Teknik yang bisa diterapkan pada manusia mencakup beberapa tahapan. Pertama, para ilmuwan perlu menemukan sampel DNA manusia purba yang cukup terawetkan, seperti dari fosil tulang atau gigi. DNA yang ditemukan akan dibandingkan dengan genom manusia modern untuk mengidentifikasi perbedaan utama. Kemudian, teknologi CRISPR-Cas9 digunakan untuk memungkinkan pengeditan DNA dengan mengganti atau memodifikasi gen tertentu agar lebih menyerupai manusia purba. Setelah diedit, DNA dimasukkan ke dalam sel telur donor, yang kemudian dikembangkan menjadi embrio melalui teknik fertilisasi in vitro (IVF). Jika berhasil, embrio dapat ditanamkan dalam rahim manusia atau dikembangkan dalam lingkungan laboratorium hingga menjadi individu yang hidup.
Namun, sebelum langkah ini bisa dilakukan secara nyata, ada tantangan besar dalam aspek etika dan agama yang harus dipertimbangkan. Pengeditan genetika pada manusia memunculkan berbagai dilema moral, etika, dan kepercayaan agama. Beberapa pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi ini meliputi: Apakah manusia berhak “menghidupkan kembali” spesies yang sudah punah? Apakah manusia yang diciptakan melalui teknologi ini memiliki hak dan status yang sama dengan manusia biasa? Bagaimana dampaknya terhadap tatanan sosial jika seseorang “dihidupkan kembali” dari DNA purba? Apakah ini bertentangan dengan ajaran agama yang menyatakan bahwa penciptaan makhluk hidup adalah hak Tuhan?
