“Emas Bodoh”: Rahasia Alam Menstabilkan Iklim

Tahukah anda bahwa laut punya cara unik untuk membantu menyelamatkan bumi dari krisis iklim? Bahkan menggunakan sesuatu yang dijuluki ‘emas bodoh’!

Saat gunung berapi meletus, maka tidak hanya mengeluarkan lava dan abu, tapi juga gas karbon dioksida (CO₂) dalam jumlah besar ke udara. Jika terlalu banyak CO₂ di atmosfer, suhu bumi meningkat — inilah yang kita kenal sebagai pemanasan global.

Biasanya, sebagian dari karbon ini akan larut ke laut. Tapi kalau jumlahnya terlalu banyak, bisa menyebabkan laut menjadi asam, yang berbahaya bagi makhluk laut seperti terumbu karang dan ikan.

Tim ilmuwan dari berbagai universitas ternama di dunia, termasuk University of Connecticut dan Yale, menemukan bahwa laut ternyata punya trik rahasia untuk menyeimbangkan kondisi ekstrem ini. Triknya muncul saat laut kehilangan oksigen — situasi yang disebut anoksik.

Saat ini terjadi, muncul reaksi kimia yang menghasilkan pirit — mineral yang juga dikenal sebagai emas bodoh karena warnanya mirip emas tapi tidak berharga.

Pirit adalah mineral berwarna kuning keemasan yang mirip emas. Namanya ‘emas bodoh’ karena dulu banyak orang mengiranya emas sungguhan. Tapi ternyata, di balik julukannya, mineral ini bisa memainkan peran penting dalam menstabilkan iklim!

Ternyata, pembentukan pirit ini membantu laut tetap basa (tidak asam), sehingga menjaga keseimbangan dan melindungi kehidupan laut dari kerusakan akibat karbon berlebih.

Sayangnya, proses ini tidak cepat. Dibutuhkan ribuan hingga jutaan tahun agar mekanisme ini memberi dampak nyata. Jadi, meski laut punya cara sendiri untuk ‘memulihkan diri’, manusia tetap perlu bertindak sekarang untuk mengatasi perubahan iklim.

“Proses ini membantu bumi pulih dari bencana besar di masa lalu,” kata Mojtaba Fakhraee, peneliti utama studi ini. “Tapi jangan salah, proses ini terlalu lambat untuk menyelamatkan kita dari krisis iklim sekarang.”

Studi ini menunjukkan betapa luar biasanya alam dalam menjaga keseimbangan. Bahkan saat laut kekurangan oksigen — yang biasanya dianggap buruk — ternyata bisa memicu reaksi yang menyelamatkan sistem bumi dalam jangka panjang.

Namun bagi manusia, waktu adalah segalanya. Kita tidak bisa berharap laut menyelesaikan masalah ini sendiri.

Bumi punya cara bertahan hidup — termasuk dengan bantuan ‘emas bodoh’ di dasar laut. Tapi kita, manusia, hidup dalam skala waktu yang jauh lebih singkat. Jika kita tidak segera mengurangi emisi karbon dan menjaga lingkungan, kita yang akan paling merasakan dampaknya.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *