
Selama puluhan juta tahun, herbivora besar seperti mastodon, rusa raksasa, dan nenek moyang gajah modern telah menjadi arsitek utama lanskap Bumi. Mereka merumput, merobek tumbuhan, dan membuka jalur yang memengaruhi kehidupan makhluk lain. Menakjubkannya, meskipun kelompok-kelompok ini mengalami kepunahan berulang kali, jaringan ekologis yang mereka bentuk tetap bertahan teguh—hingga sekarang.
Penelitian terbaru mengungkap bahwa hanya dua peristiwa besar dalam 60 juta tahun terakhir yang benar-benar mengguncang komunitas herbivora besar. Yang pertama terjadi sekitar 21 juta tahun lalu ketika terbentuk jembatan darat antara Afrika dan Eurasia, yang memungkinkan terjadinya migrasi besar-besaran antarspesies seperti gajah, babi, rusa, dan badak. Yang kedua terjadi sekitar 10 juta tahun lalu ketika iklim Bumi menjadi lebih kering dan lebih dingin. Perubahan ini memunculkan padang rumput luas, menghilangkan hutan, dan menyebabkan punahnya banyak spesies penghuni hutan. Namun, meski banyak spesies hilang, struktur ekologi komunitas tetap utuh. Spesies baru menggantikan peran lama, menjaga keseimbangan fungsi dalam ekosistem, seperti tim sepak bola yang mengganti pemain tapi tetap memakai formasi yang sama.
Sayangnya, pola ketahanan ini kini menghadapi ujian yang belum pernah terjadi sebelumnya: manusia. Aktivitas manusia seperti perusakan habitat, perburuan, dan perubahan iklim yang sangat cepat mengancam kemampuan ekosistem untuk menyesuaikan diri. Jika kehilangan spesies dan peran ekologis terus terjadi dalam tempo yang tinggi, sistem alami ini bisa kolaps. Para ilmuwan memperingatkan bahwa kita mungkin sedang menuju titik balik global ketiga, kali ini bukan karena alam, tetapi karena ulah manusia sendiri.
Temuan ini berasal dari studi internasional yang dipimpin oleh peneliti dari University of Gothenburg, berdasarkan analisis fosil lebih dari 3.000 herbivora besar yang hidup selama 60 juta tahun terakhir. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications pada tanggal 9 Juni 2025.[]