Lingkungan

Draculin Glycoprotein: Rahasia Kelelawar Vampir

Sumber: Quantistry

Draculin Glycoprotein adalah protein yang ditemukan dalam air liur kelelawar vampir. Nama ‘Draculin’ berasal dari kata ‘Dracula’, yang merujuk pada karakter vampir terkenal dalam literatur. Gambar di atas menampilkan kelelawar terbang dengan latar belakang bulan purnama, menciptakan suasana misterius dan menakjubkan.

Kelelawar vampir, yang dikenal karena diet darahnya, memiliki cara unik untuk memastikan darah mangsanya terus mengalir. Mereka menghasilkan protein khusus dalam air liur mereka yang dikenal sebagai Draculin. Protein ini bertindak sebagai antikoagulan, yang berarti mencegah darah membeku. Ini memungkinkan kelelawar untuk terus meminum darah mangsanya tanpa harus khawatir akan pembekuan.

Draculin Glycoprotein adalah contoh menarik tentang bagaimana evolusi dapat menghasilkan solusi biologis yang sangat spesifik dan efektif untuk tantangan yang dihadapi oleh spesies tertentu. Dalam hal ini, kelelawar vampir telah berevolusi untuk menghasilkan protein ini sebagai bagian dari strategi makan mereka.

Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya memahami bagaimana Draculin Glycoprotein bekerja pada tingkat molekuler, dan apakah ada potensi aplikasi medis untuk protein ini. Misalnya, antikoagulan adalah bagian penting dari pengobatan banyak kondisi kesehatan manusia, termasuk penyakit jantung dan stroke. Jadi, mungkin ada potensi untuk belajar dari Draculin dan mengembangkan obat baru berdasarkan mekanisme kerjanya.

Secara keseluruhan, Draculin Glycoprotein adalah contoh menarik tentang bagaimana alam dapat menginspirasi penemuan dan inovasi dalam ilmu pengetahuan dan kedokteran. Meskipun mungkin terdengar seperti sesuatu dari cerita fiksi ilmiah, ini adalah contoh nyata dari keajaiban dunia alam.

Draculin Glycoprotein: Rahasia Kelelawar Vampir Read More »

Penguinone: Senyawa Kimia yang Unik

Sumber: Quantistry

Penguinone adalah senyawa kimia dengan rumus molekul C10H14O. Nama unik ini berasal dari struktur molekulnya yang menyerupai penguin, seperti yang terlihat dalam gambar ini.

Senyawa ini memiliki struktur cincin yang kompleks dan mengandung atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Struktur ini memberikan Penguinone sifat-sifat kimia tertentu yang membuatnya menarik bagi peneliti.

Namun, meskipun namanya lucu, Penguinone bukanlah senyawa yang biasa ditemukan di alam. Sebaliknya, senyawa ini biasanya disintesis di laboratorium untuk tujuan penelitian.

Penguinone juga merupakan dienon yang berarti struktur molekulnya cocok untuk pengaturan ulang dienon fenol. Namun, grup metil pada posisi 3 dan 5 dari cincin menghalangi pergerakan grup pada posisi 4 sehingga mencegah pengaturan ulang menjadi fenol.

Meski demikian, Penguinone memiliki sedikit penggunaan secara komersial atau industri. Namun, ada spekulasi bahwa senyawa ini bisa digunakan dalam pengembangan obat di masa depan. Meski ini hanyalah spekulasi pada titik ini, potensi tersebut menunjukkan bahwa Penguinone mungkin memiliki aplikasi yang lebih luas di masa depan.

Secara keseluruhan, Penguinone adalah contoh menarik tentang bagaimana penemuan dalam kimia bisa menghasilkan nama-nama yang unik dan menarik. Meskipun mungkin tidak sepopuler senyawa lain seperti air atau oksigen, Penguinone tetap menjadi bagian penting dari dunia kimia dan berpotensi memberikan kontribusi penting bagi penelitian dan pengembangan di masa depan.

Penguinone: Senyawa Kimia yang Unik Read More »

Penyu Laut Mesoamerika

Sumber: UN Biodiversity

Penyu laut adalah makhluk yang luar biasa yang memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan dan keanekaragaman Terumbu Karang Mesoamerika. Pelaut kuno ini berkontribusi pada keseimbangan ekologis dengan melakukan berbagai fungsi yang integral untuk kelangsungan hidup dan kemakmuran kehidupan laut.

Penyu laut, termasuk spesies seperti Penyu Sisik, Penyu Tempayan, dan Penyu Belimbing, memiliki peran ekologis yang berbeda. Mereka membantu dalam menjaga kesehatan padang lamun dan terumbu karang, mempromosikan keragaman habitat, dan memfasilitasi siklus nutrisi. Namun, makhluk ini menghadapi ancaman yang banyak seperti perburuan telur, tangkapan sampingan dari perikanan, kehilangan tempat bertelur karena pengembangan pesisir, pemangsaan, polusi dan dampak perubahan iklim.

Siklus hidup penyu laut adalah rumit namun menarik. Dari menetas di pantai hingga berpetualang ke laut terbuka dan kembali ke daerah pantai untuk berkembang biak – setiap tahap sangat penting untuk kelangsungan hidup dan propagasi mereka.

Upaya konservasi sangat penting untuk melindungi spesies yang terancam punah ini. Memahami konektivitas mereka dan memastikan habitat aman mereka dapat mengarah ke koeksistensi yang berkelanjutan dengan aktivitas manusia di sekitar Terumbu Karang Mesoamerika.

Penyu Laut Mesoamerika Read More »

Revolusi Hijau: Mengungkap Manfaat Pertanian Organik

Sumber: UN Biodiversity

Di tengah tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, pergeseran menuju praktik berkelanjutan menjadi sangat mendesak. Salah satu inisiatif unggul dalam hal ini adalah praktik pertanian organik. Artikel ini mengulas sejumlah manfaat yang luas dari praktik pertanian organik, sebagaimana diilustrasikan dalam infografis yang menyertai tulisan ini.

Pertanian organik menerapkan pendekatan sistemik yang tidak hanya dapat meredam dampak perubahan iklim, tetapi juga memperkuat keanekaragaman hayati. Pendekatan ini mencakup strategi yang bertujuan untuk menciptakan sistem pertanian yang tangguh, mampu bertahan dalam kondisi iklim yang tidak menentu sambil melindungi serta meningkatkan keanekaragaman hayati.

Manfaat Terhadap Iklim

Pusat dari praktik pertanian organik adalah pengurangan emisi dan peningkatan sekuestrasi karbon. Dengan menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetis, praktik ini membantu meminimalkan emisi gas rumah kaca. Pemberian bahan organik ke dalam tanah juga meningkatkan kapasitas tanah untuk menyerap karbon, memberikan kontribusi signifikan pada pengurangan tingkat CO2 di atmosfer.

Manfaat Terhadap Air

Pertanian organik secara alami menerapkan konservasi air dan peningkatan kualitas air. Dengan tidak menggunakan input kimia, praktik ini membantu mengurangi polusi air, memastikan air permukaan dan air tanah tetap bersih. Praktik manajemen air yang efisien juga turut meningkatkan konservasi sumber daya air.

Keanekaragaman Hayati

Ladang organik menjadi oase bagi keanekaragaman hayati. Mereka mendukung beragam bentuk kehidupan, dari organisme tanah hingga penyerbuk dan predator alami yang berkontribusi pada pengendalian hama. Keanekaragaman dalam varietas tanaman yang ditanam juga memberikan kontribusi penting pada keberlanjutan keanekaragaman genetik.

Kesehatan Tanah dan Tanaman

Tanah yang sehat menjadi ciri khas utama dalam pertanian organik. Praktik seperti rotasi tanaman, komposting, dan pengolahan tanah minimal turut serta meningkatkan struktur tanah, kesuburan, dan kandungan nutrisi tanah. Hal ini menciptakan dasar bagi pertumbuhan tanaman yang kuat dan sehat.

Dengan demikian, mengadopsi praktik pertanian organik bukan hanya merupakan langkah maju, melainkan juga lompatan besar menuju pembangunan berkelanjutan. Ini adalah bentuk koeksistensi harmonis dengan alam, yang pada akhirnya menjamin keberlanjutan keamanan pangan di tengah pola iklim yang terus berubah.

Revolusi Hijau: Mengungkap Manfaat Pertanian Organik Read More »

3 Juli, International Plastic Bag Free Day

Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia atau International Plastic Bag Free Day 2023 diperingati pada Senin, 3 Juli 2023. Tidak ada tema spesifik yang ditetapkan untuk peringatan ini tetapi tetap fokus pada menghilangkan penggunaan plastik sekali pakai dan meningkatkan kesadaran tentang hal yang sama.

Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia bertujuan untuk menciptakan dunia bebas plastik dan mendorong solusi yang berkelanjutan. Hari ini melayani sebagai pengingat bagi individu, komunitas, dan bisnis di seluruh dunia untuk mengurangi ketergantungan mereka pada kantong plastik dan menemukan solusi yang lebih berkelanjutan.

Inisiatif ini dimulai oleh kampanye Bag Free World, sebuah gerakan global yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. Kampanye ini diluncurkan pada tahun 2008 oleh sekelompok organisasi dan individu yang peduli tentang dampak lingkungan dari kantong plastik.

Perayaan Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia bertujuan untuk menciptakan kesadaran kolektif dan mendorong individu, komunitas, dan bisnis untuk mengambil langkah-langkah menuju mengurangi ketergantungan mereka pada kantong plastik, mempromosikan alternatif yang berkelanjutan dan bekerja menuju lingkungan yang lebih bersih dan sehat.

3 Juli, International Plastic Bag Free Day Read More »

Siklon Herman dan Vorteks Seroja

Pada 29-30 Maret 2023 diklaim terjadi Siklon Tropis Herman di wilayah Sumatra dan Jawa. Siklon tropis ini terbentuk membesar kurang dari 24 jam dan ditetapkan sebagai bibit siklon 96S di Samudra Hindia sebelah barat daya Sumatra. Badai siklon tersebut berdasarkan ukurannya berpotensi menjadi supersiklon.

Pergerakan Siklon Tropis Herman menurut Erma Yulihastin, peneliti klimatologi di Pusat Iklim dan Atmosfer BRIN, hanya akan berputar-putar di lokasi yang relatif sama hingga 3 April mendatang.

Siklon tropis sendiri merupakan sistem tekanan rendah yang terbentuk di atas perairan hangat tropis atau subtropis. Siklon tropis umumnya memengaruhi wilayah yang luas dan menyebabkan cuaca buruk seperti hujan lebat, angin kencang, serta gelombang laut tinggi.

Prediksi tersebut menggunakan data Satellite-based Disaster Early Warning System (SADEWA) yang dikembangkan Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN.

Sementara itu, Deputi Meteorologi BMKG Guswanto (30/03/2023), menyampaikan bahwa Siklon Tropis Herman memiliki kecepatan angin maksimum 55 knot dan tekanan udara minimum sebesar 987 milibar (mb). Siklon Herman berpotensi memicu gelombang tinggi 1,25-2,5 meter di Teluk Lampung, perairan Bengkulu, dan perairan selatan Jawa Timur. Selain itu, berpotensi menghasilkan gelombang lebih tinggi dengan kisaran 2,5-4 meter di perairan barat Kepulauan Mentawai, perairan barat Pulau Enggano, perairan barat Lampung, Samudra Hindia barat Kepulauan Mentawai hingga Lampung, Teluk Lampung bagian selatan, perairan selatan Banten hingga Jawa Tengah, dan Samudera Hindia selatan banten hingga Jawa Timur. Intensitas Siklon Tropis Herman dalam 24 jam ke depan akan menurun dan menjauhi Indonesia bergerak ke arah Timur-Tenggara.

Siklon Herman dinamai berdasarkan daftar nama siklon tropis yang telah disepakati oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama badan meteorologi dan klimatologi lainnya di kawasan Samudera Hindia.

Daftar nama-nama siklon tropis ini biasanya disusun secara bergiliran dan berdasarkan abjad. Siklon Herman merupakan nama yang dipilih dari daftar nama yang telah disusun sebelumnya untuk digunakan pada siklon tropis yang terbentuk di kawasan Samudra Hindia.

Pemberian nama pada siklon tropis seperti Siklon Herman ini bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan pelaporan terkait kondisi cuaca dan dampaknya pada masyarakat dan pihak terkait. Dengan memberikan nama pada siklon tropis, maka informasi mengenai siklon tersebut dapat lebih mudah dipahami dan diingat oleh masyarakat dan media, serta memudahkan dalam pengambilan tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana cuaca terkait.

Siklon tropis biasanya terbentuk di daerah laut yang hangat dan lembap, di mana suhu permukaan laut mencapai 27°C atau lebih tinggi, dan memiliki kecepatan angin minimal 34 knot atau 63 kilometer per jam. Siklon tropis dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan kecepatan angin maksimumnya, mulai dari badai tropis (kecepatan angin 34-63 knot), siklon tropis (kecepatan angin 64-89 knot), hingga siklon tropis super (kecepatan angin lebih dari 120 knot).

Belum selesai masa prediksi Siklon Tropis Herman, muncul prediksi potensi terjadinya ancaman Siklon Tropis Seroja. Erma Yulihastin pada 29 Maret 2023 men-tweet dalam twitter-nya,
“Update Vorteks ganda Laut Banda: vorteks utara akan meluruh namun selatan akan sustain atau menetap. Mirip dg proses fisis sebelum pembentukan bibit siklon Seroja. Hati-hati utk Kupang, Sulawesi, Maluku, Halmahera. Pengaruhnya dapat meningkatkan hujan di wilayah-wilayah tersebut.”

Siklon (vorteks) Seroja adalah siklon tropis yang terbentuk pada awal April 2021 dan memengaruhi beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Timor Leste, dan Australia. Siklon ini awalnya terbentuk di sebelah timur Indonesia dan kemudian bergerak ke selatan, menuju Timor Leste dan Australia.

Siklon Seroja merupakan siklon tropis yang terbentuk pada awal April 2021 dan memengaruhi beberapa negara di Asia Tenggara. Siklon ini awalnya terbentuk di sebelah timur Indonesia dan kemudian bergerak ke selatan, menuju Timor Leste dan Australia. Siklon ini menyebabkan hujan lebat, angin kencang, dan gelombang laut tinggi di wilayah yang terdampak.

Namun, dalam rilis BMKG, Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC) Jakarta yang ditayangkan oleh Informasi Siklon Tropis – Stasiun Meteorologi Yogyakarta (bmkg.go.id), disebutkan sebagai berikut:

PROSPEK PERTUMBUHAN SIKLON TROPIS

Prospek Pertumbuhan Siklon Tropis untuk wilayah Indonesia sebelah Selatan Katulistiwa
Dikeluarkan hari Kamis, 30 Maret 2023, 08.00WIB.
Siklon tropis yang saat ini terdapat di wilayah Indonesia sebelah Selatan Katulistiwa: Tidak ada.
Potensi untuk tumbuh menjadi siklon tropis pada hari :
Jumat (besok): kemungkinan kecil
Sabtu (lusa): kemungkinan kecil
Minggu (3 hari lagi): kemungkinan kecil
Catatan :
Yang dimaksud dengan :
Kemungkinan kecil adalah potensi tumbuh menjadi siklon tropis kurang dari 10%
Kemungkinan sedang adalah potensi tumbuh menjadi siklon tropis antara 20%-40%
Kemungkinan besar adalah potensi tumbuh menjadi siklon tropis lebih dari 50%
Yang dimaksud dengan wilayah Indonesia sebelah Selatan Katulistiwa meliputi wilayah yang dibatasi antara 0-11 LS dan 90-141 BT.

Meskipun Indonesia memiliki pengalaman bahwa angin badai atau topan telah beberapa kali menyebabkan bencana alam yang merusak dan menimbulkan korban jiwa, semisal pada 1972, angin topan melanda wilayah pesisir selatan Pulau Jawa dan menewaskan lebih dari 500 orang, kemudian pada 2007, angin topan Krosa menyebabkan puluhan orang tewas dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal di Sulawesi Selatan dan Maluku, namun adopsi ‘angin badai atau topan’ sebagai kategori potensi bencana, baru dilakukan pada tahun 2001.

BMKG Indonesia secara resmi mengadopsi sistem peringatan dini bencana alam berbasis cuaca yang dikembangkan oleh World Meteorological Organization (WMO) pada tahun 2001. WMO sendiri telah mengembangkan sistem peringatan dini berbasis cuaca sejak 1993.

Dalam sistem peringatan dini tersebut, angin badai dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: angin kencang (wind gusts) dengan kecepatan maksimum 50 km/jam, badai tropis (tropical storm) dengan kecepatan maksimum 51-89 km/jam, dan siklon tropis (tropical cyclone) dengan kecepatan maksimum di atas 89 km/jam.

Mengapa Indonesia terlambat menetapkan angin badai sebagai potensi bencana?

Ini tidak terlepas dari adanya anggapan bahwa Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa mengalami efek coriolis bumi yang membelokkan massa udara akibat rotasi bumi, menyebabkan badai sangat jarang atau tidak terbentuk sama sekali. Namun, saat ini badai angin seakan bertubi-tubi memapar wilayah-wilayah Se-Nusantara membalikkan teori efek coriolis bumi di negeri khatulistiwa.

Dengan demikian, BMKG telah menetapkan secara resmi angin badai sebagai potensi bencana, seperti: gelombang tinggi, tsunami dan gempa bumi, banjir dan longsor, kekeringan, Karhutla (kebakaran hutan dan lahan), Abrasi (erosi pantai), dan badai petir.

Pertanyaannya: apa pentingnya pengetahuan kita tentang kebencanaan seperti ini?

Selain alasan alamiah, bahwa dalam alam kehidupan manusia ini terjadi suatu peristiwa kausalitas, yakni aneka bencana tersebut tidak terjadi tanpa kontribusi manusia. Dalam TQS. Ar-rum: 41-42, Allah SWT berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”

Atas pemahaman tersebut, manusia hendaknya memperlakukan kehidupannya (pada dimensi spiritual, sosial, dan ekologi) dengan sebaik-baiknya sesuai kapasitas dan neracanya.

Kemudian secara spiritual Allah SWT telah menetapkan sanksi dan ganjaran pada manusia, kita menyakini bahwa di bumi ini banyak terdapat tentara-tentara Allah yang tidak hanya berasal dari golongan malaikat, Nabi dan Rasul serta orang-orang sholeh. Tetapi juga,  bala tentara Allah dapat berasal dari berbagai benda di alam raya ini. Matahari pernah menahan diri agar tidak terbenam terlebih dahulu untuk membantu salah satu Nabiullah mengalahkan musuh. Ini artinya matahari adalah tentara Allah. Laut, berubah menjadi daratan kering, menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam, dan pengikutnya, juga adalah tentara-tentara Allah SWT.

Demikian pula angin, hujan, dan lain sebagainya, sewaktu-waktu dapat menjadi tentara Allah SWT, untuk menjadi penolong manusia ataupun menjadi azab pada manusia, jika manusia berkubang dalam kemaksiatan kepada Allah SWT. []

Siklon Herman dan Vorteks Seroja Read More »

Oh, Ternyata Ini Buaya Asli Wakatobi?

Mengawali tulisan ini, pertama-tama saya ingin meminta maaf. Tulisan tentang tema buaya ini adalah yang kedua dan terpublikasi setelah dalam rentang waktu yang lumayan lama . Saya tidak bermaksud membesar-besarkan soal buaya ini. Tetapi poin saya adalah membangun literasi bersama tentang makhluk predator ini, kita saling membelajarkan. Mudah-mudahan tidak membosankan.

Kemudian yang kedua adalah saya ingin memperjelas terkait adanya klaim bahwa di Wakatobi terdapat buaya spesies lokal, yang disampaikan oleh beberapa pihak ketika merespon tulisan saya sebelumnya (lihat: https://sunashadi.com/2022/06/26/asal-buaya-wakatobi/). Saya mendapatkan konfirmasi dari beberapa pihak mengenai informasi perjumpaan warga dengan buaya di sejumlah tempat: Tomia, Kaledupa, dan Kapota.

Saya berterima kasih kepada sejumlah kawan-kawan di platform facebook yang telah membagikan sebanyak 74 kali (sampai dengan pukul 21:11 WITA 28 Juni 2022), mendapatkan respon ‘suka’ 54 kali, dan komentar 41 kali. Sementara itu kunjungan pada situs saya (https://sunashadi.com) berkenaan dengan judul tersebut mencapai 700-an, suatu respon yang luar biasa. Sekali lagi terima kasih.

Ini beberapa informasi penting dari percakapan di facebook:

Saleh Hanan: Tahun 2007 kalau tak salah adakah buaya muara yang terbunuh diperairan Tomia kakau tak salah (?)
Ahmad Yasin: Sunarwan Asuhadi : yang bunuh kebetulan di dete… Saya sempat ketemu nelayan yang bunuh dia cerita
Ahmad Yasin: Sunarwan Asuhadi : siap.. tapi infonya yang buaya di Tomia adalah buaya yang lepas, bukan yang migrasi dari luar (info2 yang beredar). Kalau di kaledupa selatan ada pak, sudah banyak yang liat kalau yang lagi cari ikan, termasuk mertua yang bilang, tapi nanti bisa mungkin wawancara orang tua2 yang di kaledupa 😁
Ahmad Yasin: Sunarwan Asuhadi : ini solusi mantap pak.. 😁 kalaau di Kaledupa tempatnya tertentu saja pak, masih melimpah sumber makanan sama habitatnya masih baik, jadi Ndak ganggu2 dari dulu, terinfo sampai sekarang masih aman… 😁
Ld Haerudin Haerudin: Ini perlu kajian mendalam kedepan, jika betul ada pemerintah harus mengambil langkah,untuk keamana kedepan utamanya nelayan!!
Alibasaru Odhem Kawadang: Fenomena ini jg terjadi di kepulauan Taliabu bagian Timur Selatan… Dugaan buaya ini menyebrang dari Australia.. kabarnya ada sekitar 800an ekor buaya lepas dari penangkarannya di Australia…
Elang Timur: Beberapa tahun lalu btnw kaledupa melepas seekor buaya di sekitaran laut pulau hoga. Buaya tersebut sebelumnya terperangkap jaring nelayan di perairan darawa kaledupa
Sem NuRlis: Di perairan kapota sdh sering di lihat
Stevhin Armait: d kapota ad jg
Myhammad Ali: Kalau di Tomia dulu benar adanya dan memang terperangkap dijaring nelayan diperairan dete, konon info yg berkembang buaya ini terlepas dari kapal yg dibawa pedagang
Romeo Syahrir Romeo: Tidak heran ada buaya di wakatobi dan itu fakta, persoalan ditemukan dimana itu tergantung habitat hidupnya,,dijumpai dilaut itu bisa jadi kategori buaya muara, di darat sekitar pantai, tepi sungai kebanyakan dijumpai,,wakatobi dan dikaledupa buaya bukan hal baru bisa kesana dihabitat tumbuh dan hidupnya
Romeo Syahrir Romeo: Sunarwan Asuhadi lokal sdrq kalau mau boleh explorasi di sana di rondo, bahua, ada banyak sarangnx
Romeo Syahrir Romeo: Jenisnya kebanyakan cayman itu buaya disana

Dari percakapan di facebook tersebut, terungkap bahwa pernah ada buaya yang terperangkap di Pulau Tomia (Perairan Dete), namun dibunuh oleh nelayan. Buaya tersebut diduga terlepas dari kapal yang dibawa oleh pedagang. Sayangnya, tak ada dokumentasi untuk memastikan spesiesnya, walaupun ada dugaan jika buaya yang dimaksud adalah buaya muara. Di Pulau Kapota juga kabarnya ditemukan buaya, namun belum ada informasi lebih lanjut mengenai spesiesnya.

Perjumpaan warga dengan buaya di Pulau Kaledupa ternyata lebih intens dibandingkan dengan pulau lainnya di Wakatobi. Terungkap bahwa di Kaledupa Selatan seringkali dijumpai. Bahkan dikabarkan beberapa tahun silam pihak Balai Taman Nasional Wakatobi pernah melepas seekor buaya di sekitar Pulau Hoga yang terperangkap di jaring nelayan Darawa.

Salah satu catatan penting yang saya harus garis bawahi adalah klaim saya pada tulisan sebelumnya yang seakan menyimpulkan bahwa buaya bukan spesies lokal di Wakatobi. Kenapa demikian? Oleh karena ternyata di Pulau Kaledupa sejak dahulu kala telah mengenal ada spesies lokal yang mirip buaya di sana. Hanya saja belum terlaporkan secara detil adalah spesies apa saja yang ada di sana, beredar info kalau spesies yang dimaksud adalah caiman.

Ada 4 spesies yang dianggap memiliki kemiripan: buaya, aligator, caiman, dan gharial. Keempat spesies tersebut berasal dari ordo Crocodilia. Dalam ordo Crocodilia, ada tiga keluarga, yaitu Alligatoridae, Crocodylidae, dan Gavialidae. Dari tiga keluarga ini ada 8 genus dan 23 spesies. Namun, masyarakat umumnya menyebut semua hewan tersebut dengan sebutan buaya, walaupun sebenarnya memiliki perbedaan.

Buaya berasal dari keluarga Crocodylidae, aligator dan caiman adalah bagian dari  keluarga Alligatoridae, sedangkan gharial adalah keluarga Gavialidae. Pada umumnya, buaya dan aligator merupakan dua anggota ordo Crocodilia yang paling populer.

Lalu, bagaimana perbedaannya?

Bentuk rahang aligator dan caiman lebih lebar dan ujungnya tidak lancip, sedangkan buaya memiliki rahang yang lebih panjang dan lancip. Bentuk rahang aligator dan caiman seperti huruf ‘U’, sedangkan buaya berbentuk seperti huruf ‘V’, dan gharial berbentuk moncong panjang dan kecil.

Perbedaan lainnya adalah bentuk gigi. Moncong buaya tertutup, gigi keempat pada bagian bawah, terlihat dan tampak menempel dengan rahang atasnya, seperti menyeringai. Pada aligator dan caiman mempunyai rahang atas lebih lebar dibandingkan rahang bawah, gigi tidak terlihat saat moncongnya tertutup.

Adapun habitat buaya umumnya di wilayah air asin seperti rawa-rawa di hutan bakau atau muara sungai air asin. Buaya memiliki kelenjar yang dapat menghilangkan kelebihan garam di tubuhnya. Aligator, caiman, dan gharial tidak mempunyai kelenjar seperti buaya, sehingga lebih banyak tinggal di sekitar perairan air tawar (https://bobo.grid.id/read/081654674/perbedaan-buaya-aligator-caiman-dan-gharial-akubacaakutahu?page=all).

Perbedaan ukuran panjang tubuh bervariasi. Gharial bisa mencapai ukuran 6,25 m, umumnya panjangnya sekitar 3,5 – 4,5 meter. Alligator dapat mencapai panjang 2,7 – 4,8 meter. Buaya bisa mencapai 4,2 – 4,5 meter, dan yang terbesar adalah buaya air asin bisa mencapai panjang 5 – 5,4 meter. Adapun caiman berukuran terkecil, panjang hanya 2 – 2,5 meter (https://portalsains.org/2020/09/08/ini-bedanya-crocodile-alligator-caiman-dan-gharial/).

Seberapa bahaya ordo Crocodilia ini?

The Worldwide Crocodilian Attack Database (CrocBITE), mencatat ada sekitar 7 buaya yang dilaporkan memiliki reputasi menakutkan dalam serangannya terhadap manusia, yakni: black caiman (di Amerika Selatan bagian utara dan dapat ditemukan di sebagian besar lembah Sungai Amazon dari Peru dan Ekuador ke arah timur hingga Guyana dan Suriname), buaya rawa (ditemukan di kolam air tawar, lahan basah, danau, dan aliran sungai yang mengalir lambat, seperti ditemukan di Iran ke pinggiran barat Asia Tenggara), buaya Amerika (disebut juga buaya Amerika Tengah, menghuni berbagai habitat perairan dari Florida selatan dan Meksiko selatan melalui pulau-pulau Karibia dan Amerika Tengah hingga Amerika Selatan bagian utara, gharial atau gavial (seperti yang mendiami sungai-sungai di India utara dan Nepal), aligator (misalnya di Amerika berasal dari wilayah Gulf Coast Amerika Serikat dan dapat ditemukan di lingkungan air tawar mulai dari danau dan sungai hingga rawa, rawa, dan lahan basah lainnya), buaya air asin (misalnya yang hidup di kawasan Asia Tenggara, dari India selatan hingga pinggiran utara Australia), dan buaya Sungai Nil (https://sains.sindonews.com/read/628603/766/7-buaya-paling-berbahaya-di-dunia-nomor-5-miliki-reputasi-menakutkan-1639519935?showpage=all).

So, spesies lokal yang ada di Wakatobi adalah caiman. Spesies yang se-ordo dengan buaya, tetapi sesungguhnya bukan spesies buaya. Jadi kalau ada spesies buaya yang ke Wakatobi, sepertinya berasal dari luar daerah. []

Oh, Ternyata Ini Buaya Asli Wakatobi? Read More »

Asal Buaya Wakatobi

Sejak sore, 25 Juni 2022 warga Waha Raya (sebutan untuk wilayah pemekaran Desa Waha: Sombu, Wapia-pia, Waha, dan Koroe Onowa) dihebohkan oleh kabar perjumpaan warga dengan buaya di area perairan laut setempat. Setidaknya ada 2 orang warga yang menyatakan melihat langsung, dan 1 orang warga terindikasi melihatnya secara sepintas.

Saya tidak sempat mendapatkan informasi dari 2 warga yang kabarnya melihat langsung. Satu di antaranya saya sudah ajak untuk berkabar melalui whatsapp (inisial AJR), namun hingga artikel ini ditulis, yang bersangkutan belum memberikan respon. Hanya saja, ia telah mengabarkan kejadian yang dijumpainya secara terbuka melalui akun facebooknya, lalu diedarkan oleh banyak akun whatsapp melalui pesan screenshoot.

Satu warga yang terindikasi melihatnya (Inisial ASR), menceritakan jika beberapa waktu menjelang matahari terbenam, ia melihat ada obyek yang disangkanya merupakan batang pohon yang lumayan besar. Berhubung waktu tak lama lagi akan masuk waktu Magrib, ia memutuskan untuk mengambilnya. Ketika ia mendekat, tiba-tiba obyek tersebut bergerak membenamkan diri ke dalam laut. Ia kaget bukan kepalang, ia segera pulang dan mendayung sampan secepat-cepatnya, karena ketakutan.

Peristiwa ini terjadi dalam durasi waktu yang hampir bersamaan. Pertama dikabarkan terlihat di Watutowengka Desa Wapia-pia, area tebing pantai yang berdekatan dengan perairan Sombu Dive dan Jokowi Point, suatu area perairan yang menjadi ikon utama untuk diving di Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi. Kedua dikabarkan terlihat di area perairan Ou Ntooge Desa Waha (Inisial LPD). Keduanya menyaksikan ketika sedang beraktivitas memanah ikan.

Apakah ini patut dipercaya: ada buaya di Perairan Wangi-Wangi, khususnya Perairan Waha Raya?

Sejauh pengamatan saya, sebagian warga yang saya konfirmasi cenderung percaya. Para pemberi kabar adalah orang-orang yang cukup dipercaya di tempatnya masing-masing. Dan secara terpisah memberikan kesaksian yang serupa. Apakah spesies buaya yang dijumpai tersebut adalah individu yang berbeda ataukah sama? Ini juga belum terjawab.

Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah. Bisa jadi karena bertepatan dengan hari libur, ataukah tidak ada pihak yang melaporkan secara resmi, dan ataukah peristiwanya terjadi secara spontan dan posisi obyeknya tak terpantau lagi.

Tentu ini perlu kepastian, sehingga selayaknya pihak yang berwenang dapat mengambil inisiatif untuk mengendalikan informasinya, sebelum digiring, ditekel, dan disundul ke sana ke mari oleh opini.

Seberapa pentingkah opini tentang buaya di laut Wakatobi ini untuk direspon?

Sederhananya saja, sejak informasi ini tersebar, di perairan Waha Raya, tak ditemukan ada warga yang berani berenang: dari anak-anak hingga dewasa. Tentu pola serupa akan sama pada para penghobi diving, snorkeling, atau penikmat wisata air laut lainnya. Padahal kekuatan wisata di Wakatobi adalah perairan lautnya. Bahkan muncul seruan (liar) lokal agar aktivitas ‘panah-panah ikan’ dihentikan untuk sementara waktu. Jika ini terjadi, tentu akan ada dampak pendapatan dan suplai pangan, minimal pada skala desa.

Opini ‘liar’ buaya ini seyogyanya perlu ditanggapi. Ini dapat memengaruhi citra wisata laut Wakatobi, terlebih lagi bersinggungan dengan keselamatan jiwa warga. Buaya di laut itu bukanlah obyek estetika, tetapi ia adalah predator. Sehingga perairan Wakatobi harus dipastikan ‘zero buaya’.

Terlepas dari keberadaan buaya ini perlu pembuktian secara resmi atau scientific dalam sudut pandang pemerintah atau tidak, tetapi keberadaannya dalam perspektif sosial, sudah dianggap terbukti. Perjumpaan di Waha ini bukan kasus yang pertama di Wakatobi, sejumlah warga sudah mengafirmasi, jika di beberapa tempat pernah ditemukan: di Tomia, infonya dengan panjang sekitar 2,5-3 m terperangkap dalam jaring warga, di Kapota juga tahun lalu ada warga yang menyaksikan pada saat menyuluh.

Pertanyaan berikutnya: jika benar buaya ada di Wakatobi, apakah ia spesies lokal atau introduksi?

Berdasarkan data historis yang tersimpan dalam ‘arsip’ memori warga, termasuk data hasil survey para pemangku kepentingan sumber daya fauna di Wakatobi, dapat disimpulkan bahwa buaya bukan spesies lokal (native species atau indigenous species.). Beberapa habitat yang relevan dengan kehidupan buaya di Wakatobi, secara jangka panjang tidak pernah ditemukan buaya, misalnya pada ekosistem mangrove di Kaledupa, dsb.

Oleh karena buaya bukan spesies lokal, maka sudah pasti kemungkinannya adalah spesies introduksi. Lalu dari mana ia berasal?

Untuk mengidentifikasi sumbernya, disayangkan tidak ada satupun data dokumentasi terkait spesies buaya yang dijumpai ini. Faktor (dokumentasi) inilah yang membuat sampai saat ini, keberadaan buaya yang dijumpai warga tersebut dianggap kurang meyakinkan bagi sebagian warga.

Salah satu wilayah yang patut diduga menjadi asal muasal buaya di Wakatobi adalah bisa jadi berasal dari muara sungai di sepanjang pesisir bagian Selatan Pulau Buton, yang menghadap ke pulau-pulau di Wakatobi. Spesies buaya yang dilaporkan ada di wilayah tersebut adalah buaya muara (Crocodylus porosus) (https://kumparan.com/kendarinesia/buaya-4-2-meter-yang-ditangkap-di-buton-diduga-pernah-terkam-warga-1rsHNKfCwIa/1).

Spesies tersebut disebut juga buaya air asin sama dengan yang pernah ditemukan di pulau Pasifik Selatan. Apatah lagi beberapa hari ini, terjadi hujan deras berhari-hari, tentu akan menurunkan kadar salinitas air laut yang dapat saja mendukung interaksi buaya dengan air laut, seumpama ketika berada di sungai dan muara.

Spesies Crocodylus porosus dilaporkan dapat mengendarai arus permukaan laut untuk perjalanan jarak jauh, bahkan memungkinkan mereka untuk berlayar dari satu pulau samudera ke pulau lainnya (>48 km). Buaya spesies ini menurut para ilmuwan akan memulai perjalanan jauh terhitung satu jam setelah perubahan pasang yang memungkinkan mereka untuk mengikuti arus (https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/08/180200323/ilmuwan-ungkap-cara-buaya-air-asin-menyebrangi-laut?page=all#page2).

Pertanyaannya: apa penyebab spesies ini meninggalkan habitatnya?

Reptil ini dikenal merupakan pemangsa yang memiliki selera makan yang besar dan kuat. Ketika melakukan migrasi, mereka melakukannya secara kolektif. Apakah mungkin habitat buaya di sungai-sungai dan muara di bagian Selatan Pulau Buton telah mengalami gangguan? Tersebar informasi jika di beberapa tempat di sana terjadi eksploitasi yang terindikasi memengaruhi habitat dan kenyamanan buaya. Sejumlah video beredar di grup-grup whatsapp yang memperlihatkan aktivitas warga melakukan penangkapan buaya. Dalam keterangan video tersebut, tertulis: Malaoge Lasalimu Selatan.

Dengan demikian, eksistensi pariwisata laut Wakatobi akan dipengaruhi oleh ekosistem wilayah di sekitarnya. Tidak bisa otonom. Dibutuhkan kepastian membaiknya ekosistem sungai dan muara di wilayah-wilayah di sekitarnya, misalnya Kabupaten-Kabupaten yang berada di bagian Selatan Pulau Buton. Sehingga buaya yang ada di wilayah tersebut dapat tinggal secara alami di sana, tak perlu melakukan migrasi.

Salah satu informasi yang dapat dijadikan contoh adalah inisiatif dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lingga yang mempertimbangkan perlunya tempat penampungan buaya, sehingga tidak mengganggu aktivitas warga (https://soj.umrah.ac.id/index.php/SOJFISIP/article/view/629/545).

Kebutuhan akan pengendalian buaya di wilayah-wilayah bagian Selatan Pulau Buton semakin penting, semisal penangkaran, sehingga buaya yang berkeliaran segera dapat teratasi agar tidak mengganggu warga dan aktivitasnya. Yang tak kalah penting adalah kebutuhan kita akan manajemen pembangunan yang berkualitas dari pemerintah terkait, yang mampu mengendalikan aspirasi-aspirasi kemajuan fisik daerah tanpa merusak tata lingkungan ekosistem kita. Wallahualam bissawab.

Asal Buaya Wakatobi Read More »

Negara Emisi Rendah

Penggunaan sumber energi terbarukan di dunia dibedakan sebanyak 5 jenis: geothermal, hydropower, biomass, tenaga surya (solar), dan tenaga angin (wind). Kontribusi kelistrikannya pada tahun 2021 adalah: energi geothermal berkontribusi sebesar <1%, hydropower 15,3%, biomass 2.3%, solar 3.7%, dan wind 6.6%. Dengan demikian penggunaan energi hydropower (dam, turbin, dsb) merupakan yang tertinggi, dan yang terendah adalah energi geothermal.

Lalu bagaimana kontribusi masing-masing negara di dunia dalam penggunaan energi terbarukan, khususnya penggunaan energi solar dan windpower pada tahun 2021?

Data dari https://elements.visualcapitalist.com menunjukkan bahwa Denmark dan Uruguay memberikan kontribusi tertinggi, masing-masing sebesar 51.9% dan 46.7%. Sementara itu, kontribusi terendah dapat dilihat antara lain pada negara Papua New Guinea juga Myanmar, masing-masing sebesar 0.0% dan 0.1%.

Bagaimana dengan Indonesia? Data di atas Indonesia menunjukkan kontribusi sebesar 0.2%, termasuk terendah di Asia Tenggara.

Negara Emisi Rendah Read More »

Dari Katsuwonus pelamis ke Nabi Sulaiman as

Bersama Dekan FIKP Universitas Hasanuddin, Safruddin, S.Pi., MP.,Ph.D

—Saya memulai tulisan ini dengan menyampaikan disclaimer lebih awal: artikel ini tentu tak seheboh judulnya.—

Sebuah kebanggaan mendapatkan kesempatan akademik dari Pak Safruddin (Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin) terkait topik oseanografi perikanan.

Salah satu penjelasan yang cukup menggelitik pada kesempatan tersebut adalah ketika beliau menjelaskan tentang migrasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di beberapa tempat, khususnya di Negara Jepang. Diskusi berlanjut hingga membahas secara singkat mukjizat Nabi Sulaiman as.

Saya mendapatkan beberapa insight dari penjelasannya: perikanan merupakan dunia yang kompleks, bahkan jauh lebih kompleks dari pekerjaan seorang dokter (pada satu sisi). Seorang dokter mendiagnosa penyakit seseorang dengan cara mendapatkan penjelasan langsung dari pasiennya mengenai berbagai keluhannya.

Begitupun pula pada dunia peternakan, seorang dokter hewan bisa mendapatkan petunjuk tentang penyakit ternaknya dari penampakan visual secara spontan, tanpa perlu menyelam atau menggunakan interprestasi instrumen tertentu secara kompleks sebagai pendekatan sebagaimana pada dunia perikanan.

Dunia perikanan tak bisa dipungkiri telah menunjukkan kemajuan yang demikian pesat, namun demikian, dengan beragamnya organisme laut (spesies ikan khususnya), nampak bahwa respon ikan terhadap lingkungan perairan laut tak bisa digeneralisasi. Masing-masing spesies memiliki karakter habitat yang berbeda-beda.

Ilmu penginderaaan jauh telah ramai digunakan untuk membaca karakter masing-masing ikan, khususnya melalui data sea surface temperature (SST), sea surface chlorophyll (SSC), sea surface height anomaly (SSHA), eddy kinetic energy (EKE), dan sebagainya.

Sayangnya riset terkait faktor-faktor dan parameter oseanografi masih sangat terbatas, khususnya di Indonesia. Baik karena persoalan klasik ‘pendanaan’, juga karena skema riset yang manajemennya lemah dan tidak berkesinambungan, sehingga sulit untuk menyuplai kebijakan. Belum lagi kebijakan yang dihasilkan oleh para decision maker masih menafikan karya intelektual sebagai basis kebijakan politik.

Kompleksitas oseanografi perikanan tentu menjadi salah satu faktor pembatas dalam mengupayakan keseimbangan produktif antara relasi dunia industri dan stok sumberdaya perikanan. Andai saja kecakapan Nabi Sulaiman as dapat ditransfer dalam era kekinian, tentu kesulitan yang begitu rupa akan dapat dikontruksi langkah-langkah solusinya.

Nabi Sulaiman as dalam berbagai kitab agama samawi dinarasikan memiliki kemampuan berkomunikasi dengan seluruh makhluk dalam semesta ini mewarisi kecakapan ayahnya, yang juga seorang nabiullah, Nabi Daud as.

Mungkin ini terkesan konyol dalam membincangkannya dalam konteks kekinian, namun ini dapat membantu kita mengimajinasikan solusi atas kondisi sumberdaya kita, yang tengah mendapatkan tekanan yang luar biasa.

Biota ikan sebagai makhluk bertulang belakang memiliki syaraf-syaraf yang dapat merasakan stres dan kesakitan sehingga mereka berupaya migrasi ke lokasi sesuai karakteristik faktor-faktor kondisinya yang relevan.

Saat ini mereka migrasi tak bisa lagi diprediksi berdasarkan musim, bukan lagi migrasi dalam siklus alamiahnya. Siklus musim telah berubah ekstrim setelah keserakahan manusia dengan ‘mesin industrialisasinya’ mempercepat terjadinya perubahan iklim.

Jika saja mereka mengadukan keadaannya (dalam imajinasi kita seumpama kepada Nabi Sulaiman as) sepertinya ikan-ikan tersebut akan meminta perlindungan agar kuasa ‘kekhalifahan’ manusia atas dunia ini ditinjau ulang, karena manusia telah semena-mena kepada alam semesta, sampai-sampai tak ada keadaan yang stabil bagi alam ini untuk mendaur ulang kesiapannya melayani manusia.

Wallahu a’lam bishshowab.

Dari Katsuwonus pelamis ke Nabi Sulaiman as Read More »