Lingkungan

Knot Amal

Pada 22 Desember 2021, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Jakarta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) telah menyampaikan potensi terjadinya bibit siklon tropis di Indonesia.

Suspek area potensi yang akan berdampak pada kondisi cuaca dan gelombang signifikan, berada di sekitar perbatasan wilayah laut Timor dan Arafura, atau sekitar perairan selatan Kepulauan Tanimbar (Saumlaki).

Salah satu area yang terdampak adalah wilayah Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi Sulawesi Tenggara. Pada Kamis (24/12/ 2021) terjadi angin ribut disertai hujan lebat pada 06.00 WITA sekitar 1 jam, dengan kecepatan 25 Knot atau setara dengan 46,3 km/jam.

Berdasarkan kelas kecepatan angin (Beaufort), angin kencang yang terjadi di Pulau Wangi-Wangi, masih terkategori sebagai angin ribut, yakni berkisar 45 – 54 km/jam.

Tentu ini masih jauh di bawah badai yang pernah menimpa Pulau Marshall di dekat Filipina pada tahun 1979, berupa badai Topan Tip dengan kecepatan angin 305 km/jam. Kecepatan ini menenggelamkan kapal dan menyebabkan banyak nelayan meninggal dunia.

Badai TopanTip ini disebut sebagai salah satu badai terhebat sepanjang sejarah bumi.

Adapun skala angin menurut Beaufort adalah sebagai berikut:
Skala 0 (0-1 km/jam): angin reda, tiang asap tegak
Skala 1 (2-6 km/jam): angin sepoi-sepoi, tiang asap miring
Skala 2 (7-12 km/jam): angin lemah, daun bergerak
Skala 3 (13-18 km/jam): angin sedang, ranting bergerak
Skala 4 (19-26 km/jam): angin agak keras, dahan bergerak
Skala 5 (27-35 km/jam): angin keras, batang pohon bergerak
Skala 6 (36-44 km/jam): angin sangat keras, batang pohon besar bergerak
Skala 7 (45-54 km/jam): angin ribut, dahan patah
Skala 8 (55-65 km/jam): angin ribut hebat, pohon kecil patah
Skala 9 (66-77 km/jam): angin badai, pohon besar tumbang
Skala 10 (78-90 km/jam): angin badai hebat, rumah roboh
Skala 11 (91-104 km/jam): angin taufan, benda berat berterbangan
Skala 12 (>105 km/jam): angin taufan hebat, benda beterbangan sejauh beberapa km

Skala-skala kecepatan ini, mengingatkan kita pada titian menuju surga, di mana manusia akan menempuhnya dengan skala kecepatan berdasarkan ‘knot’ amalan-amalan mereka di dunia.

Para ulama mengatakan, titian itu amat halus dan amat tajam serta amat licin sekali.

Menurut Al Fudhail bin ‘Iyadh, titian itu panjangnya 16.000 tahun perjalanan, padanya 5.000 pendakian (naik) dan 5.000 lembah (menurun) dan 5.000 tempat yang datar.

Orang-orang yang baik, yang kebajikannya lebih berat dari kejelekannya akan dapat menempuh titian itu dengan selamat dengan berbagai skala kecepatan menurut amal masing-masing.

Ada yang lambat, ada pula yang lebih cepat dari kilat. Mereka lalu berbondong-bondong masuk ke dalam surga.

Sedangkan orang-orang jahat tidak mungkin dapat melalui titian itu. Mereka jatuh tergelincir, akhirnya berbondong-bondong pula masuk ke dalam neraka.

Setidaknya ada sepuluh skala kecepatan saat melalui titian tersebut. Manusia yang pertama kali menginjakkan kakinya di titian (shirath) adalah Nabi Muhammad SAW, dia akan memimpin kumpulan-kumpulan umatnya dalam menyeberangi titian tersebut.

Kumpulan pertama melintas laksana kilat yang memancar. Disusul kumpulan kedua yang melintas seperti hembusan angin yang kencang. Kemudian kumpulan ketiga yang melintas seperti penunggang kuda yang baik/tercepat. Berikutnya kumpulan keempat yang melintas bak burung terbang yang cepat. Dan kumpulan yang kelima laksana orang berlari.

Selain itu, ada kumpulan keenam yang melintas dengan berjalan. Disusul kumpulan ketujuh yang melintas berdiri dan duduk karena dahaga dan penat yang terasa. Dosa-dosa terpikul di atas belakang mereka.

Kemudian kumpulan kedelapan menarik muka-muka mereka dengan rantai karena terlalu banyak kesalahan dan dosa mereka. Kumpulan ini begitu amat bergantungnya pada pertolongan Nabi Muhammad SAW.

Berikutnya kumpulan kesembilan dan kesepuluh tertinggal di atas titian, mereka tidak diizinkan untuk menyeberang.

Terkait dengan angin kencang dari bibit siklon tropis ini, Sebagian orang mungkin membuat kesimpulan bahwa, kejadian tersebut, adalah peristiwa biasa yang alamiah. Namun, bagi seorang muslim pasti meyakini bahwa, semua peristiwa di muka bumi ini, tak ada yang kebetulan terjadi, tetapi kesemuanya dalam izin dan pengetahuan Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam QS. al-An’aam: 59,

“Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Oleh karena itu, jangankan angin kencang yang telah menyebabkan pepohonan bertumbangan, dedaunan dan biji-bijian kering yang jatuh di tengah malam gelap gulita, pasti terjadi atas izin dan pengetahuan Allah SWT.

Maka dari itu, sekecil apapun tanda-tanda alam, termasuk angin kencang yang baru saja terjadi, hendaknya kita dapat mengambil ibrah, bahwasanya sehebat apapun kita manusia, ternyata kita tak memiliki kuasa apapun untuk menghindar dari azab Allah SWT, termasuk kematian, jika tanpa perlindungan dari Allah SWT.

Sesungguhnya di bumi ini terdapat tentara-tentara Allah yang tidak hanya berasal dari golongan malaikat, Nabi dan Rasul serta orang-orang sholeh. Tetapi juga, bala tentara Allah dapat berasal dari berbagai benda di alam raya ini.

Matahari pernah menahan agar tidak terbenam terlebih dahulu untuk membantu salah satu nabi dalam mengalahkan musuh. Dengan demikian, matahari adalah tentara Allah SWT.

Laut, berubah menjadi daratan kering, menyelamatkan Nabi Musa as dan pengikutnya. Laut adalah tentara Allah SWT.

Demikian pula angin, hujan, dan lain sebagainya, sewaktu-waktu dapat menjadi tentara Allah SWT, untuk menjadi penolong manusia ataupun menjadi azab pada manusia, jika manusia berkubang dalam kemaksiatan kepada Allah SWT.

Setiap kemaksiatan, baik besar ataupun kecil, akan menjadikan rusaknya kehidupan kita, hilangnya keberkahan hidup kita, bahkan ketika kemaksiatan itu menjadi tersebar merata, maka dampak kerusakannya juga merata.

Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan manusia dalam haditsnya, terkait 5 jenis bencana yang mengancam kaum muslimin.

Dalam Riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Saw, bersabda,

“Lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya: tidaklah kekejian/perzinahan menyebar di suatu kaum, hingga mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka, tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim, tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan, tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.”

Knot Amal Read More »

Derajat Bumi

Kalau kita mengamati keadaan cuaca akhir-akhir ini, nampak bahwa daerah kita masih berada pada musim hujan.

Kondisi ini sangat berbeda dengan cuaca di Sejumlah negara di kawasan bumi utara. Diberitakan, pada satu pekan terakhir ini, mereka merasakan cuaca panas yang luar biasa.

Saking panasnya cuaca tersebut, maka kondisinya digambarkan seolah-olah seperti hawa api neraka yang bocor dan menyapa bumi.

