Satyendra Nath Bose, Penemu Statistik Kuantum

Satyendra Nath Bose lahir pada tanggal 1 Januari 1894 di Kalkuta, India, dari keluarga kelas menengah yang sangat menghargai pendidikan. Ayahnya, Surendranath Bose, adalah seorang akuntan di perusahaan kereta api, sementara ibunya berasal dari keluarga pengacara. Sejak kecil, Satyendra sudah menunjukkan kecerdasan luar biasa, terutama dalam bidang matematika. Ayahnya sering melatihnya dengan soal-soal aritmatika sebelum berangkat kerja, yang selalu berhasil dipecahkan oleh Satyendra sebelum ayahnya pulang.

Pada usia 13 tahun, Satyendra masuk Hindu School yang terkenal di Kalkuta. Di sekolah ini, bakatnya di bidang matematika dan sains semakin menonjol. Guru matematikanya bahkan percaya bahwa Satyendra memiliki potensi sehebat ilmuwan besar seperti Pierre-Simon Laplace. Lulus SMA di usia 15 tahun, ia melanjutkan studi di Presidency College dengan jurusan Matematika Terapan, dan lulus sebagai lulusan terbaik pada tahun 1913.

Bose melanjutkan pendidikannya di Universitas Kalkuta dan meraih gelar magister di bidang Matematika Terapan pada tahun 1915. Ia juga mempelajari bahasa Jerman dan Prancis agar bisa membaca karya-karya ilmiah dalam bahasa tersebut. Namun, saat itu program doktoral belum berkembang di India, membuatnya sulit untuk mengejar gelar Ph.D., apalagi situasi perang dunia membuat jurnal-jurnal ilmiah dari Eropa jarang sampai ke India.

Keberuntungan datang ketika Sir Asutosh Mookerji, rektor Universitas Kalkuta, memberikan beasiswa bagi mahasiswa pascasarjana untuk mengembangkan penelitian di bidang fisika dan matematika. Dengan akses perpustakaan pribadi sang rektor dan bantuan dosen asing seperti Paul Brühl, Bose bersama sahabatnya Meghnad Saha mampu menguasai ilmu terkini seperti relativitas, mekanika statistik, hingga termodinamika. Sejak tahun 1916, ia mulai mengajar kuliah matematika terapan dan fisika matematika.

Pada tahun 1921, Bose diangkat menjadi dosen fisika di Universitas Dhaka, Bangladesh. Di sanalah ia melakukan penemuan terbesarnya dalam dunia fisika: statistik kuantum. Saat mempersiapkan materi kuliah, ia merasa tidak puas dengan cara klasik dalam menjelaskan hukum radiasi Planck. Bose menyadari bahwa partikel cahaya atau foton yang memiliki warna sama, seharusnya tidak dapat dibedakan satu sama lain.

Berdasarkan pemikiran ini, ia menciptakan metode penghitungan partikel baru yang dikenal sebagai statistik Bose. Dengan metode ini, ia mampu menjelaskan hukum radiasi Planck tanpa perlu mencampurkan teori klasik di dalamnya, sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil. Sayangnya, saat ia mengirimkan makalahnya ke jurnal ilmiah di Inggris, makalah tersebut ditolak.

Tidak menyerah, Bose mengirim langsung makalahnya kepada Albert Einstein pada 4 Juni 1924. Einstein langsung mengenali nilai penting dari karya tersebut. Ia menerjemahkan makalah Bose ke dalam bahasa Jerman dan mempublikasikannya di jurnal Zeitschrift für Physik, serta memuji penelitian itu sebagai langkah maju yang penting dalam fisika. Sejak itu, partikel yang mengikuti statistik Bose dikenal dengan nama boson, sebagai penghormatan kepada Bose.

Kontribusi Bose tidak berhenti di situ. Einstein melanjutkan teori Bose untuk memprediksi keberadaan keadaan materi baru yang disebut kondensat Bose–Einstein (BEC), di mana ribuan atom dapat bergabung membentuk satu super-atom. Keberadaan BEC akhirnya terbukti pada tahun 1995, lebih dari 70 tahun setelah prediksi Einstein, ketika atom rubidium didinginkan hingga suhu hampir nol mutlak.

Selain BEC, aplikasi statistik Bose juga dapat ditemui pada fenomena helium superfluida. Ketika helium-4 didinginkan hingga suhu di bawah 2,17 kelvin, ia dapat mengalir tanpa gesekan. Fenomena ini merupakan contoh nyata bagaimana prinsip-prinsip dunia kuantum dapat terlihat pada skala makroskopik.

Bose sendiri tidak pernah meraih gelar doktor. Ia dikenal sebagai ilmuwan yang rendah hati, bahkan setelah pencapaiannya yang monumental. Meski beberapa ilmuwan lain seangkatannya menerima penghargaan Nobel, Bose justru tidak pernah mendapatkannya. Ia pernah menyebut dirinya seperti komet yang hanya muncul sekali lalu menghilang.

Kehidupan pribadinya cukup sederhana. Ia menikah dengan Ushabala Ghosh pada usia 20 tahun dalam pernikahan yang diatur oleh ibunya. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai sembilan anak, di mana tujuh di antaranya hidup hingga dewasa. Selain mencintai ilmu pengetahuan, Bose juga gemar puisi, musik, catur, dan memelihara kucing.

Pada tahun 1945, ia kembali mengajar di Universitas Kalkuta hingga pensiun pada 1956. Gelar Profesor Nasional India dianugerahkan kepadanya pada tahun 1959. Ia tetap aktif dalam penelitian fisika nuklir meski sudah pensiun. Ia juga dikenal aktif mempopulerkan sains kepada masyarakat luas, terutama dalam bahasa Bengali agar mudah dipahami rakyat India.

Satyendra Nath Bose wafat di Kalkuta pada 4 Februari 1974 akibat pneumonia bronkial. Hingga kini, namanya tetap abadi sebagai sosok penting dalam sejarah fisika modern.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *