
Sulaiman al-Qanuni adalah sosok pemimpin besar yang meninggalkan jejak kuat dalam sejarah Kesultanan Utsmani. Meski berasal dari keturunan bangsawan dan merupakan putra mahkota, Sulaiman sejak muda dikenal sangat dekat dengan rakyat. Ia bahkan bersahabat akrab dengan seorang budak bernama Ibrahim yang kelak menjadi penasehat paling dipercayainya. Kedekatan itu tidak sekadar simbol, tetapi menjadi bukti bahwa Sulaiman memiliki cara pandang yang sangat terbuka dan tidak membatasi hubungan hanya berdasarkan status sosial. Pada usia 17 tahun, Sulaiman sudah dipercaya ayahnya untuk menjadi gubernur Provinsi Kaffa. Setelah itu, ia terus mendapat kepercayaan untuk memimpin wilayah strategis seperti Sarukhan dan Edirne sebelum akhirnya naik takhta menggantikan ayahnya, Sultan Salim I, pada tahun 1520 ketika usianya baru menginjak 25 tahun.
Penampilan dan karakter Sulaiman juga menjadi perhatian para utusan asing yang pernah menemuinya. Salah satunya Bartolomeo Contarini dari Venesia, yang menggambarkannya sebagai sosok bertubuh tinggi dan kuat, berkulit lembut, serta berwajah panjang dengan hidung melengkung. Yang lebih mengesankan adalah kebijaksanaannya dan kecintaannya pada ilmu, yang membuat banyak orang meyakini bahwa masa pemerintahannya akan membawa kejayaan. Sulaiman muda juga dikenal mengagumi tokoh besar seperti Aleksander Agung, yang mungkin turut mempengaruhi semangat dan strategi militernya dalam memimpin ekspansi wilayah.
Selama 46 tahun memerintah, Sultan Sulaiman mencatatkan banyak kemenangan penting. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Utsmani dari Timur hingga ke Barat. Tahun 1521, Beograd jatuh ke tangan pasukannya. Tahun berikutnya, Rhodos direbut dari Ksatria Santo Yohanes. Kota Budapest di Hongaria pun berhasil dikuasai pada 1524. Serangkaian kemenangan lainnya diraih dalam pertempuran melawan Austria dan Spanyol. Ia bahkan menjalin hubungan diplomatik dengan Prancis demi memperkuat posisinya di Eropa. Selain mengandalkan kekuatan darat, Sulaiman juga membangun kekuatan laut yang tangguh, termasuk dengan mengirim Admiral Khairuddin Barbarossa untuk menguasai Laut Aijah. Tidak berhenti di situ, pasukannya juga berhasil menguasai pelabuhan Nicea di Italia dan wilayah Gharan pada tahun 1548.
Keberhasilan Sulaiman bukan hanya dalam bidang militer, tetapi juga dalam bidang pemerintahan dan hukum. Ia dikenal sebagai sultan yang menerapkan syariat Islam secara tegas di wilayah kekuasaannya yang luas, termasuk Eropa, Persia, Afrika, dan Asia Tengah. Ia juga menyusun sistem hukum yang kokoh dan konsisten, yang dikenal sebagai Undang-Undang Kesultanan Utsmani. Atas jasanya tersebut, ia mendapat gelar al-Qanuni, yang berarti “pembuat hukum”. Undang-undang yang ia rumuskan tidak hanya menjadi panduan dalam menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga menjamin keadilan bagi rakyatnya yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama.
Kisah Sulaiman al-Qanuni adalah perpaduan antara kekuatan, kebijakan, kecintaan terhadap ilmu, serta kesetiaan terhadap prinsip keadilan dan nilai-nilai Islam. Ia bukan hanya seorang penakluk wilayah, tapi juga pembangun peradaban. Dan yang tak kalah menarik, di tengah kekuasaannya yang besar, ia tetap menjunjung nilai persahabatan dan kepercayaan, bahkan kepada seorang budak. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan sejati bukan hanya soal menaklukkan, tetapi juga soal merangkul dan membina hubungan manusia yang tulus.[]