Gelombang panas menerpa Lithuania mencapai suhu 32 derajat Celcius, 35 derajat Celcius di sejumlah daerah Polandia, 36 derajat Celcius di sejumlah wilayah Jerman.

Kemudian Negara-negara Balkan, termasuk Bosnia dilaporkan bakal mencapai 39 derajat Celcius pada beberapa hari mendatang.
Suhu panas seperti ini setara dengan suhu panas bagi orang yang lagi sakit demam.

Kenaikan suhu ini merupakan yang tertinggi semenjak dunia memulai pengukuran suhu bumi secara modern dengan menggunakan termoneter sejak tahun 1850.

Sebelumnya suhu bumi terpanas terjadi pada tahun 2005 lalu, namun, saat ini, data suhu bumi menunjukkan bahwa, telah terjadi kenaikan suhu bumi sebesar dua kali lipat.

Menurut penelitian terbaru, saat ini bumi menyerap panas, dua kali lebih banyak dibanding 16 tahun lalu atau 2005.

Para ahli mengkhawatirkan, ini dapat meningkatkan kemungkinan percepatan perubahan iklim. Kondisi ini di antaranya akan menyebabkan lapisan es abadi atau gletser di bumi yang menutupi 10 persen lapisan tanah di Bumi ini akan mencair dengan sangat cepat.

Bayangkan, jika seluruh pencairan es abadi berupa air tawar itu masuk ke laut dan menurunkan kadar garam air laut, dampak apa yang akan terjadi?

Tentu selain peningkatan permukaan air laut yang mengancam berkurangnya luas daratan, juga akan mengancam kepunahan ikan dan makhluk hidup lainnya di lautan.

Sesungguhnya peningkatan suhu bumi ini, bukanlah karena faktor bumi ini sudah tua atau masih muda. Akan tetapi, disebabkan oleh ulah manusia dalam melakukan pembangunan, yang telah melampaui batas kemampuan bumi.

Bahkan hakekatnya pembangunan bumi hari ini, tak lagi pantas disebut sebagai pembangunan, akan tetapi layak disebut sebagai pemunduran bumi. Ketika banyak negara berlomba-lomba menghasilkan berbagai industri dan mengurangi tutupan hutan secara berlebihan.

Hari ini berbagai industri telah menghasilkan udara yang buruk akibat asap pabrik, kendaraan, dan kebakaran hutan dan lahan.

Negara-negara maju seperti China, Amerika Serikat, Rusia, dan beberapa negara Eropa berlomba-lomba memajukan industri mereka, satu sisi mereka menuntut negara-negara berkembang dan terbelakang untuk mempertahankan luas kawasan hutan.

Inilah kenyataan ketidakadilan dunia hari ini, sebagai bagian dari penjajahan dunia model baru dari negara-negara maju kepada negara berkembang dan negara terbelakang.

Sesungguhnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang dikendalikan oleh 5 negara, yang memiliki hak veto, yakni: Amerika Serikat (AS), Perancis, Inggris, China, dan Rusia, sungguh tak bisa diharapkan lagi menjaga kestabilan bumi.

Tidak hanya pada urusan keamanan manusia, yang hari ini diobrak-abrik oleh wabah Covid-19, kemudian peperangan, kemiskinan, dan berbagai kemaksiatan: perjudian, dan perzinahan yang merajalela.

Tetapi juga urusan merebaknya bencana alam: tsunami, banjir, longsor, dan meningkatnya suhu bumi.

Saat ini, bumi ini dan seluruh penghuninya, yakni: manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan memerlukan syari’at Islam.

Kenapa demikian?

Oleh karena politik, ekonomi, hukum, kesehatan, dan pendidikan, termasuk persoalan lingkungan hidup, sungguh tak lagi tegak atas nama keadilan, tidak lagi tegak atas nama kesejahteraan bersama.

Sesungguhnya sumber daya yang paling mahal saat ini, untuk kebutuhan pembangunan dunia, bukan lagi sumber daya alam, bukan juga semata-mata sumber daya manusia.

Tetapi sumber daya yang paling mahal saat ini adalah manusia-manusia mu’minun.

Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan seorang ber-KTP Islam tetapi belum tentu ia adalah seorang mu’min.

Kita bisa dengan mudah menemukan seorang magister, doktor, bahkan seorang professor. Tetapi kita akan kesulitan menemukan seorang mu’minun.

Adalah Syeikh Mutawalli Sya’rowi, ketika ditanya oleh seorang orientalis tentang ayat Al-Qur’anul karim, QS. An-Nisâ’: 141:

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”

Menurut orientalis ini, jika ayat ini benar: kenapa saat ini kaum muslimin dikuasai oleh orang-orang kafir?

Syeikh Mutawalli Sya’rowi menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa, ayat tersebut menggunakan kata mu’min bukan muslim.

Demikian juga Syeikh Syaqib Arsalan, dalam bukunya, “kenapa Islam mundur, yang lainnya maju?”, beliau menyebutkan bahwa penyebab Islam mundur disebabkan karena ummat Islam ini tidak menjadi mu’min, yakni tidak mengamalkan ajarannya sendiri.

Kaum muslimin hanya mengamalkan ajarannya: sebatas untuk sholat, puasa, haji, dan perkawinan saja.

Selebihnya, kaum muslimin saat ini: dari pribadi, keluarga, masyarakat bahkan hingga negaranya, mereka mengamalkan dan menghidupkan ajaran dari orang-orang Barat.

Oleh karena itu, bagaimana mungkin kita disebut sebagai seorang mukmin, jika tidak sampai meyakini dan mengamalkan sendiri ajaran Islam ini?

Bagaimana mungkin kita bisa menguasai dunia, dan berlepas diri dari pengaruh dan penguasaan orang-orang kafir, jika kita tidak mengamalkan ajaran Islam secara paripurna.

Terkait bagaimana Islam memperlakukan bumi, kita menemukan bagaimana Allah SWT memberi panduan dalam QS. Al-A’raf Ayat 56:

Janganlah kamu mengadakan kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada (Allah) dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.

Dalam tafsir Al-Bahru al-Muhith, Abu Hayyan mengatakan bahwa, ayat ini merupakan penegasan larangan Allah SWT kepada semua bentuk kerusakan.

Maka dari itu, membunuh jiwa, keturunan, harta benda, akal, dan agama merupakan perbuatan yang dilarang. Termasuk di dalamnya adalah wajibnya pelestarian lingkungan agar mewujud dalam kehidupan umat manusia.

Sejarah membuktikan bahwa Para khalifah kaum muslimin, tidak hanya menggunakan ajaran Islam untuk memperbaiki kehidupan kaum muslimin saja, tetapi juga mereka menggunakan ajaran Islam ini untuk memimpin dan memperbaiki dunia.

Islam adalah rahmat untuk seluruh alam semesta: Allah SWT berfirman dalam QS. Al-‘Anbiya: 107;

“dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama untuk semua makhluk Allah SWT, tidak terbatasi wilayah, suku, bangsa, dan ras, bahkan agama ini juga diserukan untuk seluruh manusia dan jin.[]

Derajat Bumi Read More »

Destinasi Sadar Bencana

sumber: www.tripzilla.id

Sejak 2016 telah muncul diskusi dan perdebatan tentang pembentukan Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Wakatobi atau populer disebut BOP Wakatobi.

Santer juga terdengar informasi terkait luas lahan yang diperuntukkan untuk kebutuhan tersebut. Yakni seluas 1.000 hektar, terdiri atas: Wangi-Wangi 500 hektar, Kaledupa 200 hektar, Tomia dan Binongko masing-masing 150 hektar.

Tak cukup sampai di situ, beredar juga kabar tentang besaran anggaran yang akan masuk ke Sulawesi Tenggara ketika Wakatobi menjadi BOP. Yakni mencapai Rp 25 Triliun, yang diperkirakan satu tahun setelah Wakatobi menjadi BOP.

Anggaran sebanyak itu, akan diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata: bandara, dermaga, air bersih, jalan raya, transportasi, dan lain sebagainya.

Terakhir, 3 Juni 2021 beredar kabar jika Peraturan Presiden (Perpres) tentang Badan Otorita Pengelola (BOP) Kawasan Pariwisata Wakatobi telah ditandatangani oleh Pak Presiden Ir. Jokowi. Informasi tersebut datang dari akun Facebook Ir HUGUA, Bupati Wakatobi dua periode.

Hanya saja sampai dengan tulisan ini dipublikasikan, Perpres tersebut belum tayang di mesin pencarian google.

“…akhirnya Wakatobi Resmi sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional “10 Bali Baru” BOP Wakatobi adalah starting point kebangkitan Ekonomi Wakatobi dan Sulawesi Tenggara dimasa Pandemi…”. Demikian cuplikan informasi dari akun tersebut.

Jika demikian, nampaknya Pemerintah Pusat menempatkan Wakatobi sebagai Kabupaten Pilihan dalam Kebijakan Pembangunan Pariwisata. Yang disebut dengan destinasi super-prioritas, bersama Kabupaten Belitung, Raja Ampat, dan Morotai, menyusuli Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), Likupang (Sulawesi Utara), dan Borobudur (Jawa Tengah) yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pertanyaannya: apa sikap masyarakat Wakatobi, dalam menghadapi kemungkinan perubahan dalam waktu-waktu ke depan, terkait status Wakatobi sebagai Destinasi Super-Prioritas tersebut?

Tentu, jawaban sederhananya adalah apapun itu, jika itu adalah kemanfaatan dan kebaikan, maka sudah barang tentu 100% akan didukung oleh masyarakat. Apalagi jika dengan kebijakan tersebut, urusan kebutuhan hidup akan semakin mendapatkan kemudahan.

Yang terpenting, warga tidak menjadi kehilangan saudara dan kerabat karena urusan lahan warisan, urusan bantuan, dan lain sebagainya. Termasuk warga tidak kehilangan akses terhadap sumberdayanya.

Sesungguhnya upaya Pemerintah membenahi pembangunan pariwisata, hakekatnya adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan juga pendapatan negara melalui kunjungan pariwisata.

Oleh karena itu, kebijakan pembangunan pariwisata tersebut harus selaras dengan pembangunan sumber daya manusia. Karena jika tidak, maka kebijakan tersebut akan merobohkan fundasi dasar pembangunan, yakni sumber daya manusia itu sendiri.

Apa gunanya infrastruktur fisik yang aneka macam, jika infrastruktur moral warga menjadi rusak. Karena pada gilirannya, moralitas warga akan menentukan nilai kemanfaatan sarana fisik yang ada.

Apatah lagi, sumberdaya manusia Indonesia sebesar 87,2% adalah muslim, dan warga Wakatobi sebanyak 99% adalah muslim. Maka formula pembangunannya adalah menempatkan nilai fisik bangunan harus sefungsi dengan latar spiritual dan etis masyarakatnya.

Sehingga mainstream kepariwisataan di Wakatobi harus dibarengi dengan upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan keimanan dan keberislaman penduduknya.

Dalam rangka menyelaraskan kegiatan pariwisata dengan kebutuhan kaum muslimin, di tingkat global telah diperkenalkan konsep Wisata Halal. Tidak hanya di negeri-negeri kaum muslimin, seperti: Malaysia, Indonesia, Turki, dan negeri Arab Timur Tengah, tetapi juga di negeri-negeri non muslim, seperti: Singapura, Thailand, Inggris, Jepang, dan lain sebagainya.

