Ibn Battuta, Penakluk Dunia dengan Pena dan Kaki dari Dunia Muslim

 

 

Nama Ibn Battuta mungkin tidak sepopuler Marco Polo di telinga banyak orang, tetapi kisah perjalanannya yang menakjubkan sebenarnya jauh melampaui apa yang dicapai oleh penjelajah Eropa mana pun di zamannya. Lahir dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibn Battuta di Tangier, Maroko, pada 24 Februari 1304 Masehi (703 Hijriah), ia berasal dari keluarga Muslim Berber yang terpandang dan dikenal sebagai hakim. Pendidikan agamanya dalam bidang hukum Islam berjalan dengan baik, tetapi pada usia 21 tahun, hasratnya akan petualangan membuatnya meninggalkan rumah dengan tujuan awal untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

Siapa sangka, perjalanan haji yang seharusnya hanya berlangsung beberapa bulan justru menjelma menjadi petualangan panjang selama hampir tiga dekade. Ibn Battuta menjelajahi hampir seluruh dunia Islam yang dikenal saat itu, dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan dan Timur, hingga ke Timur Tengah, anak benua India, Asia Tengah, Asia Tenggara, bahkan Tiongkok. Hampir semua perjalanannya ia tempuh lewat darat, dan demi keselamatan, ia sering bergabung dengan rombongan kafilah dagang.

Selama perjalanannya, ia tidak hanya menjadi penonton, tapi juga bagian dari kehidupan masyarakat yang ia kunjungi. Di kota Sfax, Tunisia, ia menikah. Di India, ia dipercaya menjadi seorang hakim oleh Sultan Delhi. Di beberapa tempat, ia mengalami kapal karam, kerusuhan, hingga perang. Meski demikian, semangat menjelajahnya tidak padam. Ia menembus gurun Sahara untuk sampai ke Kerajaan Mali di Afrika dan terkesan dengan peradaban Islam yang telah menyebar ke pelosok benua.

Namun, perjalanan ini juga membawa banyak kejutan budaya bagi Ibn Battuta. Ia sering terkejut dengan kebiasaan lokal yang tidak sesuai dengan latar belakang keislaman ortodoksnya. Di wilayah Turki dan Mongol, ia heran melihat wanita bebas berbicara dan berpendapat. Di Maladewa dan sebagian wilayah Afrika, pakaian masyarakat yang dianggap terlalu terbuka membuatnya merasa tidak nyaman.

Pada tahun 1355, Ibn Battuta akhirnya kembali ke kampung halamannya di Tangier setelah mengelilingi dunia Islam selama lebih dari 29 tahun. Di sana, ia menyampaikan semua kisah perjalanannya kepada seorang penulis bernama Ibn Juzay. Kisah tersebut kemudian dibukukan dalam karya berjudul Rihla (yang berarti “perjalanan”), yang menjadi warisan berharga mengenai kehidupan dan budaya masyarakat dunia pada abad ke-14. Meski ada keraguan apakah ia benar-benar mengunjungi semua tempat yang ia ceritakan, karena beberapa bagian tampaknya diambil dari cerita orang lain atau pengembara sebelumnya, catatannya tetap dianggap sangat penting dalam sejarah.

Setelah menyelesaikan Rihla, Ibn Battuta diangkat menjadi hakim di Maroko dan meninggal dunia sekitar tahun 1368. Meskipun masa tuanya tidak banyak diketahui, warisannya sebagai penjelajah dunia Islam tetap abadi. Kisah hidupnya adalah bukti bahwa semangat belajar dan menjelajah mampu melampaui batas-batas geografis, budaya, dan zaman.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *