
Jika anda berkunjung ke Marina Togo Mowondu dalam beberapa bulan terakhir, anda tentu akan melihat sebuah bangunan baru yang mencuri perhatian di tepian laut. Dengan desain modern yang berpadu dengan unsur-unsur lokal, bangunan itu kini berdiri sebagai ikon baru Kabupaten Wakatobi: Maritime Center Wakatobi. Tentu, bangunan ini bukan sekadar hiasan arsitektural. Ia seyogyanya hendak mencerminkan simbol arah pembangunan kelautan Wakatobi.
Bangunan tersebut merupakan bagian dari skema proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Dan sebagai proyek nasional, tentu desain pemanfaatan bangunan ini telah dirancang secara matang sebelum fisiknya dibangun. Ini bukan sekadar gedung kosong atau papan nama tanpa makna—melainkan pusat kegiatan maritim yang tentunya diharapkan menjadi salah satu penggerak ekonomi laut berbasis konservasi atau kepariwisataan.
Lebih dari itu, bangunan ini relevan dengan komitmen Kabupaten Wakatobi dalam mewujudkan visi RPJPD 2025–2045: “Wakatobi menjadi pusat ekonomi maritim yang Sentosa.” Dalam konteks ini, “Sentosa” mencakup kesejahteraan, kelestarian, keamanan, dan harmoni antara masyarakat dengan lautnya. Visi tersebut tidak sekadar menjadi slogan, tetapi menjadi arah pembangunan yang sedang diikhtiarkan secara bertahap dan sistematis, berlandaskan pada potensi nyata yang dimiliki Wakatobi sebagai daerah kepulauan dengan keunggulan ekologisnya.
Untuk memahami potensi dan arah pengembangan Maritime Center ini, penting mengacu pada beberapa teori dan praktik global tentang Maritime Center. Zhang, Lam, dan Li (2013) menjelaskan bahwa Maritime Center adalah kawasan strategis yang mengintegrasikan pelabuhan, logistik, industri maritim, jasa keuangan, pendidikan, dan riset dalam satu ekosistem. Tiga model utama dikenal dalam praktik global: pertama, Maritime Production Center, yang berfokus pada pelabuhan dan aktivitas industri; kedua, Maritime Service Center, yang menonjolkan jasa profesional seperti arbitrase, asuransi, dan shipbroking; dan ketiga, All-in-One Maritime Center, yang menggabungkan fungsi produksi dan layanan. Masing-masing model telah diterapkan oleh negara-negara maju.
Kita tentu tak berharap sebagaimana praktek Maritime Center di beberapa negara maju. Sebagai contoh, Singapura mengembangkan All-in-One Maritime Center yang mengintegrasikan pelabuhan kelas dunia, keuangan, logistik, dan inovasi teknologi maritim secara simultan (Qiu et al., 2022). Sementara itu, London tampil sebagai Maritime Service Center, unggul dalam bidang arbitrase hukum laut dan keuangan maritim (Gang, 2009). Shanghai membangun dirinya sebagai Maritime Knowledge Hub melalui investasi besar di bidang riset dan pelatihan maritim (Lie-hui, 2012). Di Korea Selatan, Busan menjadi pusat logistik dan keuangan pelabuhan dengan koneksi kuat ke akademisi dan inovasi teknologi kelautan (Yeandle, 2014).
Kabupaten Wakatobi, tentu memiliki pendekatan yang berbeda. Alih-alih meniru industrialisasi pelabuhan seperti Singapura, Wakatobi tentu relevan jika diarahkan sebagai eco-maritime center—yakni pusat ekonomi kelautan yang dibangun atas dasar konservasi, riset, pemberdayaan masyarakat, dan pariwisata bahari berkelanjutan. Keunggulan ekologis Wakatobi, sebagai bagian dari segitiga terumbu karang dunia, adalah modal yang tak dimiliki wilayah lain.
Tak hanya itu, jejaring transportasi laut antarpulau di Wakatobi telah lama tersedia dan siap dikembangkan. Konektivitas antara pulau-pulau besar seperti Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, serta akses reguler ke pelabuhan Baubau dan Kendari bahkan antarProvinsi, membentuk fondasi logistik laut yang sangat potensial. Yang dibutuhkan saat ini adalah optimalisasi: perbaikan atau peningkatan layanan pelabuhan, digitalisasi pelayaran, serta penyusunan sistem logistik laut berbasis kebutuhan lokal dan pariwisata.
Kemajuan lainnya adalah implementasi teknologi Automatic Identification System (AIS) yang telah dimanfaatkan oleh sejumlah nelayan lokal dengan branding WakatobiAIS, yang dikendalikan operasionalisasinya oleh Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK). Selain itu, ada Taman Nasional Wakatobi, Bidang Litbang Bappeda, Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Wakatobi (ITBMW), AKKP Wakatobi yang merupakan stakeholders lokal yang bisa memberikan dukungan dalam mendukung sistem kerja yang disiapkan dan dilakukan oleh Maritime Center. Apatah lagi lembaga-lembaga tersebut telah memiliki jejaring kemitraan baik nasional maupun internasional—suatu langkah penting menuju penguatan kapasitas daerah sebagai simpul teknologi dan inovasi kelautan.
Dengan semua fondasi ini—visi daerah yang jelas, dukungan proyek nasional, konektivitas laut yang siap dikembangkan, teknologi yang sudah diterapkan, serta kolaborasi kelembagaan yang semakin solid—maka Maritime Center Wakatobi bukanlah menara gading. Ia adalah titik tolak mewujudkan tata kelola maritim yang visioner. Sebuah pusat yang kelak bisa digunakan untuk pelatihan, mungkin bagi pelaut, riset kelautan tropis, bazar hasil laut, forum kebijakan maritim, koleksi keanekaragaman hayati laut bahkan pertemuan internasional tentang konservasi, dan sebagainya.
Maka, jika suatu hari anda kembali ke Marina Togo Mowondu dan melihat bangunan itu penuh aktivitas—dari anak muda belajar tentang navigasi laut, nelayan berdiskusi tentang pasar hasil tangkapan, sampai peneliti asing mempelajari terumbu karang Wakatobi, dan sebagainya—saat itu anda akan menyaksikan Wakatobi bukan hanya menjaga laut, tapi mungkin tengah memimpin masa depan maritim Indonesia.
Sebaliknya, jika bangunan tersebut hanya menambah daftar bangunan yang tak berfungsi di Wakatobi, tentu adalah wajar jika kita menjadi kecewa, karena sejatinya pada bangunan tersebut kita tengah mengubur ide dan materi yang ‘diperas’ dari usaha dan harapan yang penting.[]
Daftar Referensi:
Gang, D. (2009). Exploration of the key initiatives driving London International Maritime Service Center.
Lie-hui, W. (2012). Research on global maritime knowledge hub—A case study of Shanghai.
Pullen, J., & Bruno, M. (2014). The Center for Secure and Resilient Maritime Commerce: A DHS National Center of Excellence in Maritime Security. In J. M. Scott (Ed.), Maritime security and technology (pp. 20–38). IGI Global. https://doi.org/10.4018/978-1-4666-5946-9.ch002
Qiu, W., Zhu, J., & Wang, X. (2022). An analysis of London and Shanghai as International Maritime Centres. In Proceedings of SPIE – The International Society for Optical Engineering (Vol. 12302, Paper 123024R). https://doi.org/10.1117/12.2645508
Yeandle, M., & Z/Yen Group. (2014). Maritime financial centres. Other Financial Economics eJournal.
Zhang, W., Lam, J. S. L., & Li, K. X. (2013). Business models for development of international maritime centre. International Journal of Shipping and Transport Logistics.