Bahkan di Wakatobi sejak 2018, telah ada satu Desa dari 100 Desa/Kelurahan di Wakatobi, yang mendeklarasikan dirinya sebagai Desa Wisata Halal. Yakni Desa Timu Kecamatan Tomia Timur.

Dari 11 persyaratan Wisata Halal, 5 di antaranya terkait dengan kesiapan menciptakan tempat wisata yang Ramah Keluarga, kemudian aman, tersedia jaminan Kehalalan dan banyaknya pilihan makanan serta tersedianya fasilitas sholat.

Dengan penerapan wisata halal ini, maka para turis muslim, tidak lagi kesulitan mendapatkan tempat sholat dan makanan halal di sejumlah negara, seperti Singapura, Thailand, Inggris, Jepang, dan lain sebagainya.

Walaupun demikian, tentu masih banyak kekurangan-kekurangan dari penerapan wisata halal ini, khususnya dari sudut pandang muslim. Misalnya penerapan wisata halal belum sampai pada tingkat meniadakan tempat-tempat berbau kemaksiatan.

Oleh karena itu, penting kiranya di negeri-negeri muslim, mainstream kepariwisataan dapat meningkat levelnya, yakni dari wisata konvensional ke wisata halal, lalu menuju wisata syariah.

Kenapa penerapan dan pengembangan wisata syariah ini penting? Oleh karena pariwisata itu tidak bebas nilai, dan nilai tersebut ditentukan oleh kehendak kebijakan, serta dampaknya tidak jatuh di ‘ruang kosong’.

Teringat kita dengan praktek kota wisata masa lalu, semisal Kota Sodom, Pompeii, dan Baia. Pada masanya, ketiganya dijuluki sebagai kota duniawi. Berbagai tempat perjudian, maksiat, seksual, hingga hiburan merupakan aktivitas yang lazim di kota tersebut.

Saat ini, ketiga kota wisata tersebut tinggal kenangan. Penyebabnya sama, ketiganya hilang terkubur oleh bumi, bahkan ada yang tenggelam di bawah laut, karena amukan bencana.

Dengan demikian, konsep Wisata Syariah selaras dengan firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum[30]:9:

“Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)?”

Ayat di atas memberikan kita arahan terkait desain wisata. Bahwasanya konsep wisata itu melekat di dalamnya metode pembelajaran, tafakur, dan pengkhimatan kepada penciptaan alam semesta. Sederhananya, konsep wisata syariah mengandung syiar-syiar Islam.

Oleh karena itu, tentu kita sepakat. Negeri kita ini layak untuk menjadi negeri yang dikunjungi oleh warga dari berbagai penjuru bumi. Namun, mereka datang bukan karena alasan negeri kita sebagai negeri perjudian, atau sebagai negeri hiburan kemaksiatan.

Tapi, kita ingin pastikan, jika aneka warga dunia datang ke Wakatobi, datang dengan alasan jika negeri kita ini adalah negeri pulau-pulau yang kaya akan keindahan bawah lautnya, berupa ratusan spesies karangnya, serta kekayaan makanan dan kearifan lokalnya.

Hanya dengan inilah negeri kita akan mewariskan negeri yang barokah, di mana warganya hidup dalam rahmat Allah SWT.

Kita menginginkan negeri wisata yang sadar bencana, di mana warganya memahami bahwa segala kejadian yang menimpa bumi ini, selalu berkaitan dengan sejauh mana ketaatan warganya kepada Allah SWT, baik secara qauliyah maupun kauniyah.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar Rum ayat 41,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Atau sebagaimana pemahaman Khalifah Umar bin Khaththab yang menghubungkan sebab bencana dengan kejadian kemaksiatan yang terjadi dalam negerinya. Agar terhindar dari laknat Allah Swt, sebagaimana menimpa warga kota wisata masa lalu seperti Kota Sodom, Pompeii, dan Baia. Di mana kota-kota tersebut adalah sarangnya perjudian, miras, LGBT, dan sex bebas.

Akhirnya negeri kita adalah negeri destinasi syariah yang sadar bencana, baik bencana dunia terlebih lagi akhirat. Suatu destinasi yang kebaikan dan kemanfaatan jariahnya akan senantiasa mengalir kepada warganya dan kepada para pengambil kebijakannya, hingga pun mereka telah meninggalkan bumi. Aamiyn. Allahu a’lam bishshawab. []

Destinasi Sadar Bencana Read More »

Ecosystem Restoration

Sumber: www.iucn.org

Sejak 2020, hasil penelitian para ilmuwan menemukan hal yang mengejutkan tentang bumi. Mereka menemukan bahwa bumi mulai berputar lebih cepat, yang mengakibatkan hari-hari menjadi lebih pendek.

Setidaknya, perputaran bumi saat ini lebih cepat dibanding kapan pun dalam 50 tahun terakhir. Menurut catatan selama 50 tahun terakhir, rekor 28 hari tercepat atau terpendek terjadi pada 2020. Ini karena bumi menyelesaikan rotasi di sekitar porosnya lebih cepat sekian milidetik daripada rata-rata.

Sayangnya hingga saat ini, para ilmuwan belum mendapatkan alasan yang meyakinkan terkait mengapa terjadi peningkatan laju rotasi bumi tersebut. Sementara itu, pada tahun 2021 diperkirakan bumi akan berputar lebih cepat dari biasanya.

Hal tersebut membuat waktu seolah terasa lebih singkat, di mana rata-rata hari berlangsung 0,5 detik lebih pendek dari hitungan sempurna 24 jam.

Walaupun demikian, para peneliti meyakini bahwa kondisi ini hanyalah bersifat sementara, yang akan kembali normal di masa-masa mendatang.

Sesungguhnya bagi seorang muslim, sangat meyakini bahwa segala kejadian yang menimpa bumi dan segenap isinya tidak terlepas dari kehendak Allah SWT.

Allah SWT menghubungkan segala kejadian di bumi bersifat sebab akibat. Kerusakan dan kebaikan kehidupan bumi terkait dengan baik buruknya perilaku manusia.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum[30]:41, “telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). “

Jika demikian, apakah mungkin memendeknya putaran waktu berhubungan dengan kelalaian manusia? Jawabannya adalah wallahu a’lam bishshowab.

Namun, yang patut direnungkan adalah tentang fakta ka’bah sebagai Pusat Bumi.

Adalah Prof Hussain Kamel (Peneliti dari Mesir) dan Dr. Abdul Basith Muhammad as-Sayid, salah satu anggota Haiah al-I’jaz al-ilmi lil Quran wa as-Sunah (Majelis Keajaiban Ilmiyah Alquran dan sunah) mengemukakan fakta, bahwa Mekkah merupakan pusat bumi.

Fakta tersebut, menurutnya selaras dengan firman Allah SWT dalam QS. Asy-Syura[42]:7, “Dan demikianlah Kami wahyukan Al-Qur’an kepadamu dalam bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk Ummul Quro dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul (Kiamat) yang tidak diragukan adanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka.”

Kata Ummul Quro pada ayat di atas, yang diartikan sebagai Kota Mekkah, sebagian para penafsir memaknainya relevan dengan makna sebagai Pusat Bumi.

Fakta ini memperkuat pemahaman kita tentang makna thawaf dalam peristiwa haji, yang dilaksanakan setiap tahunnya. Bahwa sesungguhnya gerakan thawaf jamaah haji, mengelilingi ka’bah bukanlah peristiwa biasa. Akan tetapi, gerakan thawaf tersebut, membawa energi yang luar biasa bagi bumi yang kita tempati ini.

Agus Mustofa mengistilahinya dengan sebutan Spiritual Cosmology.

Selain itu lokasi Ka’bah adalah tegak lurus dengan Baitul Makmur, tempat para malaikat melakukan thawaf di langit.

