Derajat Bumi

Kalau kita mengamati keadaan cuaca akhir-akhir ini, nampak bahwa daerah kita masih berada pada musim hujan.

Kondisi ini sangat berbeda dengan cuaca di Sejumlah negara di kawasan bumi utara. Diberitakan, pada satu pekan terakhir ini, mereka merasakan cuaca panas yang luar biasa.

Saking panasnya cuaca tersebut, maka kondisinya digambarkan seolah-olah seperti hawa api neraka yang bocor dan menyapa bumi.

Gelombang panas menerpa Lithuania mencapai suhu 32 derajat Celcius, 35 derajat Celcius di sejumlah daerah Polandia, 36 derajat Celcius di sejumlah wilayah Jerman.

Kemudian Negara-negara Balkan, termasuk Bosnia dilaporkan bakal mencapai 39 derajat Celcius pada beberapa hari mendatang.
Suhu panas seperti ini setara dengan suhu panas bagi orang yang lagi sakit demam.

Kenaikan suhu ini merupakan yang tertinggi semenjak dunia memulai pengukuran suhu bumi secara modern dengan menggunakan termoneter sejak tahun 1850.

Sebelumnya suhu bumi terpanas terjadi pada tahun 2005 lalu, namun, saat ini, data suhu bumi menunjukkan bahwa, telah terjadi kenaikan suhu bumi sebesar dua kali lipat.

Menurut penelitian terbaru, saat ini bumi menyerap panas, dua kali lebih banyak dibanding 16 tahun lalu atau 2005.

Para ahli mengkhawatirkan, ini dapat meningkatkan kemungkinan percepatan perubahan iklim. Kondisi ini di antaranya akan menyebabkan lapisan es abadi atau gletser di bumi yang menutupi 10 persen lapisan tanah di Bumi ini akan mencair dengan sangat cepat.

Bayangkan, jika seluruh pencairan es abadi berupa air tawar itu masuk ke laut dan menurunkan kadar garam air laut, dampak apa yang akan terjadi?

Tentu selain peningkatan permukaan air laut yang mengancam berkurangnya luas daratan, juga akan mengancam kepunahan ikan dan makhluk hidup lainnya di lautan.

Sesungguhnya peningkatan suhu bumi ini, bukanlah karena faktor bumi ini sudah tua atau masih muda. Akan tetapi, disebabkan oleh ulah manusia dalam melakukan pembangunan, yang telah melampaui batas kemampuan bumi.

Bahkan hakekatnya pembangunan bumi hari ini, tak lagi pantas disebut sebagai pembangunan, akan tetapi layak disebut sebagai pemunduran bumi. Ketika banyak negara berlomba-lomba menghasilkan berbagai industri dan mengurangi tutupan hutan secara berlebihan.

Hari ini berbagai industri telah menghasilkan udara yang buruk akibat asap pabrik, kendaraan, dan kebakaran hutan dan lahan.

Negara-negara maju seperti China, Amerika Serikat, Rusia, dan beberapa negara Eropa berlomba-lomba memajukan industri mereka, satu sisi mereka menuntut negara-negara berkembang dan terbelakang untuk mempertahankan luas kawasan hutan.

Inilah kenyataan ketidakadilan dunia hari ini, sebagai bagian dari penjajahan dunia model baru dari negara-negara maju kepada negara berkembang dan negara terbelakang.

Sesungguhnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang dikendalikan oleh 5 negara, yang memiliki hak veto, yakni: Amerika Serikat (AS), Perancis, Inggris, China, dan Rusia, sungguh tak bisa diharapkan lagi menjaga kestabilan bumi.

Tidak hanya pada urusan keamanan manusia, yang hari ini diobrak-abrik oleh wabah Covid-19, kemudian peperangan, kemiskinan, dan berbagai kemaksiatan: perjudian, dan perzinahan yang merajalela.

Tetapi juga urusan merebaknya bencana alam: tsunami, banjir, longsor, dan meningkatnya suhu bumi.

Saat ini, bumi ini dan seluruh penghuninya, yakni: manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan memerlukan syari’at Islam.

Kenapa demikian?

Oleh karena politik, ekonomi, hukum, kesehatan, dan pendidikan, termasuk persoalan lingkungan hidup, sungguh tak lagi tegak atas nama keadilan, tidak lagi tegak atas nama kesejahteraan bersama.

Sesungguhnya sumber daya yang paling mahal saat ini, untuk kebutuhan pembangunan dunia, bukan lagi sumber daya alam, bukan juga semata-mata sumber daya manusia.

Tetapi sumber daya yang paling mahal saat ini adalah manusia-manusia mu’minun.

Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan seorang ber-KTP Islam tetapi belum tentu ia adalah seorang mu’min.

Kita bisa dengan mudah menemukan seorang magister, doktor, bahkan seorang professor. Tetapi kita akan kesulitan menemukan seorang mu’minun.

Adalah Syeikh Mutawalli Sya’rowi, ketika ditanya oleh seorang orientalis tentang ayat Al-Qur’anul karim, QS. An-Nisâ’: 141:

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”

Menurut orientalis ini, jika ayat ini benar: kenapa saat ini kaum muslimin dikuasai oleh orang-orang kafir?

Syeikh Mutawalli Sya’rowi menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa, ayat tersebut menggunakan kata mu’min bukan muslim.

Demikian juga Syeikh Syaqib Arsalan, dalam bukunya, “kenapa Islam mundur, yang lainnya maju?”, beliau menyebutkan bahwa penyebab Islam mundur disebabkan karena ummat Islam ini tidak menjadi mu’min, yakni tidak mengamalkan ajarannya sendiri.

Kaum muslimin hanya mengamalkan ajarannya: sebatas untuk sholat, puasa, haji, dan perkawinan saja.

Selebihnya, kaum muslimin saat ini: dari pribadi, keluarga, masyarakat bahkan hingga negaranya, mereka mengamalkan dan menghidupkan ajaran dari orang-orang Barat.

Oleh karena itu, bagaimana mungkin kita disebut sebagai seorang mukmin, jika tidak sampai meyakini dan mengamalkan sendiri ajaran Islam ini?

Bagaimana mungkin kita bisa menguasai dunia, dan berlepas diri dari pengaruh dan penguasaan orang-orang kafir, jika kita tidak mengamalkan ajaran Islam secara paripurna.

Terkait bagaimana Islam memperlakukan bumi, kita menemukan bagaimana Allah SWT memberi panduan dalam QS. Al-A’raf Ayat 56:

Janganlah kamu mengadakan kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada (Allah) dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.

Dalam tafsir Al-Bahru al-Muhith, Abu Hayyan mengatakan bahwa, ayat ini merupakan penegasan larangan Allah SWT kepada semua bentuk kerusakan.

Maka dari itu, membunuh jiwa, keturunan, harta benda, akal, dan agama merupakan perbuatan yang dilarang. Termasuk di dalamnya adalah wajibnya pelestarian lingkungan agar mewujud dalam kehidupan umat manusia.

Sejarah membuktikan bahwa Para khalifah kaum muslimin, tidak hanya menggunakan ajaran Islam untuk memperbaiki kehidupan kaum muslimin saja, tetapi juga mereka menggunakan ajaran Islam ini untuk memimpin dan memperbaiki dunia.

Islam adalah rahmat untuk seluruh alam semesta: Allah SWT berfirman dalam QS. Al-‘Anbiya: 107;

“dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama untuk semua makhluk Allah SWT, tidak terbatasi wilayah, suku, bangsa, dan ras, bahkan agama ini juga diserukan untuk seluruh manusia dan jin.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *