Hanya saja sampai dengan tulisan ini dipublikasikan, Perpres tersebut belum tayang di mesin pencarian google.
“…akhirnya Wakatobi Resmi sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional “10 Bali Baru” BOP Wakatobi adalah starting point kebangkitan Ekonomi Wakatobi dan Sulawesi Tenggara dimasa Pandemi…”. Demikian cuplikan informasi dari akun tersebut.
Jika demikian, nampaknya Pemerintah Pusat menempatkan Wakatobi sebagai Kabupaten Pilihan dalam Kebijakan Pembangunan Pariwisata. Yang disebut dengan destinasi super-prioritas, bersama Kabupaten Belitung, Raja Ampat, dan Morotai, menyusuli Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), Likupang (Sulawesi Utara), dan Borobudur (Jawa Tengah) yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pertanyaannya: apa sikap masyarakat Wakatobi, dalam menghadapi kemungkinan perubahan dalam waktu-waktu ke depan, terkait status Wakatobi sebagai Destinasi Super-Prioritas tersebut?
Tentu, jawaban sederhananya adalah apapun itu, jika itu adalah kemanfaatan dan kebaikan, maka sudah barang tentu 100% akan didukung oleh masyarakat. Apalagi jika dengan kebijakan tersebut, urusan kebutuhan hidup akan semakin mendapatkan kemudahan.
Yang terpenting, warga tidak menjadi kehilangan saudara dan kerabat karena urusan lahan warisan, urusan bantuan, dan lain sebagainya. Termasuk warga tidak kehilangan akses terhadap sumberdayanya.
Sesungguhnya upaya Pemerintah membenahi pembangunan pariwisata, hakekatnya adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan juga pendapatan negara melalui kunjungan pariwisata.
Oleh karena itu, kebijakan pembangunan pariwisata tersebut harus selaras dengan pembangunan sumber daya manusia. Karena jika tidak, maka kebijakan tersebut akan merobohkan fundasi dasar pembangunan, yakni sumber daya manusia itu sendiri.
Apa gunanya infrastruktur fisik yang aneka macam, jika infrastruktur moral warga menjadi rusak. Karena pada gilirannya, moralitas warga akan menentukan nilai kemanfaatan sarana fisik yang ada.
Apatah lagi, sumberdaya manusia Indonesia sebesar 87,2% adalah muslim, dan warga Wakatobi sebanyak 99% adalah muslim. Maka formula pembangunannya adalah menempatkan nilai fisik bangunan harus sefungsi dengan latar spiritual dan etis masyarakatnya.
Sehingga mainstream kepariwisataan di Wakatobi harus dibarengi dengan upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan keimanan dan keberislaman penduduknya.
Dalam rangka menyelaraskan kegiatan pariwisata dengan kebutuhan kaum muslimin, di tingkat global telah diperkenalkan konsep Wisata Halal. Tidak hanya di negeri-negeri kaum muslimin, seperti: Malaysia, Indonesia, Turki, dan negeri Arab Timur Tengah, tetapi juga di negeri-negeri non muslim, seperti: Singapura, Thailand, Inggris, Jepang, dan lain sebagainya.
Bahkan di Wakatobi sejak 2018, telah ada satu Desa dari 100 Desa/Kelurahan di Wakatobi, yang mendeklarasikan dirinya sebagai Desa Wisata Halal. Yakni Desa Timu Kecamatan Tomia Timur.
Excellent post. I definitely appreciate this website. Thanks!