Dengan demikian, berkurangnya manusia yang melaksanakan ibadah haji dan umroh di Mekkah setiap tahunnya, tidak hanya mengurangi pencapaian ibadah haji dan umroh bagi kaum muslimin di seluruh dunia, tetapi bisa saja berhubungan dengan kondisi bumi kita.

Tercatat bahwa, sejak 2020, ketika Pandemi Corona terjadi di berbagai belahan bumi, termasuk Arab Saudi, maka jumlah jamaah haji di Mekkah mengalami penurunan yang sangat drastis.

Sebelumnya setiap tahun, jumlah jamaah haji di Mekkah bisa mencapai 2,4 juta orang. Namun, dalam ibadah haji tahun 2020, dengan alasan pandemi Covid-19, pemerintah Saudi memutuskan hanya mengizinkan sebanyak 10.000 orang. Itu pun cuma untuk warga negara Saudi dan warga negara lain yang bermukim di Tanah Suci.

Itu berarti terjadi pengurangan sebanyak 99% jamaah haji yang melakukan thawaf. Dan kita meyakini bahwa keadaan demikian ini tidak baik bagi kaum muslimin, bahkan tidak baik untuk seluruh manusia dan planet bumi yang dihuninya.

Ditambah lagi tahun ini, Kementerian Agama Republik Indonesia memutuskan kembali tidak mengirim jamaah pada ibadah haji 2021 tahun ini. Penundaan ini menjadi yang kedua setelah tahun lalu (tahun 2020), pemerintah juga tak mengirim jamaah haji karena pandemi virus corona.

Tanggal 5 Juni 2021, seluruh dunia memperingati hari lingkungan hidup, dengan mengkampanyekan pentingnya pemulihan bumi. Sayangnya, sepanjang bumi ini diatur dengan hukum-hukum yang tidak bersandar pada hukum-hukum Allah SWT, maka bumi ini akan selalu mengalami ketidakkeseimbangan.

Kenapa demikian? Oleh karena bumi ini diciptakan oleh Allah SWT lengkap dengan aturan-aturan-Nya. Namun, karena kesombongan manusia, tergeserlah hukum-hukum Allah SWT dengan membuat dan menerapkan hukum-hukum kreasi manusia sendiri.

Kita ini menganggap bahwa bumi beserta lautannya, gunung-gunungnya, segenap yang kita lihat dan pijak ini, kita menganggapnya hanyalah benda mati dan abai untuk dipertimbangan, itu tentu saja adalah kesalahan besar.

Padahal kesemuanya itu adalah peralatan-peralatan yang diciptakan oleh Allah SWT, yang dapat menghidupkan sekaligus dapat membinasakan manusia. Kenapa demikian? Karena hakekatnya seluruh benda-benda di bumi ini berzikir kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadits —derajat dha’if, tapi boleh digunakan untuk alasan ‘peringatan’—, dari Imam Ahmad meriwayatkan dalam “Musnad”-nya , dari Umar bin Al-Khathab ra, Rasulullah Saw, bersabda, “Tidak ada satu malam-pun, kecuali di dalamnya lautan mendekat ke bumi tiga kali, meminta ijin kepada Allah untuk membanjiri/menenggelamkan mereka. Maka Allah -Azza wa Jalla- menahannya.

Oleh karena itu, keberlanjutan bumi ini membutuhkan orang-orang shaleh, yang tidak hanya dibutuhkan ibadah dan zikirnya, tetapi pada saat yang sama selaras dengan pikiran dan amalan nyatanya.

Persis seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang ketika ia memimpin, maka seluruh kekuasaannya menghadirkan kemakmuran. Atas kemakmuran dalam kepemimpinannya, sampai-sampai harimau dan kambing dapat bermain bersama.

Hanya dengan indikator sistem seperti inilah, semangat kita untuk melakukan Ecosystem Restoration, sebagaimana Tema hari Lingkungan Hidup Se-Dunia tahun 2021 ini akan dapat diwujudkan.[]

Ecosystem Restoration Read More »