada dampak pendapatan dan suplai pangan, minimal pada skala desa.
Opini ‘liar’ buaya ini seyogyanya perlu ditanggapi. Ini dapat memengaruhi citra wisata laut Wakatobi, terlebih lagi bersinggungan dengan keselamatan jiwa warga. Buaya di laut itu bukanlah obyek estetika, tetapi ia adalah predator. Sehingga perairan Wakatobi harus dipastikan ‘zero buaya’.
ulasan yg sangat bagus, mencerahkan 👍
Pingback: Oh, Ternyata Ini Buaya Asli Wakatobi? – Sunarwan Asuhadi
Iyaa sy percaya dengan penemuan masyarakat dengan adanya buaya di kapota karna yg melihat nya lebih dari 1 orang
Saya kurang yakin dengan cerita ini
Saya kurang yakin terhadap cerita ini
Iyah
Spesies buaya muara (Crocodylus porosus) di Wakatobi kemungkinan berasal dari muara sungai di pesisir Selatan Pulau Buton. Buaya ini mungkin meninggalkan habitatnya karena gangguan seperti eksploitasi yang mempengaruhi kenyamanan dan habitat mereka. Migrasi mereka juga dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, termasuk hujan deras yang menurunkan salinitas air laut. Untuk mengatasi masalah ini, pengendalian buaya dan manajemen pembangunan yang mempertimbangkan ekosistem lokal sangat diperlukan.